Delegasi asing peserta Sesi Ke-7 Platform Global untuk Pengurangan Risiko Bencana (GPDRR) saat sesi studi lapangan (field trip) di Karangasem dan Klungkung, Sabtu, mempelajari kearifan lokal masyarakat Bali dalam menghadapi bencana.

Dari kunjungan ke dua tempat itu, yang merupakan penutup pertemuan GPDRR 2022 di Bali, para delegasi memperoleh pengetahuan mengenai pentingnya melestarikan kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat dalam memperkuat aksi kesiapsiagaan bencana.

Wakil Bupati Karangasem I Wayan Artha Dipa saat menerima kedatangan para delegasi menjelaskan masyarakat adatnya punya satuan tanggap bencana yang disebut Pasebaya Agung.

Pasebaya Agung yang terbentuk dari inisiatif masyarakat adat punya peran penting dalam membantu evakuasi dan meningkatkan kesadaran warga terhadap bencana letusan gunung api, yaitu Gunung Agung.

Baca juga: Bali manfaatkan kearifan lokal perkuat kesiapsiagaan bencana
Baca juga: Bupati Tabanan dukung SE Gubernur Bali tentang Kearifan Lokal

“Keterlibatan berbagai relawan khususnya Pasebaya Agung yang terbentuk saat erupsi (Gunung Agung) pada 2017 sangat membantu meningkatkan kesadaran dan kedisiplinan masyarakat, ditambah budaya lokal yang dimiliki masyarakat sehingga mempermudah mitigasi dan evakuasi,” kata Artha Dipa ke para delegasi di Pura Agung Besakih, Karangasem, Bali.

Ia lanjut menyampaikan kebijakan kesiapsiagaan dan penanganan bencana harus melibatkan seluruh pihak termasuk pemerintah, pelaku usaha, organisasi masyarakat, akademisi, dan kelompok relawan seperti Pasebaya Agung.

Dalam kesempatan berbeda, Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Karangasem Ida Ketut Arimbawa menjelaskan dari total 13 ancaman bencana di Bali, 11 di antaranya ada di Karangasem.

Sebanyak 11 ancaman bencana itu, di antaranya gempa bumi, letusan gunung api, banjir bandang, cuaca ekstrem, gelombang ekstrem, abrasi, kebakaran hutan, kekeringan, tanah longsor, Tsunami, dan pandemi atau wabah penyakit.

Usai mengunjungi Pura Agung Besakih, delegasi juga mendatangi Kertagosa di Klungkung.

Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta juga menjelaskan kesiapan daerahnya dalam menghadapi bencana.

Baca juga: BNPB ajak belajar "Semangat Puputan" Klungkung untuk tangani bencana
Baca juga: Akademisi Unhi harapkan PHDI Bali perkuat Hindu dan kearifan lokal

Di sekitar area Kertagosa, Suwirta menjelaskan ada empat jalur yang berfungsi sebagai jalur evakuasi Tsunami dan letusan gunung api.

“Bila terjadi Tsunami, masyarakat menuju ke gunung, sementara jika gunung meletus, masyarakat turun ke bawah,” kata Suwirta.

Ia juga menyampaikan Klungkung merupakan daerah pusat pengungsi bagi warga di sekitar daerah rawan letusan gunung api.

“Ini terbukti saat Gunung Agung meletus, Klungkung jadi tempat penyangga (bagi pengungsi),” kata Bupati Klungkung.

Sementara itu, salah satu delegasi, Delvina dari Care International menyampaikan ia sepakat bahwa kearifan lokal perlu jadi sorotan dalam upaya memperkuat kesiapsiagaan bencana.

“Kita harus siap dari tingkat komunitas,“ kata Delvina, delegasi dari Timor Leste, saat ditemui di Kertagosa, Klungkung, Sabtu.


 

Pewarta: Genta Tenri Mawangi

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022