Akademisi dari Universitas Hindu Indonesia (Unhi) Denpasar Dr I Putu Sarjana mengharapkan program kerja dari calon pengurus Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali periode 2022-2027, dapat memperkuat agama Hindu yang menjunjung kearifan lokal.
"Jajaran pengurus PHDI Bali mesti memahami latar belakang sejarah Hindu di Indonesia yang sudah benar-benar menyatu dengan tradisi dan kearifan lokal," kata Sarjana di Denpasar, Selasa.
Menurut Sarjana, agama Hindu di Bali berbeda dengan Hindu di daerah lain, termasuk dengan Hindu di India, karena sudah terjadi pelokalan nilai-nilai ajaran Hindu.
Baca juga: Menag ajak umat Hindu aktualisasi Tattwam Asi pada Nyepi
"Spirit yang sudah diwarisi sejak zaman Markandeya, Mpu Kuturan, sampai pada kedatangan Dang Hyang Nirartha harus dijaga," ucap mantan Dekan Fakultas Ilmu Agama, Seni dan Budaya Unhi Denpasar ini.
Dia menambahkan para tokoh atau orang suci tersebut sudah membangun tatanan Hindu Bali yang kuat. Termasuk para cendekiawan Hindu sebelumnya yang telah berjuang merumuskan kembali Hindu Bali agar bisa diterima menjadi agama resmi negara.
"Kita tidak boleh mengkhianati leluhur Bali yang telah mewarisi tatanan keagamaan yang sangat luar biasa. Tugas PHDI adalah menjaga itu. Keunikan Hindu di Indonesia justru karena ekspresi keagamaannya yang berbasis pada budaya etnik," ucapnya.
Dengan demikian, Hindu melindungi keanekaragaman kearifan lokal di Indonesia. "Kita mesti mempertahankan identitas Hindu Dayak, Hindu Kaharingan, Hindu Bali, Hindu Jawa, bahkan Hindu Papua," ujarnya.
Terkait rencana pelaksanaan Lokasabha VIII untuk memilih pengurus baru PHDI Bali periode 2022-2027 pada 8 April 2022, diharapkan akan menjadi momentum penting dalam upaya mengurai benang kusut di internal organisasi akibat kisruh "sampradaya" yang berkembang selama ini.
Baca juga: Nyepi dan perang melawan ego sosial
Menurut dia, perpecahan yang terjadi selama ini harus dicarikan solusi terbaik. Di sini peran pengurus PHDI yang baru sangatlah strategis.
Putu Sarjana mengaku siap berkontribusi (ngayah) dalam untuk umat Hindu dan melakukan pembenahan di internal organisasi PHDI.
Sebagai akademisi yang mendalami bidang agama dan kebudayaan, ia merasa terpanggil ikut serta membenahi organisasi keumatan ini. Menurut dia, akademisi mesti bebas dari kepentingan apapun dan independen dalam menjalankan program dan agenda kerja organisasi.
"Sebagai umat Hindu, kita mesti punya semangat mempersatukan umat sebagaimana Mpu Kuturan menyatukan aliran dan sekte-sekte yang berkembang di Bali. Pengurus PHDI baik di pusat maupun di daerah harus solid," katanya.
Selain itu, ujar dia, persoalan lain yang mesti menjadi perhatian juga terkait peningkatan mutu sumber daya umat Hindu agar benar-benar bisa bersaing dalam kompetisi global.
Kemudian, masalah ekonomi umat Hindu. Apalagi di Bali, sejak pandemi COVID-19 melanda, banyak umat Hindu yang kehilangan pekerjaan, karena hampir 80 persen mengandalkan sektor pariwisata.
Persoalan ekonomi umat Hindu bisa memicu munculnya masalah-masalah yang lain seperti konflik, aksi kejahatan, termasuk menjadi sasaran untuk dialihagamakan.
Baca juga: Resmi, Candi Prambanan dan Candi Borobudur jadi tempat ibadah sedunia
"PHDI harus melakukan pembenahan internal. PHDI mesti benar-benar membawa kepentingan umat secara holistik, tidak hanya membawa kepentingan kelompok saja. Saya rasa kita harus introspeksi diri untuk membenahi internal organisasi, sehingga kepercayaan umat bisa tumbuh," katanya.
