Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD) Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia mencari masukan dari para pemangku kepentingan di Provinsi Bali, terkait tantangan dan peluang dalam mengawal produk legislasi daerah yang aspiratif dan responsif.
"Sesuai regulasi yang ada, DPD telah diamanatkan untuk melakukan pemantauan dan mengevaluasi ranperda dan perda," kata Ketua BULD DPD RI H Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim saat mengadakan kunjungan kerja bersama rombongan di Denpasar, Kamis.
Meskipun DPD memiliki kewenangan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi ranperda, ujar Syarif, pada hakikatnya DPD tidak terlibat secara teknis dalam proses pembentukan legislasi daerah dan tidak memperpanjang proses pembuatannya.
"Kami ingin memfasilitasi dan mempersingkat proses pembentukan perda di daerah. DPD justru menjembatani proses pembentukan legislasi daerah sehingga daerah segera memiliki payung hukum dalam penyelenggaraan tata pemerintahan di daerah," ucapnya.
Baca juga: Senator Pastika minta masyarakat Bali jaga LPD
Syarif juga berharap dengan kunjungan kerja tersebut dapat memperoleh masukan mengenai pengaturan kewenangan pusat dan daerah dari perspektif daerah, serta pelaksanaan berbagai urusan pemerintahan di daerah.
"DPD mengupayakan untuk mampu menjamin kesinambungan alur kebijakan dari pusat ke daerah, termasuk dalam proses pembentukan produk hukum daerah," ujar anggota DPD dari Kalimantan Selatan itu.
Sementara itu, anggota DPD RI dari Bali Made Mangku Pastika mengusulkan agar di Provinsi Bali dibuat peraturan daerah mengenai urusan dan kewenangan, khususnya pembagian keuangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten.
Terlebih, kata mantan Gubernur Bali dua periode itu, sudah ada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Di UU itu, kalau tidak salah, sudah ada mengenai bagi hasil pariwisata, 'kan kita maunya itu. Bali yang demikian hebatnya pariwisata, kita 'nggak dapat duit dari situ, kecuali PHR dan itupun mayoritas ke satu kabupaten, Kabupaten Badung," ucapnya.
Sedangkan kabupaten lainnya di Bali tetap miskin dan tidak mendapatkan apa-apa selain dari karcis kunjungan dan penjualan cenderamata.
Baca juga: Mangku Pastika ajak generasi muda Bali kreatif dan inovatif
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Bali sebelumnya juga telah mengajukan Rancangan Undang Undang Provinsi Bali ke DPR yang antara lain isinya mengenai otonomi daerah asimetris untuk beberapa hal. Namun hingga saat ini nasib RUU tersebut belum jelas karena belum masuk Prolegnas prioritas.
Dalam kesempatan temu konsultasi itu menghadirkan empat narasumber yakni Anak Agung Ngurah Sudiana yang mewakili Bapemperda DPRD Bali dan akademisi dari Universitas Pendidikan Nasional Dr I Nyoman Subanda.
Selanjutnya Kabag Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum Setda Provinsi Bali Putu Suarta dan akademisi Universitas Udayana yang juga mantan hakim Mahkamah Konstitusi I Dewa Gede Palguna.
Narasumber I Dewa Gede Palguna diantaranya menyoroti soal pelaksanaan tugas pemantauan dan evaluasi ranperda dan perda, DPD wajib menyuarakan kepentingan daerah secara keseluruhan, namun harus menempatkan dalam kerangka kepentingan nasional.
"Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi ranperda dan perda, DPD sangat penting memiliki atau menggunakan instrumen Regulatory Impact Assesment (RIA). DPD juga tidak boleh menunjukkan kedekatan dengan kepentingan atau preferensi politik tertentu," katanya.
Baca juga: Wamendag: nikel komoditas strategis Indonesia
Sedangkan Dr I Nyoman Subanda dari Undiknas diantaranya mengemukakan untuk penguatan fungsi DPD setidaknya melalui tiga jalur yakni jalur politik, jalur konsolidasi, dan jalur partisipasi.
Kunjungan kerja BULD DPD itu juga dihadiri 16 anggota BULD DPD RI lainnya yakni Husain Alting Sjah, HM Syukur, H Muhamad Gazali, H Achmad Sukisman Azmy, H Sukiryanto, Arniza Nilawati, H Muhammad Nuh, dan Novita Anakotta.
