Gubernur Bali Wayan Koster mengusulkan penguatan tata kelola pariwisata tangguh bencana agar diatur dalam Rancangan Peraturan Daerah Penanggulangan Bencana yang sedang dibahas oleh DPRD provinsi setempat.
"Penguatan kapasitas melalui tata kelola pariwisata tangguh bencana itu untuk menjamin perlindungan masyarakat dan wisatawan," kata Koster dalam Pendapat Gubernur Bali terkait Raperda Penanggulangan Bencana di Denpasar, Senin.
Pendapat Gubernur Bali terkait raperda yang menjadi inisiatif DPRD Bali itu dibacakan oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dalam Sidang Paripurna DPRD Bali.
Menurut dia, berkembangnya industri pariwisata telah mendorong berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan rawan bencana yang berdampak pada meningkatnya risiko bencana.
Oleh karena itu untuk menjamin perlindungan masyarakat dan wisatawan, perlu penguatan kapasitas melalui tata kelola pariwisata tangguh bencana.
Baca juga: DPRD Bali minta Gubernur atasi krisis air bersih di Nusa Penida
"Tata kelola pariwisata tangguh bencana mencakup langkah-langkah pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan yang kolaboratif serta berkelanjutan sehingga perlu menjadi salah satu substansi penting yang diatur dalam Raperda Penanggulangan Bencana," ujarnya.
Selain soal tata kelola pariwisata tangguh bencana Koster juga menyampaikan masukan lainnya untuk menyempurnakan Raperda Penanggulangan Bencana yakni aspek legal drafting atau teknis penyusunan raperda.
Teknik penyusunan raperda agar mengacu pada teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Selanjutnya dalam raperda itu agar menjamin penyelenggaraan penanggulangan bencana secara inklusif termasuk mempertimbangkan pengarusutamaan gender, disabilitas dan sosial inklusi.
"Kemudian penting memasukkan substansi adaptasi perubahan iklim dalam Raperda Penanggulangan Bencana," kata Koster.
Baca juga: DPRD minta Gubernur Bali jaring pendapat masyarakat soal larangan mendaki
Ia mengatakan perkembangan peradaban manusia telah menyebabkan gangguan keseimbangan alam yang ditandai dengan adanya perubahan iklim.
"Secara nyata sudah dirasakan seperti suhu yang lebih panas, hujan ekstrim, dampak kekeringan semakin meluas dan jumlah bencana yang semakin meningkat," ujarnya.
Sebelumnya Tjokorda Gede Agung mewakili Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Bali mengatakan Raperda tentang Penanggulangan Bencana yang merupakan perda inisiatif dari Dewan setempat.
Raperda itu ditujukan untuk menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.
"Sebagai produk hukum daerah maka melalui raperda itu ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana sekaligus menghargai budaya lokal. Selain itu membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta," ujarnya.
Selanjutnya mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan. Kemudian juga diharapkan mengurangi atau menekan seminimal mungkin dampak yang ditimbulkan berupa kerusakan maupun kerugian material dan korban jiwa.
Terakhir dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana baik pra-bencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
"Penguatan kapasitas melalui tata kelola pariwisata tangguh bencana itu untuk menjamin perlindungan masyarakat dan wisatawan," kata Koster dalam Pendapat Gubernur Bali terkait Raperda Penanggulangan Bencana di Denpasar, Senin.
Pendapat Gubernur Bali terkait raperda yang menjadi inisiatif DPRD Bali itu dibacakan oleh Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati dalam Sidang Paripurna DPRD Bali.
Menurut dia, berkembangnya industri pariwisata telah mendorong berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di kawasan rawan bencana yang berdampak pada meningkatnya risiko bencana.
Oleh karena itu untuk menjamin perlindungan masyarakat dan wisatawan, perlu penguatan kapasitas melalui tata kelola pariwisata tangguh bencana.
Baca juga: DPRD Bali minta Gubernur atasi krisis air bersih di Nusa Penida
"Tata kelola pariwisata tangguh bencana mencakup langkah-langkah pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat dan pemulihan yang kolaboratif serta berkelanjutan sehingga perlu menjadi salah satu substansi penting yang diatur dalam Raperda Penanggulangan Bencana," ujarnya.
Selain soal tata kelola pariwisata tangguh bencana Koster juga menyampaikan masukan lainnya untuk menyempurnakan Raperda Penanggulangan Bencana yakni aspek legal drafting atau teknis penyusunan raperda.
Teknik penyusunan raperda agar mengacu pada teknik penyusunan Peraturan Perundang-undangan sesuai Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
Selanjutnya dalam raperda itu agar menjamin penyelenggaraan penanggulangan bencana secara inklusif termasuk mempertimbangkan pengarusutamaan gender, disabilitas dan sosial inklusi.
"Kemudian penting memasukkan substansi adaptasi perubahan iklim dalam Raperda Penanggulangan Bencana," kata Koster.
Baca juga: DPRD minta Gubernur Bali jaring pendapat masyarakat soal larangan mendaki
Ia mengatakan perkembangan peradaban manusia telah menyebabkan gangguan keseimbangan alam yang ditandai dengan adanya perubahan iklim.
"Secara nyata sudah dirasakan seperti suhu yang lebih panas, hujan ekstrim, dampak kekeringan semakin meluas dan jumlah bencana yang semakin meningkat," ujarnya.
Sebelumnya Tjokorda Gede Agung mewakili Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Provinsi Bali mengatakan Raperda tentang Penanggulangan Bencana yang merupakan perda inisiatif dari Dewan setempat.
Raperda itu ditujukan untuk menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh.
"Sebagai produk hukum daerah maka melalui raperda itu ditujukan untuk memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana sekaligus menghargai budaya lokal. Selain itu membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta," ujarnya.
Selanjutnya mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan. Kemudian juga diharapkan mengurangi atau menekan seminimal mungkin dampak yang ditimbulkan berupa kerusakan maupun kerugian material dan korban jiwa.
Terakhir dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam menghadapi bencana baik pra-bencana, saat tanggap darurat, dan pascabencana.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023