Dengan lahan yang luas serta terpenuhinya standar kualitas, Kabupaten Jembrana, mulai menuju sebagai sentra produsen kopi di Bali.
Meski memiliki perkebunan kopi yang luas, dengan mutu yang cukup bagus, selama ini hasil panen kopi di Kabupaten Jembrana masih belum memiliki nilai tambah bagi petani dan masyarakat setempat.
Hal itu, seperti yang disampaikan Wakil Bupati Jembrana I Gede Ngurah Patriana Krisna, Kamis, saat mengunjungi sentra pengolahan kopi di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, karena hampir seluruh komoditas kopi dijual mentah keluar daerah tersebut.
Ironisnya, setelah kopi tersebut diolah menjadi bubuk -dengan beberapa diantaranya disertai merk-, kembali dijual kepada masyarakat Kabupaten Jembrana.
"Kopi mentah dari Jembrana dibeli orang dari luar daerah, kemudian dibawa masuk kembali ke Jembrana dalam bentuk bubuk. Dari sisi ekonomi, keuntungan penjual bubuk lebih besar dibandingkan petani kopi," katanya.
Dengan kebiasaan masyarakat yang menjadikan kopi sebagai kebutuhan sehari-hari, Komoditas pertanian kebun ini memiliki potensi ekonomi yang luar biasa, dengan catatan harus dilakukan pengolahan lanjutan dari biji kopi.
Ia mengakui, kelemahan mendasar dari produksi kopi di Jembrana adalah menancapkan identitas atau branding bagi produk tersebut.
Lemahnya branding itu membuat penikmat kopi tidak mengetahui jika bubuk kopi yang dinikmatinya berasal dari Kabupaten Jembrana.
"Contoh, seseorang merasakan kopi yang enak, tapi tidak tahu jika kopi itu berasal dari Kabupaten Jembrana. Hal itu harus diubah, agar orang penikmat kopi tahu asal kopi, salah satunya dengan branding atau merk," katanya.
Saat arah produksi kopi diubah dari produsen biji menjadi kopi bubuk, ia mengatakan, hal penting yang harus dijaga adalah kualitas pengolahan, karena kopi berkaitan erat dengan cita rasa.
Menurut dia, kopi hasil olahan dari Kabupaten Jembrana, harus memiliki standar rasa, sehingga dibutuhkan sistem pengolahan yang juga memiliki standar-standar tertentu.
Dari pengalaman serta beberapa kunjungan terkait pengolahan kopi, ia mengungkapkan, membuat bubuk kopi yang nikmat tidak boleh asal-asalan dalam prosesnya, namun ada teknik-teknik tertentu yang harus dilakukan.
"Seperti cara dan lama menyangrai kopi agar matang namun tidak gosong, teknik meracik hingga tata cara pengemasan dan aturan penyeduhannya," katanya.
Dari pengelola Kopi Jaran Goyang di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi ia mendapatkan informasi, untuk mendapatkan rasa yang sempurna, kopi sebaiknya tidak diseduh dengan air pada suhu seratus derajat.
"Ternyata suhu air ideal untuk menyeduh kopi adalah 90 sampai 95 derajat celcius. Hal itu juga harus disampaikan kepada pembeli, agar mereka benar-benar merasakan cita rasa kopi," katanya.
Khusus pengembangan produksi kopi di Kabupaten Jembrana, pihaknya mulai mendorong dan membantu terbentuknya kelompok masyarakat untuk mengolah biji kopi menjadi kopi bubuk.
Ia optimis, sinergi antara kelompok masyarakat dan pemerintah, akan menghasilkan produk kopi yang berkualitas, memiliki ciri khas serta dikenal asal usulnya dari Kabupaten Jembrana.
Dalam pemasaran, kelompok itu harus mengikuti laju perkembangan teknologi, yang mana menempatkan pasar online untuk menjangkau konsumen.
"Strategi pemasaran sekarang ini tidak bisa lepas dari pertumbuhan pasar online yang luar biasa. Lewat pasar digital, identitas produk bisa tertanam kuat pada konsumen," katanya.
Terkait hal itu Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian Dan Perdangan Komang Agus Adinata mengatakan, generasi milenial menjadi salah satu sasaran pihaknya untuk membuat kelompok-kelompok pengolah kopi bubuk.
Ia juga mengaku prihatin, selama ini biji kopi dari hasil perkebunan Kabupaten Jembrana sebagian besar dibawa keluar daerah, dan kembali dibeli masyarakat Jembrana dalam bentuk bubuk.
"Kalau disurvei, hampir setiap orang di Kabupaten Jembrana minum kopi setiap harinya. Ini potensi pasar yang luar biasa. Target kami, kopi yang dinikmati masyarakat Jembrana, berasal dari kebun dan diolah di Kabupaten Jembrana," katanya.
Dari pendataan yang pihaknya lakukan, rata-rata kopi yang ditanam petani Kabupaten Jembrana jenis robuska, yang sudah dikenal luas masyarakat.
Cita rasa kopi tersebut, katanya, juga tidak berbeda dengan kopi sejenis dari daerah lain, hanya cara pengolahan yang berbeda.
"Maksud pengolahan disini termasuk branding atau image dari kopi tersebut. Seperti yang disampaikan pak wakil bupati, ada teknik tertentu untuk menghasilkan kopi bubuk dengan kualitas rasa yang mumpuni," katanya.
