Sosiolog Universitas Udayana, Bali Wahyu Budi Nugroho mengatakan marak terjadi kasus pinjaman online ilegal menjadi salah satu bentuk euforia massa bukan sebagai budaya.
 
"Itu bukan sebagai budaya, tetapi lebih ke euforia massa awalnya. Karena tiba-tiba ada jasa peminjaman uang yang dinilai efisien, tidak ribet, dan segala prosesnya cukup dilakukan lewat gawai, masyarakat pun antusias dan berbondong-bondong melakukan pinjaman, tanpa terlebih dahulu menimbang berbagai risikonya," kata Wahyu saat dikonfirmasi di Denpasar, Bali, Minggu.
 
Ia mengatakan kedepan dengan terjadinya kasus pinjaman online ilegal, bisa menjadi refleksi bagi bank-bank konvensional untuk lebih mempermudah birokrasi peminjaman dana ke masyarakat.
 
Menurutnya, kasus pinjaman online ini adalah kelihaian pemilik modal, dalam hal ini pemilik jasa pinjaman online dalam melihat peluang. 
 
"Pandemi yang terjadi di tanah air menyebabkan banyak masyarakat berkurang pemasukannya, bahkan kehilangan pemasukan, peluang inilah yang dimanfaatkan oleh pemilik usaha pinjol," jelas Wahyu.

Baca juga: Ketua SWI: Segera lapor, jika masyarakat Bali diteror pinjol ilegal
 
Dikatakannya, bahwa pinjaman online ini adalah bisnis berorientasi profit. "Boleh jadi, saat menawarkan jasanya, pinjol bersikap kekeluargaan dan bersahabat, tetapi bagaimanapun juga dalam bisnis keuntungan lah yang utama," katanya.
 
Dengan begitu, kata Wahyu pinjaman online ini bakal melakukan cara apa pun, terutama pinjol-pinjol ilegal, untuk menarik kembali uangnya yang telah disertai bunga dari pelanggannya.
 
Jika melihat dari ada pihak yang diuntungkan, Wahyu mengatakan kalau dalam kasusnya adalah pinjaman online maka jelas yang paling diuntungkan adalah pemilik pinjaman online ilegal.
 
"Ini bisa terjadi mereka umumnya tidak menaati peraturan OJK, sehingga dalam hal ini customer lebih banyak dirugikan, baik secara material maupun imaterial," jelasnya.
 

Pewarta: Ayu Khania Pranishita

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021