Kemudian H Ajiep Padindang, Darmansyah Husein, Evi Zainal Abidin, Bustami Zainudin, Bambang Sutrisno, Muhammad J Wartabone, M Sanusi Rahaningmas dan Hasan Basri.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022
"Sesuai regulasi yang ada, DPD telah diamanatkan untuk melakukan pemantauan dan mengevaluasi ranperda dan perda," kata Ketua BULD DPD RI H Pangeran Syarif Abdurrahman Bahasyim saat mengadakan kunjungan kerja bersama rombongan di Denpasar, Kamis.
Meskipun DPD memiliki kewenangan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi ranperda, ujar Syarif, pada hakikatnya DPD tidak terlibat secara teknis dalam proses pembentukan legislasi daerah dan tidak memperpanjang proses pembuatannya.
"Kami ingin memfasilitasi dan mempersingkat proses pembentukan perda di daerah. DPD justru menjembatani proses pembentukan legislasi daerah sehingga daerah segera memiliki payung hukum dalam penyelenggaraan tata pemerintahan di daerah," ucapnya.
Baca juga: Senator Pastika minta masyarakat Bali jaga LPD
Syarif juga berharap dengan kunjungan kerja tersebut dapat memperoleh masukan mengenai pengaturan kewenangan pusat dan daerah dari perspektif daerah, serta pelaksanaan berbagai urusan pemerintahan di daerah.
"DPD mengupayakan untuk mampu menjamin kesinambungan alur kebijakan dari pusat ke daerah, termasuk dalam proses pembentukan produk hukum daerah," ujar anggota DPD dari Kalimantan Selatan itu.
Sementara itu, anggota DPD RI dari Bali Made Mangku Pastika mengusulkan agar di Provinsi Bali dibuat peraturan daerah mengenai urusan dan kewenangan, khususnya pembagian keuangan antara pemerintah provinsi dan kabupaten.
Terlebih, kata mantan Gubernur Bali dua periode itu, sudah ada Undang-Undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
"Di UU itu, kalau tidak salah, sudah ada mengenai bagi hasil pariwisata, 'kan kita maunya itu. Bali yang demikian hebatnya pariwisata, kita 'nggak dapat duit dari situ, kecuali PHR dan itupun mayoritas ke satu kabupaten, Kabupaten Badung," ucapnya.
Sedangkan kabupaten lainnya di Bali tetap miskin dan tidak mendapatkan apa-apa selain dari karcis kunjungan dan penjualan cenderamata.
Baca juga: Mangku Pastika ajak generasi muda Bali kreatif dan inovatif
Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Bali sebelumnya juga telah mengajukan Rancangan Undang Undang Provinsi Bali ke DPR yang antara lain isinya mengenai otonomi daerah asimetris untuk beberapa hal. Namun hingga saat ini nasib RUU tersebut belum jelas karena belum masuk Prolegnas prioritas.
Dalam kesempatan temu konsultasi itu menghadirkan empat narasumber yakni Anak Agung Ngurah Sudiana yang mewakili Bapemperda DPRD Bali dan akademisi dari Universitas Pendidikan Nasional Dr I Nyoman Subanda.
Selanjutnya Kabag Peraturan Perundang-undangan Biro Hukum Setda Provinsi Bali Putu Suarta dan akademisi Universitas Udayana yang juga mantan hakim Mahkamah Konstitusi I Dewa Gede Palguna.
Narasumber I Dewa Gede Palguna diantaranya menyoroti soal pelaksanaan tugas pemantauan dan evaluasi ranperda dan perda, DPD wajib menyuarakan kepentingan daerah secara keseluruhan, namun harus menempatkan dalam kerangka kepentingan nasional.
"Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi ranperda dan perda, DPD sangat penting memiliki atau menggunakan instrumen Regulatory Impact Assesment (RIA). DPD juga tidak boleh menunjukkan kedekatan dengan kepentingan atau preferensi politik tertentu," katanya.
Baca juga: Wamendag: nikel komoditas strategis Indonesia
Sedangkan Dr I Nyoman Subanda dari Undiknas diantaranya mengemukakan untuk penguatan fungsi DPD setidaknya melalui tiga jalur yakni jalur politik, jalur konsolidasi, dan jalur partisipasi.
Kunjungan kerja BULD DPD itu juga dihadiri 16 anggota BULD DPD RI lainnya yakni Husain Alting Sjah, HM Syukur, H Muhamad Gazali, H Achmad Sukisman Azmy, H Sukiryanto, Arniza Nilawati, H Muhammad Nuh, dan Novita Anakotta.
Kemudian H Ajiep Padindang, Darmansyah Husein, Evi Zainal Abidin, Bustami Zainudin, Bambang Sutrisno, Muhammad J Wartabone, M Sanusi Rahaningmas dan Hasan Basri.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2022