Denpasar (Antara Bali) - Umat Islam di Kampung Bugis, Pulau Serangan, Denpasar, membaca surat Al-Ikhlas selama tiga malam sejak Jumat (15/6) untuk memperingati Isra Mikraj di masjid As-Syuhada.
"Membaca surat Al-Ikhlas ini sudah menjadi tradisi bagi umat Islam yang tinggal di Pulau Serangan," kata Jamaludin selaku pengurus takmir Masjid As-Syuhada, Minggu.
Menurut dia, Minggu malam merupakan hari terakhir rangkaian peringatan perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dilanjutkan menuju Sidratul Muntaha itu. "Pada malam terakhir Isra Mikraj ini ada pengajian setelah pembacaan surat Al-Ikhlas," katanya.
Ritual yang diikuti sekitar 200 orang itu tidak ditentukan jumlah bacaannya karena tergantung kemampuan setiap peserta dalam membaca surat ke-112 dalam Al-Quran itu. Pembacaan berlangsung selama satu jam setelah jemaah shalat Isya.
"Hitungannya bisa mencapai ribuan karena kami menyediakan ribuan batu kecil untuk dibawa setiap peserta agar memudahkan penghitungan. Tapi, kami sendiri tidak menghitungnya karena itu hanya amalan setiap individu," kata Jamaludin.
Masjid As-Syuhada dibangun pada abad ke-17 oleh Mukmin, seorang pedagang asal Bugis, Sulawesi Selatan, yang terdampar di Pulau Serangan. Saat itu Pulau Serangan masih terpisah dengan Pulau Bali.
Kini setelah direklamasi Pulau Serangan menyatu dengan daratan Pulau Dewata dan berada di wilayah Kecamatan Denpasar Selatan.
Lingkungan Kampung Bugis dihuni sekitar 100 keluarga yang memeluk agama Islam. Mereka kebanyakan keturunan Bugis dan berbaur dengan pemeluk agama Hindu setempat. Apalagi di Pulau Serangan juga terdapat Pura Dalem Sakenan.
Makam Mukmin berjarak sekitar 100 meter dari masjid yang didirikan di atas lahan pemberian dari Raja Pemecutan, salah satu kerajaan besar di Bali.
"Hampir setiap ada acara keagamaan yang digelar oleh warga sini, keluarga Raja Pemecutan selalu hadir," kata Jamaludin yang lahir di Kampung Bugis pada 68 tahun silam itu.
Masjid As-Syuhada dan makam Mukmin merupakan salah satu tujuan wisata religi di Bali. "Kalau menjelang bulan puasa, kami selalu kewalahan menerima peziarah dari Jawa yang biasanya datang berombongan mulai dari pagi sampai malam," katanya.
Masyarakat Kampung Bugis memiliki ritual unik yang digelar setiap tanggal 10 Muharam tahun hijriah. Masyarakat mengarak Al-Quran berusia ratusan tahun di sekitar kampung itu sebanyak tiga kali.
"Kalau dulu Al-Quran diarak sampai tiga hari, sekarang sehari saja, tapi tiga kali. Banyak wisatawan asing yang menyaksikan ritual itu," katanya.
Di serambi masjid terdapat satu sumur tua yang sampai sekarang masih mengeluarkan air tawar. Sumur itu menjadi satu-satunya sumber air tawar di Pulau Serangan.
Sebelumnya sumur itu terpisah dari masjid. Namun kini berada di dalam masjid setelah seorang donatur asal Rusia memberikan sumbangan untuk perluasan pembangunan.(M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Membaca surat Al-Ikhlas ini sudah menjadi tradisi bagi umat Islam yang tinggal di Pulau Serangan," kata Jamaludin selaku pengurus takmir Masjid As-Syuhada, Minggu.
Menurut dia, Minggu malam merupakan hari terakhir rangkaian peringatan perjalanan Nabi Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha dilanjutkan menuju Sidratul Muntaha itu. "Pada malam terakhir Isra Mikraj ini ada pengajian setelah pembacaan surat Al-Ikhlas," katanya.
Ritual yang diikuti sekitar 200 orang itu tidak ditentukan jumlah bacaannya karena tergantung kemampuan setiap peserta dalam membaca surat ke-112 dalam Al-Quran itu. Pembacaan berlangsung selama satu jam setelah jemaah shalat Isya.
"Hitungannya bisa mencapai ribuan karena kami menyediakan ribuan batu kecil untuk dibawa setiap peserta agar memudahkan penghitungan. Tapi, kami sendiri tidak menghitungnya karena itu hanya amalan setiap individu," kata Jamaludin.
Masjid As-Syuhada dibangun pada abad ke-17 oleh Mukmin, seorang pedagang asal Bugis, Sulawesi Selatan, yang terdampar di Pulau Serangan. Saat itu Pulau Serangan masih terpisah dengan Pulau Bali.
Kini setelah direklamasi Pulau Serangan menyatu dengan daratan Pulau Dewata dan berada di wilayah Kecamatan Denpasar Selatan.
Lingkungan Kampung Bugis dihuni sekitar 100 keluarga yang memeluk agama Islam. Mereka kebanyakan keturunan Bugis dan berbaur dengan pemeluk agama Hindu setempat. Apalagi di Pulau Serangan juga terdapat Pura Dalem Sakenan.
Makam Mukmin berjarak sekitar 100 meter dari masjid yang didirikan di atas lahan pemberian dari Raja Pemecutan, salah satu kerajaan besar di Bali.
"Hampir setiap ada acara keagamaan yang digelar oleh warga sini, keluarga Raja Pemecutan selalu hadir," kata Jamaludin yang lahir di Kampung Bugis pada 68 tahun silam itu.
Masjid As-Syuhada dan makam Mukmin merupakan salah satu tujuan wisata religi di Bali. "Kalau menjelang bulan puasa, kami selalu kewalahan menerima peziarah dari Jawa yang biasanya datang berombongan mulai dari pagi sampai malam," katanya.
Masyarakat Kampung Bugis memiliki ritual unik yang digelar setiap tanggal 10 Muharam tahun hijriah. Masyarakat mengarak Al-Quran berusia ratusan tahun di sekitar kampung itu sebanyak tiga kali.
"Kalau dulu Al-Quran diarak sampai tiga hari, sekarang sehari saja, tapi tiga kali. Banyak wisatawan asing yang menyaksikan ritual itu," katanya.
Di serambi masjid terdapat satu sumur tua yang sampai sekarang masih mengeluarkan air tawar. Sumur itu menjadi satu-satunya sumber air tawar di Pulau Serangan.
Sebelumnya sumur itu terpisah dari masjid. Namun kini berada di dalam masjid setelah seorang donatur asal Rusia memberikan sumbangan untuk perluasan pembangunan.(M038)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012