Denpasar (Antara Bali) - I Kadek Seinia Dwi Pratama, siswa SMK Negeri 1 Sukawati, Kabupaten Gianyar, menggelar pameran tunggal karya lukisan jari di Warung Yayaa Artspace, Sanur, Denpasar.
Dalam pameran bertajuk "Gejolak Jiwa Seinia" pada 20 Januari-2 Februari 2013 itu, remaja berusia 17 tahun itu menampilkan 11 dari 200 karya lukis beraliran abstrakisme dan ekspresionisme berbahan cat minyak dan akrilik.
Seluruh karya Seinia dibuat dengan menggunakan tapak dan sepuluh jari tangannya tanpa kuas sebagaimana karya Affandi yang mengilhami seniman belia asal Banjar Betngandang, Sanur Kauh, Denpasar, itu.
"Lukisan-lukisan Seinia terkesan liar, magis, dan mistis seakan lahir dari campur tangan alam ruh," kata Wayan Jengki Sunarta, kurator seni lukis, saat ditemui di Warung Yayaa Artspace, Sanur, Sabtu.
Hasil karya Seinia didominasi warna-warna kelam yang saling berkelindan dengan liukan warna bernuansa cerah. Bahkan, jika dicemati goresan warna dalam lukisan siswa kelas II SMK itu membentuk berbagai wujud, seperti manusia, monster, rangda, atau binatang mistis lainnya.
"Oleh karena itu, kami menilai karya Seinia itu memang layak ditampilkan dalam pameran tunggal, terutama yang dibuat pada 2011-2012," kata Jengki.
Sementara itu, Igo Blado selaku pemilik Warung Yayaa Artspace menilai karya Seinia tak kalah dengan karya perupa berpengalaman.
"Kebetulan Arstspace ini saya dedikasikan untuk seniman pemula yang sering kali mengalami kesulitan menggelar pameran tunggal," katanya.
Seinia sendiri menuturkan bahwa dia belajar melukis secara otodidak dan membuat karya seni berdasarkan "mood" yang sering kali muncul pada malam hari.
"Biasanya saya melukis pada jam 11 malam. Satu lukisan membutuhkan waktu 15 sampai 45 menit," kata anak kedua dari tiga bersaudara hasil pernikahan I Ketut Sudiarta dan Ni Wayan Kariani itu.
Ketut Sudiarta selaku orang tua mengaku selalu memenuhi kebutuhan anaknya dalam melukis, seperti kanvas, cat minyak, akrilik, dan bingkai.
"Untuk satu lukisan, tidak kurang dari Rp2 juta yang harus saya keluarkan. Bahkan, untuk memenuhi keinginan anak, saya rela menjual apa saja yang saya punya," kata pria yang bekerja sebagai pemandu wisata itu.
Dalam pameran tersebut Seinia dan timnya tidak mematok target penjualan. "Tetapi kalau ada pihak yang menginginkan, silakan saja dibeli dengan harga yang pantas untuk sebuah karya seni bercita rasa tinggi yang dihasilkan seniman pemula," kata Jengki menambahkan.
Dari 11 karya lukis yang dipamerkan, dua di antaranya tidak diperjualbelikan, yakni lukisan berjudul "Mencari Tumbal" dan "Wujud Kesempurnaan". "Kedua lukisan itu tidak bisa dihargai dengan uang karena saya buat melalui perenungan yang panjang," kata Seinia mengenai lukisan bernuansa mistis dan magis itu. (M038/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013
Dalam pameran bertajuk "Gejolak Jiwa Seinia" pada 20 Januari-2 Februari 2013 itu, remaja berusia 17 tahun itu menampilkan 11 dari 200 karya lukis beraliran abstrakisme dan ekspresionisme berbahan cat minyak dan akrilik.
Seluruh karya Seinia dibuat dengan menggunakan tapak dan sepuluh jari tangannya tanpa kuas sebagaimana karya Affandi yang mengilhami seniman belia asal Banjar Betngandang, Sanur Kauh, Denpasar, itu.
"Lukisan-lukisan Seinia terkesan liar, magis, dan mistis seakan lahir dari campur tangan alam ruh," kata Wayan Jengki Sunarta, kurator seni lukis, saat ditemui di Warung Yayaa Artspace, Sanur, Sabtu.
Hasil karya Seinia didominasi warna-warna kelam yang saling berkelindan dengan liukan warna bernuansa cerah. Bahkan, jika dicemati goresan warna dalam lukisan siswa kelas II SMK itu membentuk berbagai wujud, seperti manusia, monster, rangda, atau binatang mistis lainnya.
"Oleh karena itu, kami menilai karya Seinia itu memang layak ditampilkan dalam pameran tunggal, terutama yang dibuat pada 2011-2012," kata Jengki.
Sementara itu, Igo Blado selaku pemilik Warung Yayaa Artspace menilai karya Seinia tak kalah dengan karya perupa berpengalaman.
"Kebetulan Arstspace ini saya dedikasikan untuk seniman pemula yang sering kali mengalami kesulitan menggelar pameran tunggal," katanya.
Seinia sendiri menuturkan bahwa dia belajar melukis secara otodidak dan membuat karya seni berdasarkan "mood" yang sering kali muncul pada malam hari.
"Biasanya saya melukis pada jam 11 malam. Satu lukisan membutuhkan waktu 15 sampai 45 menit," kata anak kedua dari tiga bersaudara hasil pernikahan I Ketut Sudiarta dan Ni Wayan Kariani itu.
Ketut Sudiarta selaku orang tua mengaku selalu memenuhi kebutuhan anaknya dalam melukis, seperti kanvas, cat minyak, akrilik, dan bingkai.
"Untuk satu lukisan, tidak kurang dari Rp2 juta yang harus saya keluarkan. Bahkan, untuk memenuhi keinginan anak, saya rela menjual apa saja yang saya punya," kata pria yang bekerja sebagai pemandu wisata itu.
Dalam pameran tersebut Seinia dan timnya tidak mematok target penjualan. "Tetapi kalau ada pihak yang menginginkan, silakan saja dibeli dengan harga yang pantas untuk sebuah karya seni bercita rasa tinggi yang dihasilkan seniman pemula," kata Jengki menambahkan.
Dari 11 karya lukis yang dipamerkan, dua di antaranya tidak diperjualbelikan, yakni lukisan berjudul "Mencari Tumbal" dan "Wujud Kesempurnaan". "Kedua lukisan itu tidak bisa dihargai dengan uang karena saya buat melalui perenungan yang panjang," kata Seinia mengenai lukisan bernuansa mistis dan magis itu. (M038/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013