Koordinator Gerakan #BijakBersosmed Enda Nasution menyarankan masyarakat perlu menyamakan antara interaksi di media sosial dengan dunia nyata dan jangan mengunggah hal-hal yang privacy, termasuk curhat soal profesi.

“Seperti halnya interaksi di dunia nyata, ada kaidah yang sudah berlaku sejak ribuan tahun. Sedangkan interaksi di dunia maya belum ajek dan bisa mengalami perubahan dengan adanya teknologi baru. Tidak hanya pada tataran hukum tetapi juga etika,” ujar Enda dalam talkshow “Bermedsos Asyik dengan AKHLAK” yang diselenggarakan Puan Teruna ANTARA (PENA) di Jakarta, Senin.

Enda yang dijuluki sebagai "Bapak Blogger Indonesia" mengatakan sektor komunikasi merupakan yang paling pertama terkena dampak dari disrupsi digital. Transformasi digital membuat pola komunikasi semakin berubah dan menghasilkan pekerjaan yang belum pernah ada sebelumnya.

“Kita harus menyadari apa yang kita unggah di media sosial memiliki konsekuensi, dan bisa saja berdampak buruk bagi orang-orang yang ada di sekitar kita,” kata Enda menerangkan dalam diskusi virtual yang diikuti 350-an peserta lebih itu.

Baca juga: Japelidi Bali gencarkan sosialisasi literasi digital jelang G20

Enda berpesan agar masyarakat harus berhati-hati dalam menyampaikan pesan di dunia maya. Menurut dia, masyarakat perlu menyamakan bagaimana berperilaku di media sosial sama dengan dunia nyata.

Tidak hanya secara etika, secara hukum perilaku di media sosial juga tak lepas dari ancaman pidana jika konten yang diproduksi atau dibagikan, melanggar kesusilaan, pencemaran nama baik, penyadapan, berita bohong dan ujaran kebencian.

Dari sisi keagamaan pun, MUI juga telah mengeluarkan hukum dan pedoman bermuamalah melalui media sosial. Sejumlah organisasi atau perusahaan pun saat ini, berusaha dengan mengadaptasi perubahan pola komunikasi dengan mengeluarkan panduan bermedia sosial bagi karyawan.

Dalam kesempatan itu, Enda berpesan pada para karyawan atau pegawai dalam beraktivitas di media sosial untuk berhati-hati dengan hoaks atau disinformasi, harus bisa membedakan mana yang sifatnya privat dan mana yang bersifat publik.

“Jadi apa yang kita unggah di media sosial itu menjadi milik publik, terutama dalam konteks bekerja. Media sosial adalah etalase kita yang bisa dilihat atasan kita, kolega kita. Kalau kita tidak mencitrakan diri kita sebagai seorang profesional, maka tidak bisa disalahkan jika atasan kita atau kolega kita menilai kita tidak profesional,” ujar dia.

Baca juga: Tips aman di medsos dari Tasya Kamila

Sementara itu, pegiat literasi digital dan pendiri Kumpulan Emak Bloger Mira Sahid mengatakan masyarakat harus berhati-hati dalam beraktivitas di media sosial karena bisa memunculkan ancaman kejahatan berbasis gender. “Para perempuan perlu lebih memahami mengenai berbagai kemungkinan kejahatan apa saja yang bisa terjadi di ruang digital,” ujarnya.

Dia menjelaskan media sosial ibarat pedang bermata dua, satu sisi berdampak positif dan sisi lainnya berdampak negatif. Bentuk kekerasan berbasis gender daring tersebut, di antaranya Cyber Grooming (kejahatan yang dilakukan orang dewasa untuk memperdaya korban), Infringement of Privacy (kejahatan mencuri data pribadi seseorang). "Cyber Grooming ini masih banyak terjadi, terutama di daerah pelosok yang mereka belum mengerti bagaimana itu media sosial,” kata dia.

Selanjutnya, Cyber Harassment (intimidasi yang dilakukan secara siber), Malicious Distribution, Hacking (penggunaan teknologi untuk menyebarkan konten-konten yang merusak reputasi korban), dan Online Defarmation (pencemaran nama baik). “Ada data-data pribadi yang perlu kita jaga, ada data pribadi umum dan ada data pribadi khusus. Misalnya, data pribadi khusus yang terkait dengan nomor rekening, berapa pendapatan maupun nama ibu kandung. Data ini tidak boleh dibagikan,” imbuh dia.

Dalam kesempatan itu, Direktur Utama Perum LKBN ANTARA Meidyatama Suryodiningrat yang biasa dipanggil Dymas mengapresiasi workshop yang diselenggarakan PENA tentang etika media sosial. Media sosial memiliki dua sisi yakni baik dan buruk. Pada satu sisi membuka cakrawala akan tetapi di sisi lain mempersempit cakrawala. Media sosial juga meluaskan pergaulan tetapi juga mudah memutuskan pergaulan.

“Selalu bertindaklah di dunia maya, seperti anda bertindak di dunia nyata. Sebagai pegawai, harus profesional di dunia nyata, juga di dunia maya. RA Kartini adalah pejuang literasi dan literasi di medsos itu penting, karena medsos bukan hanya buku digital, melainkan juga panggung narsisme dan penipuan,” imbuh dia.

Talkshow tersebut merupakan rangkaian kegiatan Hari Kartini 2022. “Kartini Reborn Festive” tersebut dibuka oleh Direktur Utama Perum LKBN ANTARA Meidyatama Suryodiningrat. Kegiatan tersebut menghadirkan pembicara lainnya yakni penggiat literasi digital dan pendiri Kumpulan Emak Blogger Mira Sahid serta moderator Manik Prajana yang merupakan vokalis La Luna Band (2000-2015).
 

Pewarta: Indriani

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022