Denpasar (Antara Bali) - Beberapa akademisi di Bali menolak apabila mata pelajaran bahasa daerah masuk ke dalam kurikulum seni budaya dan prakarya karena dinilai mengikis nilai hidup bahasa lokal setempat.
     
"Kami menolak muatan lokal bahasa daerah masuk ke kurikulum seni budaya dan prakarya. Itu harus kita tolak karena akan mengurangi daya hidup bahasa daerah itu," kata Ketua Jurusan Sastra Bali, Fakultas Sastra Universitas Udayana, I Gede Nala Antara, pada Seminar Evaluasi Rencana Perubahan Kurikulum 2013 mengenai Penggabungan Bahasa Daerah Ke Dalam Seni Budaya yang digelar Himpunan Mahasiswa Jurusan Sastra Bali Fakultas Sastra Unud, di Denpasar, Rabu.
     
Menurut dia, alasan penolakan itu dilandasi oleh adanya kontradiksi karena muatan lokal itu merupakan salah satu mata pelajaran yang membentuk karakter generasi.
    
Nala yang menjadi salah satu pembicara dalam seminar itu mengungkapkan bahwa dengan dimasukkannya bahasa daerah ke kurikulum lain dan bergabung dengan seni budaya serta prakarya dinilai akan mempersempit upaya pelestarian kearifan lokal.
     
"Dengan semakin terkikisnya daya bahasa daerah itu akan menyebabkan bahasa daerah mati, maka kebudayaan daerah juga akan mati," ujar Ketua Badan Pembina Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali Unud itu.
     
Sementara itu pengamat sastra, Prof Nyoman Dharma Putra yang juga menjadi pembicara dalam seminar itu mengatakan bahwa meskipun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhammad Nuh sebelumnya menyatakan tidak akan menghapus mata pelajaran Bahasa Daerah, namun kritikus sastra itu menanyakan pertimbangan pemerintah yang tidak menyebutkan pelajaran muatan lokal itu secara eksplisit.(DWA/IGT/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2013