Jakarta (Antara Bali) - Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mempersiapkan teknologi Zero Delta Q (teknologi penyerapan air) yang lebih baik dibanding membangun sarana drainase konvensional untuk mengurangi risiko banjir.

"Prinsip zero Delta Q  adalah keharusan setiap bangunan tidak mengakibatkan bertambahnya debit air ke sistem saluran drainase atau sistem aliran sungai. Idealnya, setiap bangunan menyerap air hujannya masing-masing," kata perekayasa Pusat Teknologi Sumberdaya Lahan, Wilayah dan Mitigasi Bencana BPPT Budi Rahayu di Jakarta, Selasa.

Pada Workshop Pengurangan Risiko Banjir Jakarta Berbasis ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Partisipasi Masyarakat tersebut, Budi mengatakan, prinsip zero Delta Q atau "tak ada penambahan debit air" sesuai dengan PP no 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang wilayah Nasional di pasal 106.

Banjir, menurut dia, disebabkan oleh air yang tidak meresap ke tanah karena terlalu banyak melimpas ke selokan, sungai dan sistem drainase yang tak mampu menampung air hujan. Karena itu sangat penting dikembangkan teknologi peresapan air untuk masing-masing bangunan.

Teknologi zero Delta Q yang telah dikaji BPPT tersebut mencakup biopos (biopori plus pengomposan) untuk perumahan kota, lubang galian (jogangan) untuk perkampungan yang masih memiliki pekarangan luas, disain teknologi sumur resapan dan sumur injeksi untuk perkantoran dan pertokoan.

"Suatu lahan dengan tutupan alami hanya melimpaskan (run-off) air 10 persen, suatu lahan dengan permukaan kedap air 10-20 persen akan melimpaskan air 20 persen, lahan dengan permukaan kedap air 35-50 persen akan melimpaskan air 30 persen, sedangkan permukaan dengan 75-100 persen kedap air akan melimpaskan air 55 persen," katanya. (LHS/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012