Tiga hari berturut-turut atau sejak meletusnya Tragedi Kanjuruhan, setiap malam di Kota Surabaya dipenuhi lilin-lilin menyala.
Insiden di Stadion Kanjuruhan terjadi pada Sabtu (1/10) malam seusai pertandingan Arema FC melawan Persebaya. Besoknya, Minggu, puluhan suporter berkumpul, menyalakan lilin dan berdoa di Taman Apsari di Jalan Gubernur Suryo Surabaya.
Senin (2/10) malam, giliran ribuan orang, yang mayoritas suporter Persebaya, berkumpul, berdoa dan menyalakan lilin di trotoar kawasan Tugu Pahlawan di sisi Jalan Pahlawan.
Selasa (3/10) malam, kembali ribuan orang berbagai elemen berkumpul. Mereka berdoa dan menyalakan lilin di halaman Balai Kota Surabaya, di Jalan Sedap Malam.
Setelah itu, Rabu (4/10) malam, doa dilakukan perwakilan suporter Persebaya, Bonek Mania, langsung di halaman Stadion Kanjuruhan di Kabupaten Malang.
Tidak banyak memang, karena hanya perwakilan yang datang. Ada yang berkaos hitam bertuliskan Persebaya, ada juga berjaket hijau tanda kebesaran "Bajul Ijo".
Di bawah patung kepala singa di halaman stadion, perwakilan Bonek Mania diterima dengan baik oleh pentolan-pentolan Aremania, julukan suporter Arema FC.
Mereka berangkulan dan bergandengan. Pemandangan yang tidak pernah terlihat sejak puluhan tahun lalu. Bonek Mania dan Aremania adalah dua kelompok suporter terbesar yang memiliki rivalitas tinggi. Sangat tinggi malahan.
Rasanya menjadi hal yang mustahil, seragam hijau (Bonek) bersatu dengan seragam biru (Aremania). Tapi kini, di bawah balutan merah putih, hijau dan biru disatukan.
Di hadapan ribuan Aremania yang sedang menggelar tahlil, perwakilan Bonek Mania diberi waktu memberi sambutan. Kalimat demi kalimat disampaikan. Dan diakhiri "Salam Satu Jiwa, Salam Satu Nyali, Wani".
Benar-benar pemandangan yang membuat bulu kuduk berdiri. Merinding bukan karena takut ada sesuatu tak kasat mata, tapi merinding karena kebersatuan mereka. Bonek Mania dan Aremania.
Warga Malang lainnya, terutama yang datang saat doa bersama pada Rabu malam, terlihat semringah dengan pemandangan tersebut. Tak sekadar saling sapa dan bersalaman, mereka bergantian meminta foto dengan perwakilan Bonek Mania.
Kembali, pemandangan yang semula tak terbayangkan itu terjadi. Fakta dan nyata. Aremania berfoto bersama Bonek Mania. Saling mengangkat syal dan bertukar salam kebesaran.
Sejatinya, suporter-suporter sepak bola di Tanah Air memiliki tujuan sama, yaitu memberi semangat kepada tim kesayangan untuk terus berjuang di lapangan dan menang.
Di belakang pagar tribun, mereka tak berhenti bernyanyi, berjingkrak dan berteriak.
Bagi tuan rumah, hasil imbang berarti kalah. Sebab, dukungan dan kehadiran "pemain ke-12" atau suporter harus bisa mengangkat performa dan berupaya untuk menang.
Hasil akhir tak sesuai harapan? Wajar saja. Sebab setiap pertandingan pasti ada yang menang dan ada yang kalah. Kalau bukan saat putaran final, ada hasil imbang. Yaitu, tak ada tim kalah dan tidak ada tim menang.
Para suporter sepakat rivalitas hanya 90 menit atau 2x45 menit sesuai waktu pertandingan. Setelah wasit meniup peluit panjang, mereka kembali bersaudara. Begitulah idealnya.
Tragedi Kanjuruhan memang menakutkan. Insiden di Malang sangat memprihatinkan. Ratusan nyawa melayang dan ratusan orang lainnya kini sedang berjuang melawan sakit. Mereka terbaring lemas tak berdaya dan berharap doa untuk kesembuhan.
