Denpasar (Antara Bali) - Pakar hukum dan pers nasional Prof Dr Tjipta Lesmana mengingatkan media di dalam fungsinya menyebarluaskan informasi hendaknya tidak sampai diperalat oleh kepentingan sesaat.

"Media atau pers mempunyai fungsi yang sangat mulia sehingga semestinya dijalankan dengan penuh tanggung jawab dan etika," katanya saat menjadi pembicara pada bedah buku "Dimensi Etika dan Hukum Profesionalisme Pers, Mengaca Perkara Made Mangku Pastika vs Bali Post" di Denpasar, Senin.

Menurut akademisi dari Universitas Pelita Harapan itu, media seharusnya mengejar kebenaran dan keadilan, tidak boleh komproni dengan tindakan di luar hal tersebut. Hanya saja, realitanya kepentingan politik kerapkali berdampingan dengan media.

Media yang seharusnya menjadi mediator antara pemerintah dan rakyat, lanjut dia, di era global ini justru seringkali tidak puas dan tidak menjalankan peran tersebut, melainkan malah bergerak layaknya aktor politik.

"Etika dan moral pun seringkali dilabrak, tak hanya oleh sebagian besar masyarakat, termasuk juga oleh oknum insan media. Akibatnya, media menjadi bias dan terkooptasi. Padahal jika media sampai bias, akan membuat rakyat menjadi keliru dalam menerima informasi dan itu sangat fatal pengaruhnya," ucapnya pada acara yang digelar oleh Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Wamadewa (Unwar) itu.

Terkait praktik pilkada langsung yang akhirnya melahirkan pemimpin kurang tepat, Tjipta memandang hal itu juga karena media telah dibayar untuk kepentingan politik. "Zaman edan, semua menjadi pengejar uang. Hakim dan jaksa juga terkooptasi," katanya.

Sementara itu wartawan senior Jawa Post Husnun D Djuraid yang turut menjadi pembicara tidak menampik bahwa ruang redaksi media tidak dapat dikatakan steril dari kepentingan yang menyesuaikan dengan ciri khas media.

Mantan hakim Mahkamah Konstitusi Prof I Dewa Gde Palguna menekankan agar pers dapat menjaga tiga asas yakni kebaikan, kebenaran, dan keindahan untuk menjadikan pers benar-benar sebagai pilar demokrasi yang keempat.

"Memadukan wartawan dengan konsep pedagang itu tidak baik. Di rezim demokratis ini, memang ancaman idealisme media seringkali datang dari pemilik modal dan orang yang alergi perbedaan," kata Palguna yang juga akademisi Universitas Udayana.

Buku berjudul "Dimensi Etika dan Hukum Profesionalisme Pers, Mengaca Perkara Made Mangku Pastika vs Bali Post" ditulis oleh Prof Dr Samsul Wahidin, guru besar dari Universitas Merdeka, Malang. (LHS/T007)

Pewarta:

Editor : Masuki


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012