Khatib Jumari SP, MPd, mengajak umat Muslim senantiasa merajut harmoni melalui spirit Idul Fitri dan sekaligus menjelang Pemilu 2024 saat khutbah shalat Idul Fitri 1444 Hijriah di Lapangan Lumintang, Denpasar, Bali.
"Melalui spirit Idul Fitri ini, marilah kita saling menebar maaf, memperkuat persaudaraan karena memberi dan meminta maaf adalah sikap yang dianjurkan oleh Allah SWT," kata Jumari saat memberikan khutbah di Denpasar, Sabtu.
Terlebih, lanjut dia, menjelang tahun politik 2024, maka persatuan dan harmoni harus sama-sama diperhatikan oleh semua elemen bangsa hingga ke akar rumput.
"Kita bayangkan bagaimana kehidupan ini bisa harmoni, jika semua orang berada dalam perselisihan, dendam, ataupun amarah, yang tak berkesudahan?, Tentu sangat tidak nyaman. Apalagi, tidak lama lagi, bangsa Indonesia akan menghadapi Pemilu 2024," ujar Jumari yang juga Rektor Sekolah Tinggi Agama Islam Denpasar itu.
Menurut dia, perlu diwaspadai potensi perpecahan, permusuhan, dan pertikaian, baik di kalangan umat Islam, maupun dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara.
Baca juga: KPU Bali tetapkan tiga juta pemilih sementara untuk Pemilu 2024
"Hal ini akan berakibat melemahnya kekuatan, dan persaudaraan, baik ukhuwah Islamiyah (persaudaraan se-agama), ukhuwah wataniyah (persaudaraan sebangsa, dan setanah air), bahkan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama umat manusia)," ujarnya.
Dalam menyikapi suasana kontestasi politik ini, Jumari menyampaikan setidaknya ada lima adab utama yang perlu dijaga, yakni pertama, bersikap kritis terhadap setiap informasi.
"Awal dari disharmoni sosial adalah ketika akal sehat tak berfungsi dengan baik yakni dalam mengelola informasi (berita). Apakah benar atau bohong (hoaks)? Jika benar, apakah baik disebarkan? Jangan mudah percaya tanpa klarifikasi, perlu disaring sebelum di-sharing, atau didiamkan saja," katanya.
Kedua, menjadi pendamai dalam pertikaian. Jika ada pihak yang bertikai, seharusnya, ada yang mendamaikan dengan adil agar jangan sampai terjadi benturan sosial. Hal ini dapat dilakukan oleh para ulama yang istiqamah.
Baca juga: KPU Bali temukan 27.000 pemilih pemula belum rekam KTP
Ketiga, jangan suka mengolok-olok. "Rasulullah Muhammad SAW juga bersabda apabila ada dua orang, yang saling mencaci-maki, maka cacian yang diucapkan oleh keduanya itu, dosanya akan ditanggung oleh orang yang memulai, selama orang yang dizalimi itu tidak melampaui batas," ujarnya.
Keempat, jangan mudah berburuk sangka. Manakala tidak suka pada seseorang, biasanya segala sesuatu yang dikerjakannya akan terlihat buruk.
Kelima, jangan merasa paling mulia. "Simpul keharmonisan sosial adalah saling menghargai dan memahami perbedaan dan bukan merendahkan. Berbeda itu naluriah manusia yang Allah titipkan bagi semesta agar terjadi dinamika dan kompetisi dalam kebaikan," ujar Jumari.
Shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang diikuti sekitar 3.000 umat Muslim di Kota Denpasar itu berlangsung tertib dan khidmat, dengan Ustadz Abdurrahman S.Ag selaku imam yang memimpin shalat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023
"Melalui spirit Idul Fitri ini, marilah kita saling menebar maaf, memperkuat persaudaraan karena memberi dan meminta maaf adalah sikap yang dianjurkan oleh Allah SWT," kata Jumari saat memberikan khutbah di Denpasar, Sabtu.
Terlebih, lanjut dia, menjelang tahun politik 2024, maka persatuan dan harmoni harus sama-sama diperhatikan oleh semua elemen bangsa hingga ke akar rumput.
"Kita bayangkan bagaimana kehidupan ini bisa harmoni, jika semua orang berada dalam perselisihan, dendam, ataupun amarah, yang tak berkesudahan?, Tentu sangat tidak nyaman. Apalagi, tidak lama lagi, bangsa Indonesia akan menghadapi Pemilu 2024," ujar Jumari yang juga Rektor Sekolah Tinggi Agama Islam Denpasar itu.
Menurut dia, perlu diwaspadai potensi perpecahan, permusuhan, dan pertikaian, baik di kalangan umat Islam, maupun dalam kehidupan berbangsa, dan bernegara.
Baca juga: KPU Bali tetapkan tiga juta pemilih sementara untuk Pemilu 2024
"Hal ini akan berakibat melemahnya kekuatan, dan persaudaraan, baik ukhuwah Islamiyah (persaudaraan se-agama), ukhuwah wataniyah (persaudaraan sebangsa, dan setanah air), bahkan ukhuwah insaniyah (persaudaraan sesama umat manusia)," ujarnya.
Dalam menyikapi suasana kontestasi politik ini, Jumari menyampaikan setidaknya ada lima adab utama yang perlu dijaga, yakni pertama, bersikap kritis terhadap setiap informasi.
"Awal dari disharmoni sosial adalah ketika akal sehat tak berfungsi dengan baik yakni dalam mengelola informasi (berita). Apakah benar atau bohong (hoaks)? Jika benar, apakah baik disebarkan? Jangan mudah percaya tanpa klarifikasi, perlu disaring sebelum di-sharing, atau didiamkan saja," katanya.
Kedua, menjadi pendamai dalam pertikaian. Jika ada pihak yang bertikai, seharusnya, ada yang mendamaikan dengan adil agar jangan sampai terjadi benturan sosial. Hal ini dapat dilakukan oleh para ulama yang istiqamah.
Baca juga: KPU Bali temukan 27.000 pemilih pemula belum rekam KTP
Ketiga, jangan suka mengolok-olok. "Rasulullah Muhammad SAW juga bersabda apabila ada dua orang, yang saling mencaci-maki, maka cacian yang diucapkan oleh keduanya itu, dosanya akan ditanggung oleh orang yang memulai, selama orang yang dizalimi itu tidak melampaui batas," ujarnya.
Keempat, jangan mudah berburuk sangka. Manakala tidak suka pada seseorang, biasanya segala sesuatu yang dikerjakannya akan terlihat buruk.
Kelima, jangan merasa paling mulia. "Simpul keharmonisan sosial adalah saling menghargai dan memahami perbedaan dan bukan merendahkan. Berbeda itu naluriah manusia yang Allah titipkan bagi semesta agar terjadi dinamika dan kompetisi dalam kebaikan," ujar Jumari.
Shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang diikuti sekitar 3.000 umat Muslim di Kota Denpasar itu berlangsung tertib dan khidmat, dengan Ustadz Abdurrahman S.Ag selaku imam yang memimpin shalat.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2023