Jamu adalah tanaman herbal yang tumbuh subur di bumi Indonesia yang luas tumbuh  berkat curah hujan yang tinggi dari Sabang sampai Merauke yang sudah ada sejak ribuan tahun  silam.

Potensi besar dalam bidang jamu menjadi salah satu kekayaan warisan leluhur yang menggunakan khasiat obat yang terkandung di dalamnya sebagai bagian dari hidup untuk makan, minum, menambah stamina, kecantikan dan suplemen kesehatan secara berkesinambungan.

"Masalahnya kemudian muncul menyangkut  tahap  penjualan (marketing)  bisa dilakukan dengan  penjualan langsung, agen, multi level marketing, dan  online marketing, kata Direktur Utama PT Karya Pak Oles Tokcer, sebuah perusahaan swasta nasional berbasis obat-obatan tradisional yang merupakan terbesar di Bali Dr Ir Gede Ngurah Wididana, MAgr dalam keterangan tertulisnya.

Ia mengungkapkan hal itu  ketika tampil sebagai salah seorang pembicara utama pada  Webinar   Sharing Knowledge "Pemanfaatan Ramuan Empiris Indonesia sebagai Proyek Diminati Masyarakat" yang digelar Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) yang melibatkan 250 peserta lintas provinsi di Indonesia,  baru-baru ini.

Alumnus Faculty Agriculture University of The Rtukyus Okinawa, Jepang (1987-1990)   yang sukses mentransformasi Lengis Arak Nyuh (minyak herbal fermentasi) dengan metode pengasapan di atas tungku dapur yang diekstrak dengan penyulingan menggunakan kendi  gerabah sebagai alat distilasi yang dilakukan oleh Dadong Bandung (nenek Pak Oles) semasa hidup selama 100 tahun antara tahun 1880-1980.

Dr Wididana menjelaskan, penelitian yang dilakukan untuk menemukan obat yang murah dan berkhasiat dengan menggunakan bahan herbal, jamu itu akhirnya menemukan formula Minyak Oles Bokashi, yang merupakan minyak fermentasi dari tanaman herbal.

Walaupun saat itu pemanfaatan jamu di dalam minyak masih sangat asing bagi masyarakat modern, namun Indonesia memiliki kekayaan budaya pada masyarakat generasi sebelumnya yang menggunakan berbagai minyak herbal untuk kesehatan, sebagai minyak urut, obat luka, obat sakit kulit, obat sakit perut, dan berbagai jenis penyakit lainnya tergantung dari ramuan rempah yang digunakan.

Dengan demikian secara perlahan-lahan masyarakat modern di Indonesia kembali mengingat dan memanfaatkan kekayaan budaya guna memanfaatkan minyak herbal bagi penyembuhan penyakit yang diderita.

Dimanfaatkan lintas generasi

Minyak  Oles Bokashi, minyak herbal asli Bali yang diluncurkan tahun 1997, atau 26 tahun yang silam diproses dengan teknologi Effective Microorganisms (EM) dari Jepang kini semakin mantap, eksis, kokoh dan dimanfaatkan masyarakat luas lintas generasi di pasaran lokal Bali, pasaran nasional dan mancanegara.

Produk andalan  yang memiliki multi khasiat itu sudah dimanfaatkan oleh empat generasi selama 26 tahun sejak tahun 1997, bahkan  semakin dekat dengan konsumen dan masyarakat Indonesia untuk memberikan banyak manfaat guna  mengatasi masalah kesehatan.

Khasiatnya tidak perlu diragukan lagi, apapun yang menjadi keluhan kesehatan bagi anggota keluarga masyarakat  sejahtera  Indonesia ingat  selalu Minyak Oles Bokashi  adalah  solusi yang tepat. 

Produk yang diolah dari berbagai jenis tanaman herbal berkhasiat obat yang dipelihara dan dirawat secara organik pada hamparan lahan kebun seluas tujuh hektar di Desa Bengkel, Busungbiu, Kabupaten Buleleng itu membantu meringankan pegal linu, meredakan bisul, gatal dan bengkak akibat gigitan serangga serta sebagai campuran mandi rempah untuk mengurangi bau tidak sedap.

Minyak  Bokashi  cocok sebagai minyak pijat bagi yang sering mengalami kaku otot dan pegal linu karena aktivitas berat dalam bekerja. Minyak Bokashi kaya manfaat berkat di dalamnya terkandung beragam ekstrak tanaman berkhasiat obat warisan nusantara.
 
Minyak Oles Bokashi tanpa efek samping telah  dimanfaatkan oleh lintas generasi diproses dengan teknologi canggih, ramah lingkungan berbasis teknologi EM  hasil temuan  Prof. Dr. Teruo Higa, guru besar University of Ryukyus Okinawa Jepang, tempat Pak Oles menuntut  pendidikan di negeri Sakura. 

Minyak Bokashi telah, sedang dan dirasakan manfaatnya  oleh empat generasi, dari kumpinya umur (0-5 tahun), cucunya (25-35 tahun), anaknya (umur 50-60 tahun), dan kakek kumpinya (umur 80-90 tahun).

Berani dobrak pasar

Dr. Wididana yang memiliki kantor cabang pemasaran produk Ramuan Obat-Obatan Tradisional maupun kantor pemasaran Effective Microorganisms (EM4) pertanian, EM4 Perikanan, EM4 peternakan dan EM4 limbah ke seluruh daerah di Indonesia.

"Kita harus berani  melawan untuk mendobrak  sutu produk  aroma terapy  yang beredar di pasar  produknya itu dari luar yakni Amerika,  China,  masuk ke Indonesia  melalui sistem online marketing  ada juga sistem multi lepel atau berjenjang ," tegas Dr. Wididana.

Keberanian mendobrak pasar jamu  demikian itu sangat penting, kalau Indonesia tidak siap dalam pemasaran jamu bisa mati di tempat, karena  jamu  istilahnya tidak tahu kehilangan arah atau malah mencampakkan.

Lebih-lebih  teknologi,  pengalaman keilmuan  tentang  jamu  yang dimiliki Indonesia harus diimbangi dengan keberanian  untuk  memainkan informasi  memanfaatkan  peluang  dan  menggerakkan ekonomi kreatif, melalui industri jamu .

Kekayaan budaya jamu Indonesia menurut Dr. Wididana dikenal sejak lebih dari 1.800 tahun silam, sebelum Kerajaan Salakanagara, sebuah kerajaan sangat makmur yang berarti negeri Perak di Kutai, Kalimantan Timur.

Pada sekitar tahun 130 dibawah kepemimpinan Dewawarman diperkirakan sebagai kerajaan Hindu Budha pertama di Indonesia. Pada abad IV kerajaan itu beralih ke pemimpin Taruma Negara terus Kalingga (abad VI), Sriwijaya (VII), Syailendra (abad VIII), Sunda (abad X), Majapahit (abad XIII) dan Malapura (abad abad XV) serta sejak abad XIII diteruskan oleh kerajaan Islam dalam bentuk kesultanan ke seluruh penjuru bumi nusantara.

Jamu dengan perjalanan sangat panjang itu menuntut semua pihak untuk dapat manfaatkan sebagai potensi besar dalam meningkatkan kesehatan masyarakat dan kemampuan dalam bidang ekonomi yakni menggerak dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional.

Pewarta: Ni Luh Rhismawati

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023