Kuta (Antara Bali) - Provinsi Jawa Timur terancam kehilangan daya tarik investasi di sektor minyak dan gas bumi akibat kuatnya gejolak sosial masyarakat di sekitar wilayah eksplorasi dan eksploitasi migas.
    
"Investor tidak bergairah lagi karena di Jatim masyarakatnya sangat atraktif terhadap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas," kata Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) Perwakilan Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara, Elan Subiantoro, kepada ANTARA di Kuta, Rabu.
    
Menurut dia, kuatnya gejolak sosial masyarakat di Jatim berbeda dengan di beberapa daerah lain di Indonesia. "Di Jatim ini masyarakat yang demo bisa menghentikan kegiatan eksplorasi seperti yang menimpa EML (PT Energi Mineral Langgeng) di Sumenep pada 21 Mei lalu," katanya seusai Rapat Berkala Pemerintah Pusat dan BP Migas dengan Badan Legislatif dan Yudikatif Jatim, Jateng, dan Nusa Tenggara itu.
    
Selain itu, masyarakat Kabupaten Bangkalan, Madura, juga menolak uji seismik yang hendak dilakukan oleh PT SPE Petroleum, perusahaan migas asal Amerika Serikat.
    
"Di Sidoarjo juga begitu. Sampai sekarang Lapindo belum bisa melakukan pengeboran empat sumur. Sayangnya, aparat penegak hukum tidak berdaya menghadapi hal-hal seperti itu," kata Elan.
    
Persoalan lain yang dapat menghambat industri migas di Jatim adalah perebutan wilayah migas antara pemerintah kabupaten/kota dengan Pemprov Jatim.
    
"Persoalan itu membuat kami sering kali dapat hambatan di tingkat 'grass root' karena mereka tidak terinformasikan secara jelas kebijakan migas, baik dari eksekutif maupun legislatif," katanya.
    
Meskipun demikian, Elan menegaskan bahwa pihaknya tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia (HAM) dalam menyikapi konflik sosial atas usaha eksplorasi dan eksploitasi migas.
    
"Persoalan itu sangat sensitif. Kalau masyarakat menolak, kami tentu tidak akan memaksakan diri untuk menjalankan usaha eksplorasi dan eksploitasi," katanya.
    
Pihaknya juga ingin menunjukkan transparansi di bidang migas dengan mengajak anggota legislatif dan tokoh masyarakat untuk turut mengawasi volume minyak dan gas yang diambil dari perut bumi sebelum dikirimkan ke titik awal distribusi dan penyaluran.
    
Rapat yang berlangsung di Kuta pada 19-20 Juni 2012 itu diikuti oleh unsur legislatif, kejaksaan, dan kepolisian dari 18 kabupaten/kota di Jatim yang terdapat area perminyakan, baik di darat maupun di laut.(M038)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012