Oleh Nurul Hayat
Pontianak (Antara Bali) - Azan Zuhur baru saja berkumandang, ketika Hj Sri Kadarwati (65), anggota Dewan Perwakilan Daerah RI daerah pemilihan Kalimantan Barat, meninggal dunia di ruang High Care Unit (HCU) RS Kanker Dharmais, Selasa, pukul 12.00 WIB.
Kanker itu dua bulan lalu baru diketahui, pada tubuh perempuan gigih itu.
Sri Kadarwati, biasa disapa Bu Aswin, adalah istri dari mantan Gubernur Kalbar H Aspar Aswin. Bu Aswin sebelumnya juga setia mendampingi sang suami saat menjabat Wakil Gubernur Bali dalam periode 1988-1993. Sri Kadarwati menjadi anggota DPD RI dari daerah pemilihan Kalbar untuk periode keduanya tahun 2009-2014.
Sebelum menjadi senator, ia aktif dalam berbagai organisasi sosial, selain mendampingi sang suami yang menjabat sebagai gubernur dua periode 1993-1998 dan 1999-2003. Aspar Aswin sendiri wafat pada 19 Desember 2007 di Pontianak.
"Kepergian" itu diantar ketiga anaknya, yakni Satya Devie, Doni Prasetya, Rico Andrisetya, serta cucu-cucu dan tiga dari lima saudara kandung almarhumah.
Anggota DPD RI, Hj Hairiah, yang ikut mengantar jenazah almarhumahah ke rumah duka di Puri Cinere, Jalan Mega Mendung, Blok G 3, No. 8 Cinere, Depok, menyatakan jenazah akan diterbangkan menuju tempat peristirahatan terakhir di Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (1/8) pukul 07.30 WIB.
"Jenazah almarhumah akan dimakamkan di pemakaman keluarga, berdampingan dengan makam Pak Aspar Aswin," kata Hairiah saat dihubungi.
Menurut dia, sebelum meninggal, pihak keluarga tidak menerima pesan khusus dari almarhumah. Namun seorang anaknya, Dony yang selama ini menetap di Pontianak, saat menjenguk ke rumah sakit menyatakan sang ibu bilang melihat bayang-bayang ayahnya yang datang seolah "menjemputnya".
"Niat keluarga ke rumah sakit untuk sekadar check up kesehatan. Ibu (Sri Kadarwati) diketahui ada kanker baru di paru-paru sekitar dua bulan lalu. Kedatangan kemarin untuk check up saja, tetapi dokter meminta untuk diopname (dirawat inap)," kata Hairiah.
Sebelum ini, pada akhir Desember 2010, Sri Kadarwari menderita kanker rahim stadium 3 B. Setelah keluar masuk rumah sakit untuk periksa. Dia jalani kemoterapi 5 kali dan Radioterapi 28 kali. Setelah itu dinyatakan bebas atau sembuh dari kanker.
Dalam kesempatan wawancara dengan ANTARA beberapa waktu lalu, Sri Kadarwati menyatakan ia juga selalu minum rebusan daun sirsak dan memperbaiki kualitas makannya secara bertahap, demi kesembuhan itu.
Perempuan kelahiran 28 Mei 1947 di Magelang itu juga mengingatkan kepada kaum perempuan untuk memeriksakan sejak dini kesehatannya, apakah ada kanker atau penyakit lainnya. Tanda-tanda kanker yang ia rasakan, hampir selama setahun tidak "doyan" makan dan minum.
"Tak pernah saya sadari sakit apa. Hanya berat badan turun terus. Ketika periksa ke rumah sakit Dharmais, berat badan saya sudah turun 20 kilogram," katanya ketika itu.
Setelah hampir 1,5 tahun bebas dari penyakit itu, dua bulan lalu dokter di rumah sakit yang sama memvonis Sri Kadarwati terkena kanker baru, kanker paru-paru. "Baru ketahuan dua bulan lalu, ada kanker baru kemudian diobservasi terus menerus oleh keluarga," kata Hairiah menambahkan.
Dharma Bakti
Sosok Sri Kadarwati bukanlah perempuan biasa. Ia sosok yang gigih, bertanggung jawab, disiplin dan mendarmabaktikan dirinya untuk kehidupan dan kebaikan.
