Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) satuan kerja Bappenas RI berkolaborasi dengan warga Bali khususnya kawasan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung untuk budidaya rumput laut melalui Coral Reef Rehabilitation and Management Program–Coral Triangle Initiative (COREMAP-CTI).
"Awalnya kami pengemasannya itu kampungan ya, jadi tidak paham desain atau pemberian merek, nah Coral Triangle Center (eksekutor COREMAP-CTI) hadir membantu selama kurang lebih setahun," kata I Nyoman Sudiatmika (39) selaku ketua kelompok Good Story Farm di Klungkung, Selasa.
Sudiatmika yang awalnya petani rumput laut akhirnya beralih menjadi pemilik UMKM produsen sabun mandi, sabun cuci tangan, dan yang paling laku sabun cuci piring, yang mampu diproduksi 100 liter per hari.
Baca juga: Pemerintah Jepang kagumi "TOSS Center" Klungkung"Produksi sabun cuci piring sehari 100 liter untuk menjadi 600 botol dan dijual Rp10.000 Ini berkat binaan, kami bisa menaikkan harga dari yang sebelumnya Rp8.000," ujarnya kepada media.
UMKM dari hasil budidaya rumput laut milik Sudiatmika itu kini di distribusi untuk seluruh kawasan Nusa Lembongan-Nusa Penida, utamanya untuk kebutuhan hotel yang kembali dipenuhi wisatawan, pun juga ia menjual produknya hingga lintas dataran ke Kota Denpasar.
Warga binaan ICCTF lainnya adalah Wayan Sariwaningsih (46), ibu ketua KWT Sari Segara yang bersama tujuh anggota kelompok memproduksi kerupuk rumput laut sejak 2018.
"Ini produksinya manual, kalau satu bungkus seperempat kilogram Rp15.000, sehari dua orang saja bisa hasilkan 5 kilogram," kata Sariwaningsih di Klungkung.
Senada dengan pemilik UMKM sabun cuci tangan, Sariwaningsih mengaku usahanya terbantu sejak bergabung dalam program COREMAP-CTI penghujung tahun lalu.
"Ada perubahan artinya lebih bisa naikkan harga. Mudah-mudahan kita bisa memproduksi lebih banyak kalau alatnya sudah ada dan yang lebih canggih," katanya.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif ICCTF Tonny Wagey mengatakan dalam proyek yang didukung oleh Asian Development Bank (ADB) ini berusaha memberikan dampak besar dalam waktu singkat.
"Kalau bicara proyek itu pendek, 2 tahun habis, kuncinya adalah bagaimana agar bisa diterima masyarakat. Misal mereka sukses tapi lebih bagus kalau ada alat itu bukan di kita, tapi melalui swasta atau pemerintah daerah," kata Tonny.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022