Untuk perkembangan kelompok pengolah kopi, menurutnya, saat ini sudah mulai dilakukan pelatihan-pelatihan, dengan menjadikan Kecamatan Pekutatan sebagai sentranya.***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021
Meski memiliki perkebunan kopi yang luas, dengan mutu yang cukup bagus, selama ini hasil panen kopi di Kabupaten Jembrana masih belum memiliki nilai tambah bagi petani dan masyarakat setempat.
Hal itu, seperti yang disampaikan Wakil Bupati Jembrana I Gede Ngurah Patriana Krisna, Kamis, saat mengunjungi sentra pengolahan kopi di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, karena hampir seluruh komoditas kopi dijual mentah keluar daerah tersebut.
Ironisnya, setelah kopi tersebut diolah menjadi bubuk -dengan beberapa diantaranya disertai merk-, kembali dijual kepada masyarakat Kabupaten Jembrana.
"Kopi mentah dari Jembrana dibeli orang dari luar daerah, kemudian dibawa masuk kembali ke Jembrana dalam bentuk bubuk. Dari sisi ekonomi, keuntungan penjual bubuk lebih besar dibandingkan petani kopi," katanya.
Dengan kebiasaan masyarakat yang menjadikan kopi sebagai kebutuhan sehari-hari, Komoditas pertanian kebun ini memiliki potensi ekonomi yang luar biasa, dengan catatan harus dilakukan pengolahan lanjutan dari biji kopi.
Ia mengakui, kelemahan mendasar dari produksi kopi di Jembrana adalah menancapkan identitas atau branding bagi produk tersebut.
Lemahnya branding itu membuat penikmat kopi tidak mengetahui jika bubuk kopi yang dinikmatinya berasal dari Kabupaten Jembrana.
"Contoh, seseorang merasakan kopi yang enak, tapi tidak tahu jika kopi itu berasal dari Kabupaten Jembrana. Hal itu harus diubah, agar orang penikmat kopi tahu asal kopi, salah satunya dengan branding atau merk," katanya.
Saat arah produksi kopi diubah dari produsen biji menjadi kopi bubuk, ia mengatakan, hal penting yang harus dijaga adalah kualitas pengolahan, karena kopi berkaitan erat dengan cita rasa.
Menurut dia, kopi hasil olahan dari Kabupaten Jembrana, harus memiliki standar rasa, sehingga dibutuhkan sistem pengolahan yang juga memiliki standar-standar tertentu.
Dari pengalaman serta beberapa kunjungan terkait pengolahan kopi, ia mengungkapkan, membuat bubuk kopi yang nikmat tidak boleh asal-asalan dalam prosesnya, namun ada teknik-teknik tertentu yang harus dilakukan.
"Seperti cara dan lama menyangrai kopi agar matang namun tidak gosong, teknik meracik hingga tata cara pengemasan dan aturan penyeduhannya," katanya.
Dari pengelola Kopi Jaran Goyang di Desa Kemiren, Kabupaten Banyuwangi ia mendapatkan informasi, untuk mendapatkan rasa yang sempurna, kopi sebaiknya tidak diseduh dengan air pada suhu seratus derajat.
"Ternyata suhu air ideal untuk menyeduh kopi adalah 90 sampai 95 derajat celcius. Hal itu juga harus disampaikan kepada pembeli, agar mereka benar-benar merasakan cita rasa kopi," katanya.
Khusus pengembangan produksi kopi di Kabupaten Jembrana, pihaknya mulai mendorong dan membantu terbentuknya kelompok masyarakat untuk mengolah biji kopi menjadi kopi bubuk.
Ia optimis, sinergi antara kelompok masyarakat dan pemerintah, akan menghasilkan produk kopi yang berkualitas, memiliki ciri khas serta dikenal asal usulnya dari Kabupaten Jembrana.
Dalam pemasaran, kelompok itu harus mengikuti laju perkembangan teknologi, yang mana menempatkan pasar online untuk menjangkau konsumen.
"Strategi pemasaran sekarang ini tidak bisa lepas dari pertumbuhan pasar online yang luar biasa. Lewat pasar digital, identitas produk bisa tertanam kuat pada konsumen," katanya.
Terkait hal itu Kepala Dinas Koperasi, Perindustrian Dan Perdangan Komang Agus Adinata mengatakan, generasi milenial menjadi salah satu sasaran pihaknya untuk membuat kelompok-kelompok pengolah kopi bubuk.
Ia juga mengaku prihatin, selama ini biji kopi dari hasil perkebunan Kabupaten Jembrana sebagian besar dibawa keluar daerah, dan kembali dibeli masyarakat Jembrana dalam bentuk bubuk.
"Kalau disurvei, hampir setiap orang di Kabupaten Jembrana minum kopi setiap harinya. Ini potensi pasar yang luar biasa. Target kami, kopi yang dinikmati masyarakat Jembrana, berasal dari kebun dan diolah di Kabupaten Jembrana," katanya.
Dari pendataan yang pihaknya lakukan, rata-rata kopi yang ditanam petani Kabupaten Jembrana jenis robuska, yang sudah dikenal luas masyarakat.
Cita rasa kopi tersebut, katanya, juga tidak berbeda dengan kopi sejenis dari daerah lain, hanya cara pengolahan yang berbeda.
"Maksud pengolahan disini termasuk branding atau image dari kopi tersebut. Seperti yang disampaikan pak wakil bupati, ada teknik tertentu untuk menghasilkan kopi bubuk dengan kualitas rasa yang mumpuni," katanya.
Untuk perkembangan kelompok pengolah kopi, menurutnya, saat ini sudah mulai dilakukan pelatihan-pelatihan, dengan menjadikan Kecamatan Pekutatan sebagai sentranya.***1***
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021