Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementerian Hukum dan HAM RI mewajibkan agar seluruh notaris di Indonesia menggunakan aplikasi Government Anti-Money Laundering (goAML) untuk mencegah terjadinya transaksi ilegal.
"Pelaporan melalui aplikasi goAML tersebut bukan beban yang mengerikan bagi notaris. Justru sebaliknya, goAML ada untuk melindungi notaris agar tidak terseret dalam transaksi ilegal yang dilakukan para penghadap," kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham RI Cahyo R Muzhar, dalam siaran pers di Denpasar, Bali, Jumat.
Ia mengatakan dari 17.734 notaris yang terdaftar pada sistem Ditjen AHU, terdapat 3.507 notaris yang belum melakukan registrasi pada aplikasi goAML. Kata dia, khusus untuk Provinsi Bali dari 684 notaris yang terdaftar pada sistem Ditjen AHU, terdapat 141 notaris yang belum melakukan registrasi.
“Hal ini kiranya menjadi perhatian karena registrasi pada aplikasi goAML merupakan salah satu bentuk dukungan notaris terhadap keanggotaan Indonesia pada FATF,” katanya.
Baca juga: Kemenkumham Bali siagakan layanan imigrasi sambut dibukanya penerbangan internasional (video)
Dikatakannya, terkait arahan dari Presiden agar Indonesia dapat menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF).
FATF merupakan organisasi antar pemerintah di dunia yang bertujuan untuk memastikan bahwa negara anggotanya memiliki standar yang efektif dalam upaya memerangi tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan ancaman lain terhadap integritas sistem keuangan internasional.
Rekomendasi FATF dan Delegasi Pasal 18 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan & Pemberantasan TPPU dan Pasal 4 PP Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, menyatakan bentuk kontribusi profesi notaris yakni pengisian formulir Customer Due Diligence dan penyampaian transaksi mencurigakan melalui aplikasi Government Anti-Money Laundering (goAML).
"Untuk itu notaris diwajibkan mendaftar pada aplikasi tersebut dan melaporkan setiap transaksi keuangan yang mencurigakan," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
"Pelaporan melalui aplikasi goAML tersebut bukan beban yang mengerikan bagi notaris. Justru sebaliknya, goAML ada untuk melindungi notaris agar tidak terseret dalam transaksi ilegal yang dilakukan para penghadap," kata Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham RI Cahyo R Muzhar, dalam siaran pers di Denpasar, Bali, Jumat.
Ia mengatakan dari 17.734 notaris yang terdaftar pada sistem Ditjen AHU, terdapat 3.507 notaris yang belum melakukan registrasi pada aplikasi goAML. Kata dia, khusus untuk Provinsi Bali dari 684 notaris yang terdaftar pada sistem Ditjen AHU, terdapat 141 notaris yang belum melakukan registrasi.
“Hal ini kiranya menjadi perhatian karena registrasi pada aplikasi goAML merupakan salah satu bentuk dukungan notaris terhadap keanggotaan Indonesia pada FATF,” katanya.
Baca juga: Kemenkumham Bali siagakan layanan imigrasi sambut dibukanya penerbangan internasional (video)
Dikatakannya, terkait arahan dari Presiden agar Indonesia dapat menjadi anggota Financial Action Task Force (FATF).
FATF merupakan organisasi antar pemerintah di dunia yang bertujuan untuk memastikan bahwa negara anggotanya memiliki standar yang efektif dalam upaya memerangi tindak pidana pencucian uang, pendanaan terorisme, dan ancaman lain terhadap integritas sistem keuangan internasional.
Rekomendasi FATF dan Delegasi Pasal 18 ayat (2) UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan & Pemberantasan TPPU dan Pasal 4 PP Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, menyatakan bentuk kontribusi profesi notaris yakni pengisian formulir Customer Due Diligence dan penyampaian transaksi mencurigakan melalui aplikasi Government Anti-Money Laundering (goAML).
"Untuk itu notaris diwajibkan mendaftar pada aplikasi tersebut dan melaporkan setiap transaksi keuangan yang mencurigakan," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021