Terakhir, PHDI mesti bersinergi dengan lembaga-lembaga adat. Misalnya di Bali, harus ada sinergi antara PHDI Bali dan Majelis Desa Adat dalam menyikapi persoalan-persoalan keumatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Jajaran pengurus PHDI Bali mesti memahami latar belakang sejarah Hindu di Indonesia yang sudah benar-benar menyatu dengan tradisi dan kearifan lokal," kata Sarjana di Denpasar, Selasa.
Menurut Sarjana, agama Hindu di Bali berbeda dengan Hindu di daerah lain, termasuk dengan Hindu di India, karena sudah terjadi pelokalan nilai-nilai ajaran Hindu.
Baca juga: Menag ajak umat Hindu aktualisasi Tattwam Asi pada Nyepi
"Spirit yang sudah diwarisi sejak zaman Markandeya, Mpu Kuturan, sampai pada kedatangan Dang Hyang Nirartha harus dijaga," ucap mantan Dekan Fakultas Ilmu Agama, Seni dan Budaya Unhi Denpasar ini.
Dia menambahkan para tokoh atau orang suci tersebut sudah membangun tatanan Hindu Bali yang kuat. Termasuk para cendekiawan Hindu sebelumnya yang telah berjuang merumuskan kembali Hindu Bali agar bisa diterima menjadi agama resmi negara.
"Kita tidak boleh mengkhianati leluhur Bali yang telah mewarisi tatanan keagamaan yang sangat luar biasa. Tugas PHDI adalah menjaga itu. Keunikan Hindu di Indonesia justru karena ekspresi keagamaannya yang berbasis pada budaya etnik," ucapnya.
Dengan demikian, Hindu melindungi keanekaragaman kearifan lokal di Indonesia. "Kita mesti mempertahankan identitas Hindu Dayak, Hindu Kaharingan, Hindu Bali, Hindu Jawa, bahkan Hindu Papua," ujarnya.
Terkait rencana pelaksanaan Lokasabha VIII untuk memilih pengurus baru PHDI Bali periode 2022-2027 pada 8 April 2022, diharapkan akan menjadi momentum penting dalam upaya mengurai benang kusut di internal organisasi akibat kisruh "sampradaya" yang berkembang selama ini.
Baca juga: Nyepi dan perang melawan ego sosial
Menurut dia, perpecahan yang terjadi selama ini harus dicarikan solusi terbaik. Di sini peran pengurus PHDI yang baru sangatlah strategis.
Putu Sarjana mengaku siap berkontribusi (ngayah) dalam untuk umat Hindu dan melakukan pembenahan di internal organisasi PHDI.
Sebagai akademisi yang mendalami bidang agama dan kebudayaan, ia merasa terpanggil ikut serta membenahi organisasi keumatan ini. Menurut dia, akademisi mesti bebas dari kepentingan apapun dan independen dalam menjalankan program dan agenda kerja organisasi.
"Sebagai umat Hindu, kita mesti punya semangat mempersatukan umat sebagaimana Mpu Kuturan menyatukan aliran dan sekte-sekte yang berkembang di Bali. Pengurus PHDI baik di pusat maupun di daerah harus solid," katanya.
Selain itu, ujar dia, persoalan lain yang mesti menjadi perhatian juga terkait peningkatan mutu sumber daya umat Hindu agar benar-benar bisa bersaing dalam kompetisi global.
Kemudian, masalah ekonomi umat Hindu. Apalagi di Bali, sejak pandemi COVID-19 melanda, banyak umat Hindu yang kehilangan pekerjaan, karena hampir 80 persen mengandalkan sektor pariwisata.
Persoalan ekonomi umat Hindu bisa memicu munculnya masalah-masalah yang lain seperti konflik, aksi kejahatan, termasuk menjadi sasaran untuk dialihagamakan.
Baca juga: Resmi, Candi Prambanan dan Candi Borobudur jadi tempat ibadah sedunia
"PHDI harus melakukan pembenahan internal. PHDI mesti benar-benar membawa kepentingan umat secara holistik, tidak hanya membawa kepentingan kelompok saja. Saya rasa kita harus introspeksi diri untuk membenahi internal organisasi, sehingga kepercayaan umat bisa tumbuh," katanya.
Terakhir, PHDI mesti bersinergi dengan lembaga-lembaga adat. Misalnya di Bali, harus ada sinergi antara PHDI Bali dan Majelis Desa Adat dalam menyikapi persoalan-persoalan keumatan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022