Jakarta (Antara Bali) - Pembuatan film atau syuting di rumah sakit dibolehkan sepanjang tidak mengganggu pelayanan dan keamanan pasien, kata Ketua Umum Masyarakat Hukum Kesehatan Indonesia M Nasser.
"Rumah sakit itu institusi publik bukan sesuatu yang sakral dimana untuk dipakai untuk kegiatan masyarakat. Syuting itu kegiatan masyarakat meskipun berbau komersial, jadi dibolehkan asal tidak mengganggu pelayanan kepada pasien," kata M Nasser saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Tanggapan Ketum MHKI tersebut ditujukan pada kasus kematian Ayu Tria Desiani (9), penderita leukimia (kanker darah), di Intensive Critical Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Anak dan Ibu Harapan Kita Jakarta, Rabu (26/12) yang pada saat itu, sinetron "Love in Paris" juga tengah melakukan pengambilan gambar di sana.
Menurut Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tersebut, mengenai kasus syuting sinetron di RSAB Harapan Kita harus dilihat secara proporsional. Apakah RSAB Harapan Kita telah memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang diterapkan.
Kalau Pasien sudah mendapatkan perawatan secara maksimal, sesuai SOP (standard operating procedure) yang berlaku sesuai dengan kondisi penyakit pasien maka tidak perlu dihukum. "Yang perlu dilihat apakah dalam pemberian izin maupun proses syuting sinetron itu , hak-hak pasien tidak terakomodasi, atau terlantar," kata dia.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Zainal Abidin mengatakan, kasus yang berkaitan dengan gangguan kenyamanan pasien di Rumah Sakit Harapan Kita terkait erat dengan kode etik.
"Kalau kita baca Kode Etik dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, misi utama lembaga itu adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada orang yang sakit atau pasien. Ada fungsi sosial di dalamnya," kata Zainal.
Berdasarkan kode etik dan undang-undang itu, Zainal mengatakan semua sarana dan prasarana rumah sakit harus difungsikan untuk mendukung kegiatan utamanya, yakni pelayanan kesehatan. "Mempromosikan pelayanan kesehatan di Indonesia adalah hal yg baik, tapi tidak boleh mengganggu pelayanan kesehatan," kata dia.
Tetapi, lanjut dia, tuntutan pihak keluarga pasien tidak menyinggung tentang pelayanan rumah sakit, lebih ke soal gangguan kenyamanan.
Meskipun demikian, Zainal menambahkan sikap IDI adalah tegas agar kasus serupa tidak terjadi lagi dengan mengimbau para produser film maupun sinetron untuk membuat prosedur yang baik terkait adegan mengenai rumah sakit, dokter, maupun yang berkaitan dengan kesehatan. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Rumah sakit itu institusi publik bukan sesuatu yang sakral dimana untuk dipakai untuk kegiatan masyarakat. Syuting itu kegiatan masyarakat meskipun berbau komersial, jadi dibolehkan asal tidak mengganggu pelayanan kepada pasien," kata M Nasser saat dihubungi di Jakarta, Senin.
Tanggapan Ketum MHKI tersebut ditujukan pada kasus kematian Ayu Tria Desiani (9), penderita leukimia (kanker darah), di Intensive Critical Care Unit (ICCU) Rumah Sakit Anak dan Ibu Harapan Kita Jakarta, Rabu (26/12) yang pada saat itu, sinetron "Love in Paris" juga tengah melakukan pengambilan gambar di sana.
Menurut Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) tersebut, mengenai kasus syuting sinetron di RSAB Harapan Kita harus dilihat secara proporsional. Apakah RSAB Harapan Kita telah memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang diterapkan.
Kalau Pasien sudah mendapatkan perawatan secara maksimal, sesuai SOP (standard operating procedure) yang berlaku sesuai dengan kondisi penyakit pasien maka tidak perlu dihukum. "Yang perlu dilihat apakah dalam pemberian izin maupun proses syuting sinetron itu , hak-hak pasien tidak terakomodasi, atau terlantar," kata dia.
Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr Zainal Abidin mengatakan, kasus yang berkaitan dengan gangguan kenyamanan pasien di Rumah Sakit Harapan Kita terkait erat dengan kode etik.
"Kalau kita baca Kode Etik dan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, misi utama lembaga itu adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada orang yang sakit atau pasien. Ada fungsi sosial di dalamnya," kata Zainal.
Berdasarkan kode etik dan undang-undang itu, Zainal mengatakan semua sarana dan prasarana rumah sakit harus difungsikan untuk mendukung kegiatan utamanya, yakni pelayanan kesehatan. "Mempromosikan pelayanan kesehatan di Indonesia adalah hal yg baik, tapi tidak boleh mengganggu pelayanan kesehatan," kata dia.
Tetapi, lanjut dia, tuntutan pihak keluarga pasien tidak menyinggung tentang pelayanan rumah sakit, lebih ke soal gangguan kenyamanan.
Meskipun demikian, Zainal menambahkan sikap IDI adalah tegas agar kasus serupa tidak terjadi lagi dengan mengimbau para produser film maupun sinetron untuk membuat prosedur yang baik terkait adegan mengenai rumah sakit, dokter, maupun yang berkaitan dengan kesehatan. (*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012