Itu dibuktikan dalam aktivitasnya sejak muda hingga akhir hidupnya. Sejak menikah dengan seorang prajurit pada 1967, ia terbiasa mengembangkan pendidikan informal untuk istri-istri prajurit anggota kompi yang dipimpin suaminya. Pendidikan untuk meningkatkan kapasitas, baik untuk kemasyarakatan, kesejahteraan, ekonomi maupun keluarga.
Pengembangan itu bahkan berlanjut hingga sang suami menjadi staf operasi di Kodam di Aceh pada 1971 hingga Komandan Kodim di Kuta Cane. Sri Kadarwati mengikuti tugas suaminya di Aceh sejak 1971-1979.
Pada awal 1980-1985, Sri Kadarwati mengikuti tugas suaminya di tempat baru sebagai Kepala Staf Korem di Sintang, Kalbar. Di kabupaten itu, penyuka seni dan budaya ini melihat kerajinan tangan warga setempat berupa keranjang tempat menyimpan ikan kering dan gula merah untuk oleh-oleh, ketika suami pulang dari Benua Martinus ke Kota Sintang.
"Saya kagum sekali dengan anyaman itu," katanya.
Setelah bertugas di Sintang, Aspar Aswin dipindahtugaskan ke Kodam dan pindah ke Bali. Kemudian menjadi Komandan Korem 121/Alambhanawanawae, selama 3,5 tahun. Itu artinya ia kembali lagi ke Kalbar Selama menjadi istri Danrem, Sri Kadarwati memiliki hubungan yang sangat baik dengan istri pejabat pemerintahan dari kota dan kabupaten. Sehingga ketika ada ABRI masuk desa (AMD), para istri juga ikut terlibat aktif dalam berbagai kegiatan sosial.
Kemudian pada 1989, sang suami pindah tugas lagi sebagai Wakil Gubernur Bali. Ketika itu, ia mengakui menerima dengan berat hati karena akan masuk dalam lingkungan masyarakat sipil. Tapi karena tugas karya dan bukan dipilih. Ini direkomendasikan Presiden, dan dipertimbangkan betul-betul, akhirnya tugas itu tetap dijalankan.
Di Bali ia menetap selama 3,5 tahun. Sri Kadarwati menyatakan belajar sesuatu yang baru. Misalnya, bagaimana masalah sosial budaya diberdayakan sedemikian rupa, sehingga bisa memberikan manfaat kepada masyarakat. Tari, kuliner, upacara adat, bisa dikelola dan memberikan manfaat besar.
Kemudian tahun 1993, ia harus mengikuti sang suami yang kembali bertugas di Kalbar, menjabat sebagai gubernur.
"Proses pembelajaran pindah ke berbagai daerah, ada yang terekam dan terpatri. Saya tinggal mengaktualisasikan," kata Sri Kadarwati.
Selama mendampingi suami di Kalbar, Sri Kadarwati mempraktikan 10 program PKK untuk memperbaiki kondisi kehidupan para ibu di daerah itu, aktif di Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), Palang Merah Indonesia (PMI), dan berbagai aktivitas lainnya, termasuk mempopulerkan kain songket Sambas, tarian khas Kalbar, dan seni berpantun.
Ibu Aswin selalu menyiapkan pantun untuk dibacakan suaminya saat memberikan sambutan dalam berbagai kegiatan.
Dalam konflik sosial yang beberapa kali terjadi di Kalbar pun, Sri Kadarwati banyak berperan melalui PMI. Memberikan bantuan kemanusiaan bagi korban kerusuhan sosial.
Hingga menjelang akhir jabatan Aspar Aswin sebagai Gubernur Kalbar, Sri Kadarwati selalu setia mendampingi suaminya, mendharmabaktikan dirinya. Bahkan, ketika kedudukan sang suami digoyang aksi unjuk rasa mahasiswa dan mosi tidak percaya para anggota DPRD Kalbar.
Ia mengatakan, ketika mosi tidak percaya atas jabatan yang dipegang suaminya, ada teman menyarankan segera meninggalkan Kalbar. Tetapi Sri Kadarwati mengatakan suaminya tidak mempertahankan jabatan, tetapi mempertahankan marwah. Suami bertugas di Kalbar bukan karena kemauan, tetapi memang tugas karena eranya memang seperti itu, penugaskaryaan. Tugas itu harus diselesaikan dengan tanggung jawab dan baik-baik, begitu pula dengan dirinya.
