Denpasar (Antara Bali) - Kalangan DPRD Bali mempertanyakan proses perizinan pemanfaatan Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai di kawasan Suwung, Denpasar Selatan, yang diberikan gubernur kepada PT Tirta Rahmat Bahari karena dinilai tidak ada koordinasi.

"Legislatif dan eksekutif seharusnya ada kerja sama yang baik. Jangan pengajuan izin prinsip itu diberikan langsung dari Dinas Kehutanan ke Gubernur tanpa melibatkan DPRD sama sekali. Ini berarti ada kebijakan yang lolos," kata Ketua Komisi III DPRD Bali I Gusti Made Suryantha Putra saat dengar pendapat dengan pihak Dishut Bali di gedung dewan setempat, di Denpasar, Senin.

Dia mengingatkan agar eksekutif tidak kemudian minta fatwa ke DPRD setelah ada ribut-ribut terkait perizinan Tahura Ngurah Rai.

Seperti diketahui, PT Tirta Rahmat Bahari mendapat izin prinsip selama 55 tahun untuk pengusahaan pariwisata alam pada blok pemanfaatan Tahura Ngurah Rai yang luas keseluruhan arealnya 102,22 hektare itu.

Suryantha mengatakan, walaupun dalam aturan UU Kehutanan maupun Peraturan Pemerintah terkait hal itu tidak mensyaratkan rekomendasi dewan untuk izin prinsip Tahura, tetapi semestinya  setiap kebijakan yang menyangkut publik harus berdasarkan kajian yang terintegrasi dengan DPRD. "Jangan dilihat dari sisi yuridis dan ekologis saja, pertimbangkan juga sisi sosial budaya dan politisnya," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya menyatakan terkejut atas adanya kontrak Tahura sampai 55 tahun itu. "Apa kontraknya ada nominal-nominal tertentu dalam rentang berkala?" ujarnya mempertanyakan.

Terhadap persoalan tersebut, pihaknya akan melakukan kajian dengan melibatkan LSM dan kalangan akademisi.(LHS/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012