Ratusan sopir truk yang tergabung dalam Gerakan Aliansi Pengemudi Bali, melakukan unjuk rasa di Gilimanuk, Kabupaten Jembrana, Bali, menuntut revisi terhadap regulasi 22/2009 yang mereka anggap merugikan sopir.

"Unjuk rasa ini merupakan solidaritas dari sopir sekitar 500 armada. Kami keberatan dengan penerapan pasal 277 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang aturan ukuran kendaraan yang over dimensi (overload)," kata Koordinator I Gerakan Aliansi Pengemudi Bali Sugi Hartoyo di Gilimanuk, Selasa.

Menurutnya, sudah selayaknya pemerintah memperhatikan mereka, karena sebagai sopir angkutan logistik, peran mereka sangat penting di sektor ekonomi.

"Kalau sopir logistik mogok tiga hari saja, akan besar dampaknya terhadap ekonomi. Karena itu kami minta pemerintah mengkaji lagi aturan terkait ukuran dan muatan truk kami," katanya.

Baca juga: Polisi: tidak ada unjuk rasa buruh di Bali

Ia bersama sopir lainnya juga minta, dalam menerapkan aturan pemerintah tidak tebang pilih baik terhadap perusahaan ekspedisi maupun sopir yang memiliki truk sendiri.

Menanggapi aksi itu, Koordinator Satuan Pelaksana UPPKB Cekik Made D. Arya Negara yang membawahi jembatan timbang mengatakan, pihaknya hanya menjalankan undang-undang yang sudah ada sejak tahun 2009.

"Aturan itu sebenarnya sudah ada sejak tahun 2009. Pemerintah juga sudah memberikan waktu untuk normalisasi ukuran kendaraan," katanya.

Menurutnya, normalisasi ukuran kendaraan diberikan waktu selama enam bulan, yang bisa dilakukan di tempat pengujian kendaraan. Sementara untuk bobot muatan, toleransi hingga 15 persen.

Baca juga: Polda Bali libatkan pecalang dalam pengamanan unjuk rasa tolak UU Ciptaker

Terkait tuntutan ratusan sopir truk tersebut, ia mengatakan, akan menampung dan menyampaikan kepada atasan, karena semua keputusan ada di pusat.

Sementara itu, Kepala Subdit Penegakan Hukum Ditlantas Polda Bali Komisaris Rahmawati yang bersama Polres Jembrana mengamankan jalannya unjuk rasa para sopir truk minta para sopir itu bersabar.

Ia mengatakan, aspirasi para sopir itu akan disampaikan namun perlu waktu karena peraturan itu berkaitan dengan sejumlah instansi.

"Yang diterapkan adalah undang-undang yang sudah ada sejak tahun 2009. Karena itu, keputusan ada di pusat," katanya.

Pewarta: Gembong Ismadi

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022