Setelah menyelesaikan tugasnya pada 2003, ia pun tetap lebih banyak tinggal di Pontianak bersama anak dan menantunya. Pada 2004, Sri Kadarwati ikut calon anggota DPD RI dan terpilih mewakili Kalbar. Kemudian tahun 2009, ia kembali terpilih dengan suara dukungan 151.602 pemilih, dan duduk sebagai anggota Komite I.
Hairiah menyatakan, Sri Kadarwati adalah sosok pekerja keras, gigih dan penuh tanggung jawab. Saat ini Sri Kadarwati sedang memperjuangkan amendemen Undang-undang MPR, DPR dan DPD RI tentang kewenangan DPD RI yang masih terbatas.
Sri Kadarwati maju sebagai anggota DPD RI hingga dua periode juga atas keinginan sejumlah teman dan warga Kalbar. Ternyata ia sangat populer karena kedekatan dan sikap menyatunya dengan warga Kalbar.
Sri Kadarwati pernah menyatakan, jika berada di suatu tempat, maka "kenakanlah pakaian daerah itu". Jika berada di Kalbar, gunakan "pakaian Kalbar", dan jika berada di Bali, maka gunakan "pakaian Bali".
Di akhir usianya, selain menjadi senator, Sri Kadarwati masih menjabat sebagai Ketua PMI Kalbar dan Penasihat BKMT Kalbar.
Ia pun selalu ingat apa yang menjadi pesan leluhurnya. Bahwa harus menjadi orang yang baik. Itu tak selalu konotasinya terkenal. Baik dengan segala kekurangan dan keterbatasan. "Tetap dikenang sebagai orang baik. Segala sesuatu mengalir saja. Berarti itu yang terbaik diberikan Allah," katanya.
Selamat jalan Bu Aswin. Darma Baktimu bagi Kalbar akan selalu dikenang.(*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
Pontianak (Antara Bali) - Azan Zuhur baru saja berkumandang, ketika Hj Sri Kadarwati (65), anggota Dewan Perwakilan Daerah RI daerah pemilihan Kalimantan Barat, meninggal dunia di ruang High Care Unit (HCU) RS Kanker Dharmais, Selasa, pukul 12.00 WIB.
Kanker itu dua bulan lalu baru diketahui, pada tubuh perempuan gigih itu.
Sri Kadarwati, biasa disapa Bu Aswin, adalah istri dari mantan Gubernur Kalbar H Aspar Aswin. Bu Aswin sebelumnya juga setia mendampingi sang suami saat menjabat Wakil Gubernur Bali dalam periode 1988-1993. Sri Kadarwati menjadi anggota DPD RI dari daerah pemilihan Kalbar untuk periode keduanya tahun 2009-2014.
Sebelum menjadi senator, ia aktif dalam berbagai organisasi sosial, selain mendampingi sang suami yang menjabat sebagai gubernur dua periode 1993-1998 dan 1999-2003. Aspar Aswin sendiri wafat pada 19 Desember 2007 di Pontianak.
"Kepergian" itu diantar ketiga anaknya, yakni Satya Devie, Doni Prasetya, Rico Andrisetya, serta cucu-cucu dan tiga dari lima saudara kandung almarhumah.
Anggota DPD RI, Hj Hairiah, yang ikut mengantar jenazah almarhumahah ke rumah duka di Puri Cinere, Jalan Mega Mendung, Blok G 3, No. 8 Cinere, Depok, menyatakan jenazah akan diterbangkan menuju tempat peristirahatan terakhir di Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (1/8) pukul 07.30 WIB.
"Jenazah almarhumah akan dimakamkan di pemakaman keluarga, berdampingan dengan makam Pak Aspar Aswin," kata Hairiah saat dihubungi.
Menurut dia, sebelum meninggal, pihak keluarga tidak menerima pesan khusus dari almarhumah. Namun seorang anaknya, Dony yang selama ini menetap di Pontianak, saat menjenguk ke rumah sakit menyatakan sang ibu bilang melihat bayang-bayang ayahnya yang datang seolah "menjemputnya".