Di balik peristiwa pasti ada hikmah. Mungkin, ini salah satu hikmahnya. Bonek Mania dan Aremania yang sepertinya sulit disatukan, kini mengarah ke persaudaraan.
Bonek Mania dan Aremania bersatu. Duduk satu tribun. Beradu karya dan kreasi bernyanyi di dalam stadion.
Momen kerukunan
Beberapa pekan sebelum peristiwa 1 Oktober 2022, kelompok suporter Persib Bandung (Bobotoh), juga mencatatkan sejarah, yaitu duduk di tribun Stadion Kanjuruhan Malang.
Saat itu, 11 September 2022, Arema FC melawan tamunya Persib Bandung. Hasil akhirnya, tuan rumah kalah dengan skor 1-2.
Bobotoh dan Aremania sebelumnya juga rival. Tak saling berkunjung di stadion. Tapi, kini sudah tidak lagi. Kelompok suporter lainnya, The Jack, juga dikenal memiliki rivalitas tinggi dengan Bobotoh.
The Jack adalah pendukung Persija Jakarta. Dulu, bersaudara dengan Aremania, tapi tak sefrekuensi dengan Bobotoh dan Bonek Mania. Lalu sebaliknya, Bobotoh adalah sahabat sejati Bonek Mania. Intinya, The Jack dan Aremania bersaudara.
Begitu juga Bobotoh dan Bonek Mania. Kini, sejak peristiwa di Kanjuruhan, seluruh suporter se-Indonesia disatukan. Setiap malam di berbagai daerah kelompok suporter berdoa bersama.
Ke depan, sisa-sisa permusuhan itu harus lenyap dan aura-aura kebencian menghilang. Setiap pertandingan, dua kelompok suporter saling bertemu dan berada di satu atap stadion.
Sepak bola kembali
Dengan tidak mengurangi rasa hormat dan perhatian, kita semua ingin sepak bola yang sudah mulai dicintai oleh kaum hawa dan anak-anak, kembali bergairah.
Setelah nanti kasus di Kanjuruhan terungkap dan tim berwenang berhasil mengusut tuntas, sepak bola bisa kembali bergulir.
Banyak keluarga yang mengharapkan nafkah dari hasil keringat sang kepala keluarga sebagai pemain bola. Sebagai pesepakbola profesional, pekerjaannya adalah bermain bola di lapangan hijau.
Para pelatih, ofisial manajemen dan staf seluruh tim sepak bola di Tanah Air di berbagai level tak ingin terhenti pekerjaannya, lalu menganggur.
Jangan dilupakan para wasit dan perangkat pertandingan, petugas stadion dan lapangan, tim keamanan dan lainnya.
Bahkan, para pedagang makanan, minuman, suvenir dan apapun itu yang menggantungkan nafkahnya di lapangan hijau juga berharap agar pertandingan sepak bola tetap bergulir.
Mereka masih butuh makan untuk hidup dan berusaha menghidupi keluarganya. Harapannya, kasus ini tuntas dan selesai dengan hasil sesuai harapan. Apapun keputusan tim berwenang, itulah yang terbaik.
Semoga feredasi sepak bola kita, PSSI, juga baik-baik saja. Semoga tak ada hukuman dari federasi sepak bola dunia. Ingat, tahun depan Indonesia adalah tuan rumah Piala Dunia U-20.
Timnas Indonesia ada di situ. Lalu, Marselino Ferdinan dan kawan-kawan juga tercatat lolos ke putaran final Piala Asia 2023. Bahkan, Timnas Senior pun juga lolos ke putaran final Piala Asia tahun depan.
Dan sekarang, pekan ini, Timnas U-17 sedang berjuang di ajang Piala Asia 2023 untuk kelompok umur yang sama. Iqbal, Hanif, Kaka, Figo, Crespo, sedang berusaha sekuat tenaga menampilkan permainan terbaik demi melebarkan kepakan sayap garuda ke kancah sepak bola internasional.
Harapan bersama, jangan sampai ada denda yang menyesakkan. Di bawah asuhan Shin Tae-yong, Timnas Indonesia mulai menunjukkan kualitasnya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Lilin-lilin perdamaian demi "Salam Satu Nyali, Salam Satu Jiwa"
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022