Direktur Pemberitaan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Akhmad Munir mengatakan langkah menurunkan angka ketengkesan/stunting di Indonesia memerlukan kolaborasi dari peran banyak pihak mulai dari pemerintah, akademisi, perusahaan swasta, hingga media massa.

"Pemangku kepentingan banyak, ada pemerintah, masyarakat, akademisi, dan perusahaan-perusahaan swasta. Ketika tulisan menyentuh terhadap kepentingan pemerintah, maka pemerintah yang kita dorong untuk mempercepat solusi terkait dengan stunting ini," ujarnya dalam konferensi pers Apresiasi Karya Jurnalistik Japfa di Jakarta, Selasa.

Munir mengungkapkan angka stunting di Indonesia terbilang tinggi berada pada level 24 persen dan ditargetkan turun ke angka 14 persen pada tahun 2024.

Baca juga: Ketua PKK Bali minta kader untuk aktif cegah ketengkesan

Menurutnya, pemerintah melakukan akselerasi ambisius untuk menurunkan angka stunting itu melalui alokasi pendanaan sebesar Rp44 triliun dengan rincian Rp34 triliun melalui program pemerintah pusat dan sisanya Rp10 triliun melalui program pemerintah daerah.

"Agenda stunting tidak bergeser dari 10 agenda nasional tahun ini. Oleh karena itu, inilah kesempatan yang baik bagi wartawan untuk mengeksplorasi terkait stunting di Indonesia," kata Munir.

Stunting masih menjadi program prioritas bersama program lain, seperti Presidensi G20, transformasi digital, perubahan iklim, pemulihan ekonomi, penanganan COVID-19 dan masalah di Papua.

Ia berpesan bahwa ruang stunting terbuka lebar bagi para wartawan untuk melakukan eksplorasi, mengunjungi wilayah-wilayah yang masih banyak kasus stunting, melakukan berbagai observasi dan riset, hingga melakukan pendalaman dengan para ahli maupun pakar.

Apabila wartawan semakin banyak mengeksplorasi terhadap materi-materi stunting dan semakin mendalami isu itu, maka tulisan-tulisan yang dimuat di media massa akan memiliki poin yang tinggi.

Baca juga: Wagub Bali minta BKKBN terus maksimalkan koordinasi tekan "ketengkesan"

"Di sini dibutuhkan sebuah kemampuan komprehensif dari wartawan, kemampuan melakukan riset, kemampuan melakukan observasi, kemampuan melakukan pendalaman berbicara dengan narasumber dan pakar, serta kemampuan untuk melakukan kolaborasi. Stunting bukan hanya persoalan pemerintah, peneliti, perusahaan swasta, ataupun media, tetapi persoalan kita semua," ucap Munir.

Pewarta Foto Kantor Berita Reuters Beawiharta mengatakan bahwa berita buruk adalah berita baik bagi media massa. Namun, menjadi wartawan harus memiliki tanggung jawab sosial dalam arti bila melepas foto atau berita harus berpikir efek yang ditimbulkan terhadap publik yang melihat atau membaca berita itu.

"Makin dramatis fotonya, makin jelek ceritanya, itu artinya makin bagus beritanya. Tapi sesungguhnya menjadi wartawan itu kita punya apa yang disebut tanggung jawab sosial," kata Beawiharta.

Dalam kasus stunting, ungkapnya, fotografer otomatis merujuk dan mengekspose kepada anak-anak dengan fisik kurus dan tumbuh kembang mereka tidak sempurna karena stunting. Padahal ada banyak sudut pandang yang bisa diambil secara visual dalam upaya mencegah stunting, seperti berbagai sosialisasi di posyandu hingga kegiatan para peternak yang menyiapkan hewan-hewan untuk dikonsumsi.

Seperti diketahui, media massa berperan dalam proses pembangunan melalui posisinya sebagai agen perubahan. Isu stunting yang kini masih menjadi tantangan di Indonesia memerlukan jembatan dari media massa untuk menyampaikan pesan, pemikiran, harapan, dan pembelajaran bagi semua pihak agar dapat berkolaborasi dalam menurunkan angka stunting secara signifikan.

Baca juga: Wali Kota Denpasar lantik TPPS percepat turunkan kasus gizi buruk


AKJJ 2022
Dalam kesempatan itu, Munir menambahkan, para wartawan juga bisa turut mengikutkan tulisan ataupun yang telah dibuat ke perlombaan karya tulis agar dapat dijadikan sebagai bahan pemikiran bagi para pemangku kepentingan.

Salah satunya seperti lomba jurnalis bertajuk Apresiasi Karya Jurnalistik JAPFA (AKJJ) 2022 yang diselenggarakan oleh PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk dan dibuka mulai 14 Juni 2022 hingga 10 September 2022.

“Pesan utama dari lomba ini adalah kita harapkan bukan mencari masalah tanpa solusi, tidak mengeksplor masalah tanpa menjawab. Tetapi yang diharapkan dari lomba ini adalah mengeksplor dan mendalami konteks stunting untuk dicarikan solusi yang memberikan manfaat pada masyarakat, karena persoalan anak gagal tumbuh bukan hanya masalah pemerintah, PT JAPFA atau wartawan saja, tapi menjadi urusan kita semua,” ucap Munir.

Sebagai pihak penyelenggara, Direktur Corporate Affairs JAPFA Rachmat Indrajaya mengatakan, kegiatan AKJJ Tahun 2022 ini merupakan salah satu bentuk apresiasi pada jurnalis yang berperan penting dalam menyajikan pemberitaan terkait stunting.

Rachmat berharap lewat karya jurnalistik tersebut, semua pihak terkait mampu mengetahui titik permasalahan beserta solusi penyelesaian stunting pada anak yang tepat sesuai dengan kondisi riil yang terjadi di Indonesia. Utamanya, sejak sebelum ibu memasuki masa kehamilan melalui perbaikan asupan gizi.

"Kami juga akan terus mendukung upaya pemerintah dalam menurunkan angka stunting di antaranya melalui kegiatan JAPFA for Kids dan POSYANDU berdaya. Kegiatan AKJJ ini merupakan wujud komitmen kami dalam mendukung pencegahan stunting melalui upaya edukasi dan sosialisasi," kata Rachmat.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: LKBN ANTARA dorong media dukung pemerintah turunkan angka stunting

Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: ANTARA: Media massa punya peran menurunkan angka stunting di Indonesia

Pewarta: Sugiharto Purnama

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022