Negara-negara miskin menghadapi kerusakan ekonomi akibat krisis pangan, energi dan keuangan secara simultan karena gangguan pasokan yang disebabkan oleh invasi Rusia ke Ukraina, demikian menurut Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada Rabu (13/4).
Rusia adalah pengekspor gabungan minyak dan gas terbesar di dunia. Selain itu, Rusia dan Ukraina -- yang adalah produsen utama gandum -- bersama-sama menyumbang sekitar sepertiga dari ekspor global.
Harga komoditas dunia telah mencapai rekor tertinggi sehingga merugikan negara-negara yang bergantung pada impor.
Baca juga: Sekjen PBB minta senjata nuklir dimusnahkan
"Perang (di Ukraina) itu membebani krisis tiga dimensi - pangan, energi, dan keuangan - yang menghantam orang-orang, negara, dan ekonomi paling rentan di dunia," kata Guterres kepada wartawan.
Sekjen PBB itu merilis laporan dari satuan tugas krisis yang ia bentuk tak lama setelah invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari.
"Kita sekarang menghadapi badai sempurna yang mengancam akan menghancurkan ekonomi banyak negara berkembang," kata Guterres.
Hingga 1,7 miliar orang - yang sepertiganya sudah hidup dalam kemiskinan - telah dibiarkan "sangat terpapar" dengan gangguan pasokan makanan, energi dan keuangan, yang memicu peningkatan kemiskinan dan kelaparan, kata Guterres.
"Orang-orang yang paling rentan di seluruh dunia tidak boleh menjadi korban kerusakan dalam suatu bencana lain yang di mana mereka tidak bertanggung jawab atasnya," ujarnya.
"Yang terpenting, perang ini harus diakhiri," ucap Guterres.
Baca juga: PBB desak gencatan senjata di Gaza
Dia mengatakan 36 negara mengandalkan Rusia dan Ukraina untuk lebih dari setengah impor gandum mereka, termasuk beberapa negara termiskin dan paling rentan di dunia.
Laporan (dari satgas krisis) tersebut merekomendasikan untuk memastikan aliran makanan dan energi yang stabil melalui pasar terbuka dan untuk mereformasi sistem keuangan internasional, kata Guterres.
Negara-negara dapat memanfaatkan kondisi krisis untuk berupaya menuju penghapusan penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil lainnya secara bertahap dan mempercepat penyebaran energi terbarukan.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
Rusia adalah pengekspor gabungan minyak dan gas terbesar di dunia. Selain itu, Rusia dan Ukraina -- yang adalah produsen utama gandum -- bersama-sama menyumbang sekitar sepertiga dari ekspor global.
Harga komoditas dunia telah mencapai rekor tertinggi sehingga merugikan negara-negara yang bergantung pada impor.
Baca juga: Sekjen PBB minta senjata nuklir dimusnahkan
"Perang (di Ukraina) itu membebani krisis tiga dimensi - pangan, energi, dan keuangan - yang menghantam orang-orang, negara, dan ekonomi paling rentan di dunia," kata Guterres kepada wartawan.
Sekjen PBB itu merilis laporan dari satuan tugas krisis yang ia bentuk tak lama setelah invasi Rusia ke Ukraina dimulai pada 24 Februari.
"Kita sekarang menghadapi badai sempurna yang mengancam akan menghancurkan ekonomi banyak negara berkembang," kata Guterres.
Hingga 1,7 miliar orang - yang sepertiganya sudah hidup dalam kemiskinan - telah dibiarkan "sangat terpapar" dengan gangguan pasokan makanan, energi dan keuangan, yang memicu peningkatan kemiskinan dan kelaparan, kata Guterres.
"Orang-orang yang paling rentan di seluruh dunia tidak boleh menjadi korban kerusakan dalam suatu bencana lain yang di mana mereka tidak bertanggung jawab atasnya," ujarnya.
"Yang terpenting, perang ini harus diakhiri," ucap Guterres.
Baca juga: PBB desak gencatan senjata di Gaza
Dia mengatakan 36 negara mengandalkan Rusia dan Ukraina untuk lebih dari setengah impor gandum mereka, termasuk beberapa negara termiskin dan paling rentan di dunia.
Laporan (dari satgas krisis) tersebut merekomendasikan untuk memastikan aliran makanan dan energi yang stabil melalui pasar terbuka dan untuk mereformasi sistem keuangan internasional, kata Guterres.
Negara-negara dapat memanfaatkan kondisi krisis untuk berupaya menuju penghapusan penggunaan batu bara dan bahan bakar fosil lainnya secara bertahap dan mempercepat penyebaran energi terbarukan.
Sumber: Reuters
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022