"Niat keluarga ke rumah sakit untuk sekadar check up kesehatan. Ibu (Sri Kadarwati) diketahui ada kanker baru di paru-paru sekitar dua bulan lalu. Kedatangan kemarin untuk check up saja, tetapi dokter meminta untuk diopname (dirawat inap)," kata Hairiah.
Sebelum ini, pada akhir Desember 2010, Sri Kadarwari menderita kanker rahim stadium 3 B. Setelah keluar masuk rumah sakit untuk periksa. Dia jalani kemoterapi 5 kali dan Radioterapi 28 kali. Setelah itu dinyatakan bebas atau sembuh dari kanker.
Dalam kesempatan wawancara dengan ANTARA beberapa waktu lalu, Sri Kadarwati menyatakan ia juga selalu minum rebusan daun sirsak dan memperbaiki kualitas makannya secara bertahap, demi kesembuhan itu.
Perempuan kelahiran 28 Mei 1947 di Magelang itu juga mengingatkan kepada kaum perempuan untuk memeriksakan sejak dini kesehatannya, apakah ada kanker atau penyakit lainnya. Tanda-tanda kanker yang ia rasakan, hampir selama setahun tidak "doyan" makan dan minum.
"Tak pernah saya sadari sakit apa. Hanya berat badan turun terus. Ketika periksa ke rumah sakit Dharmais, berat badan saya sudah turun 20 kilogram," katanya ketika itu.
Setelah hampir 1,5 tahun bebas dari penyakit itu, dua bulan lalu dokter di rumah sakit yang sama memvonis Sri Kadarwati terkena kanker baru, kanker paru-paru. "Baru ketahuan dua bulan lalu, ada kanker baru kemudian diobservasi terus menerus oleh keluarga," kata Hairiah menambahkan.
Dharma Bakti
Sosok Sri Kadarwati bukanlah perempuan biasa. Ia sosok yang gigih, bertanggung jawab, disiplin dan mendarmabaktikan dirinya untuk kehidupan dan kebaikan.
Itu dibuktikan dalam aktivitasnya sejak muda hingga akhir hidupnya. Sejak menikah dengan seorang prajurit pada 1967, ia terbiasa mengembangkan pendidikan informal untuk istri-istri prajurit anggota kompi yang dipimpin suaminya. Pendidikan untuk meningkatkan kapasitas, baik untuk kemasyarakatan, kesejahteraan, ekonomi maupun keluarga.
Pengembangan itu bahkan berlanjut hingga sang suami menjadi staf operasi di Kodam di Aceh pada 1971 hingga Komandan Kodim di Kuta Cane. Sri Kadarwati mengikuti tugas suaminya di Aceh sejak 1971-1979.
Pada awal 1980-1985, Sri Kadarwati mengikuti tugas suaminya di tempat baru sebagai Kepala Staf Korem di Sintang, Kalbar. Di kabupaten itu, penyuka seni dan budaya ini melihat kerajinan tangan warga setempat berupa keranjang tempat menyimpan ikan kering dan gula merah untuk oleh-oleh, ketika suami pulang dari Benua Martinus ke Kota Sintang.
"Saya kagum sekali dengan anyaman itu," katanya.
Setelah bertugas di Sintang, Aspar Aswin dipindahtugaskan ke Kodam dan pindah ke Bali. Kemudian menjadi Komandan Korem 121/Alambhanawanawae, selama 3,5 tahun. Itu artinya ia kembali lagi ke Kalbar Selama menjadi istri Danrem, Sri Kadarwati memiliki hubungan yang sangat baik dengan istri pejabat pemerintahan dari kota dan kabupaten. Sehingga ketika ada ABRI masuk desa (AMD), para istri juga ikut terlibat aktif dalam berbagai kegiatan sosial.
Kemudian pada 1989, sang suami pindah tugas lagi sebagai Wakil Gubernur Bali. Ketika itu, ia mengakui menerima dengan berat hati karena akan masuk dalam lingkungan masyarakat sipil. Tapi karena tugas karya dan bukan dipilih. Ini direkomendasikan Presiden, dan dipertimbangkan betul-betul, akhirnya tugas itu tetap dijalankan.
