Denpasar (Antara Bali) - Made Taro, pendongeng dan pelestari permainan tradisional kawakan asal Pulau Dewata menilai tradisi mendongeng di daerahnya sudah semakin ditinggalkan oleh masyarakat.
"Kebiasaan mendongeng tradisional itu malah justru kini hidup di kalangan terpelajar. Mereka sudah memahami bahwa tradisi mendongeng itu dapat mengakrabkan hubungan orang tua dengan anaknya dan membekali pendidikan budi pekerti," katanya saat menjadi pembicara pada seminar bertajuk "Tradisi Mendongeng Di Abad 21" di Kampus Fakultas Sastra Universitas Udayana, di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, justru di lingkungan masyarakat perdesaan, kebiasaan mendongeng nampak sudah sangat berkurang. "Di tengah era globalisasi, orang merasa didesak oleh waktu sehingga semata-mata memikirkan kebutuhan hidup, menyebabkan mereka semakin berpikiran serba praktis dan dituntut untuk hidup yang sesempurnanya. Akibatnya, tidak waktu lagi untuk mendongeng untuk anak-anak mereka," ucapnya yang juga Pengasuh Sanggar Kukuruyuk itu.
Oleh karena tradisi mendongeng mulai ditinggalkan, ia memandang kepercayaan diri remaja menjadi kurang sehingga gampang sekali terpengaruh hal-hal negatif, seperti terjerat narkoba, geng motor dan menempuh jalan pintas dengan cara-cara kekerasan.
Dalam dongeng, lanjut dia, sesungguhnya mengandung makna kasih sayang, mencintai sesama, dan menghargai orang yang lebih tua. Dengan dongeng juga menjadi sarana komunikasi dua arah yang efektif antara orang tua dengan anak.
"Harus diperhatikan dongeng yang cocok dengan usia anak-anak dan yang menyampaikan pesan memacu kemauan anak-anak untuk meraih harapan," kata Taro yang telah menerbitkan lebih dari 30 buku dongeng dari kisah-kisah tradisional itu.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012
"Kebiasaan mendongeng tradisional itu malah justru kini hidup di kalangan terpelajar. Mereka sudah memahami bahwa tradisi mendongeng itu dapat mengakrabkan hubungan orang tua dengan anaknya dan membekali pendidikan budi pekerti," katanya saat menjadi pembicara pada seminar bertajuk "Tradisi Mendongeng Di Abad 21" di Kampus Fakultas Sastra Universitas Udayana, di Denpasar, Jumat.
Menurut dia, justru di lingkungan masyarakat perdesaan, kebiasaan mendongeng nampak sudah sangat berkurang. "Di tengah era globalisasi, orang merasa didesak oleh waktu sehingga semata-mata memikirkan kebutuhan hidup, menyebabkan mereka semakin berpikiran serba praktis dan dituntut untuk hidup yang sesempurnanya. Akibatnya, tidak waktu lagi untuk mendongeng untuk anak-anak mereka," ucapnya yang juga Pengasuh Sanggar Kukuruyuk itu.
Oleh karena tradisi mendongeng mulai ditinggalkan, ia memandang kepercayaan diri remaja menjadi kurang sehingga gampang sekali terpengaruh hal-hal negatif, seperti terjerat narkoba, geng motor dan menempuh jalan pintas dengan cara-cara kekerasan.
Dalam dongeng, lanjut dia, sesungguhnya mengandung makna kasih sayang, mencintai sesama, dan menghargai orang yang lebih tua. Dengan dongeng juga menjadi sarana komunikasi dua arah yang efektif antara orang tua dengan anak.
"Harus diperhatikan dongeng yang cocok dengan usia anak-anak dan yang menyampaikan pesan memacu kemauan anak-anak untuk meraih harapan," kata Taro yang telah menerbitkan lebih dari 30 buku dongeng dari kisah-kisah tradisional itu.(LHS/T007)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012