Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus pada Minggu menyatakan Rumah Sakit Al-Shifa di Jalur Gaza tidak lagi beroperasi sebagai fasilitas kesehatan karena jumlah kematian pasien yang meningkat.

“Sayangnya, rumah sakit tidak lagi berfungsi sebagai rumah sakit. Dunia tidak bisa tinggal diam ketika rumah sakit, yang seharusnya menjadi tempat berlindung yang aman, berubah menjadi tempat orang menemukan kematian, kehancuran dan keputusasaan,” kata Tedros dalam media sosial X.

Ia menekankan situasi di Rumah Sakit Al-Shifa sebagai mengerikan dan berbahaya, apalagi selama tiga hari terakhir, fasilitas tersebut tak memiliki pasokan listrik dan kekurangan air, serta konektivitas internet yang buruk.

Kondisi ini menyebabkan rumah sakit kesulitan memberikan perawatan penting, katanya.

Tragisnya, jumlah pasien yang meninggal telah meningkat secara signifikan, katanya, sembari mengulangi seruannya untuk gencatan senjata di wilayah kantong Palestina itu.

Israel melancarkan serangan udara dan darat tanpa henti di Jalur Gaza – termasuk terhadap rumah sakit-rumah sakit, tempat tinggal dan rumah ibadah – sejak Hamas melancarkan serangan lintas batas pada 7 Oktober 2023.

Sejak itu, jumlah kematian dalam serangan Israel telah melampaui 11.100 orang, termasuk lebih dari 8.000 perempuan dan anak-anak, kata kantor media pemerintah di Gaza pada Minggu.

Jumlah korban tewas di Israel hampir 1.200, menurut angka resmi Pemerintah Israel.

Sumber: Anadolu


Baca juga: Palestina peringatkan semua layanan komunikasi di Jalur Gaza bakal terhenti

Baca juga: Presiden Jokowi: RI akan lindungi WNI, termasuk RS Indonesia di Gaza

Baca juga: PBB tegaskan 'tidak ada tempat aman di Kota Gaza' sekalipun di rumah sakit

Baca juga: RS Indonesia di Jalur Gaza beroperasi dalam gelap akibat kehabisan bahan bakar

Baca juga: Kemenlu tegaskan RS Indonesia di Gaza dibangun untuk tujuan kemanusiaan

Pewarta: Shofi Ayudiana

Editor : Widodo Suyamto Jusuf


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023