Di Bali ia menetap selama 3,5 tahun. Sri Kadarwati menyatakan belajar sesuatu yang baru. Misalnya, bagaimana masalah sosial budaya diberdayakan sedemikian rupa, sehingga bisa memberikan manfaat kepada masyarakat. Tari, kuliner, upacara adat, bisa dikelola dan memberikan manfaat besar.
Kemudian tahun 1993, ia harus mengikuti sang suami yang kembali bertugas di Kalbar, menjabat sebagai gubernur.
"Proses pembelajaran pindah ke berbagai daerah, ada yang terekam dan terpatri. Saya tinggal mengaktualisasikan," kata Sri Kadarwati.
Selama mendampingi suami di Kalbar, Sri Kadarwati mempraktikan 10 program PKK untuk memperbaiki kondisi kehidupan para ibu di daerah itu, aktif di Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT), Palang Merah Indonesia (PMI), dan berbagai aktivitas lainnya, termasuk mempopulerkan kain songket Sambas, tarian khas Kalbar, dan seni berpantun.
Ibu Aswin selalu menyiapkan pantun untuk dibacakan suaminya saat memberikan sambutan dalam berbagai kegiatan.
Dalam konflik sosial yang beberapa kali terjadi di Kalbar pun, Sri Kadarwati banyak berperan melalui PMI. Memberikan bantuan kemanusiaan bagi korban kerusuhan sosial.
Hingga menjelang akhir jabatan Aspar Aswin sebagai Gubernur Kalbar, Sri Kadarwati selalu setia mendampingi suaminya, mendharmabaktikan dirinya. Bahkan, ketika kedudukan sang suami digoyang aksi unjuk rasa mahasiswa dan mosi tidak percaya para anggota DPRD Kalbar.
Ia mengatakan, ketika mosi tidak percaya atas jabatan yang dipegang suaminya, ada teman menyarankan segera meninggalkan Kalbar. Tetapi Sri Kadarwati mengatakan suaminya tidak mempertahankan jabatan, tetapi mempertahankan marwah. Suami bertugas di Kalbar bukan karena kemauan, tetapi memang tugas karena eranya memang seperti itu, penugaskaryaan. Tugas itu harus diselesaikan dengan tanggung jawab dan baik-baik, begitu pula dengan dirinya.
Setelah menyelesaikan tugasnya pada 2003, ia pun tetap lebih banyak tinggal di Pontianak bersama anak dan menantunya. Pada 2004, Sri Kadarwati ikut calon anggota DPD RI dan terpilih mewakili Kalbar. Kemudian tahun 2009, ia kembali terpilih dengan suara dukungan 151.602 pemilih, dan duduk sebagai anggota Komite I.
Hairiah menyatakan, Sri Kadarwati adalah sosok pekerja keras, gigih dan penuh tanggung jawab. Saat ini Sri Kadarwati sedang memperjuangkan amendemen Undang-undang MPR, DPR dan DPD RI tentang kewenangan DPD RI yang masih terbatas.
Sri Kadarwati maju sebagai anggota DPD RI hingga dua periode juga atas keinginan sejumlah teman dan warga Kalbar. Ternyata ia sangat populer karena kedekatan dan sikap menyatunya dengan warga Kalbar.
Sri Kadarwati pernah menyatakan, jika berada di suatu tempat, maka "kenakanlah pakaian daerah itu". Jika berada di Kalbar, gunakan "pakaian Kalbar", dan jika berada di Bali, maka gunakan "pakaian Bali".
Di akhir usianya, selain menjadi senator, Sri Kadarwati masih menjabat sebagai Ketua PMI Kalbar dan Penasihat BKMT Kalbar.
Ia pun selalu ingat apa yang menjadi pesan leluhurnya. Bahwa harus menjadi orang yang baik. Itu tak selalu konotasinya terkenal. Baik dengan segala kekurangan dan keterbatasan. "Tetap dikenang sebagai orang baik. Segala sesuatu mengalir saja. Berarti itu yang terbaik diberikan Allah," katanya.
Selamat jalan Bu Aswin. Darma Baktimu bagi Kalbar akan selalu dikenang.(*/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012