Pengurus Pondok Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menilai softcopy Kamus Sejarah Indonesia Jilid I dan Jilid II yang diterbitkan oleh Direktorat Sejarah pada Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, tidak layak jadi rujukan.

"Naskah tersebut sama sekali tidak layak dijadikan rujukan bagi praktisi pendidikan dan pelajar Indonesia, karena banyak berisi materi dan framing sejarah yang secara terstruktur dan sistematis telah menghilangkan peran Nahdlatul Ulama dan para tokoh utama Nahdlatul Ulama, terutama peran Hadlratus Syekh Hasyim Asy'ari," kata Bagian Humas Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang Nur Hidayat di Jombang, Selasa.

Ia mengungkapkan, di antara framing sejarah yang telah menghilangkan peran Nahdlatul Ulama dan para tokoh utama Nahdlatul Ulama tersebut adalah dengan tidak adanya lema Nahdlatul Ulama dan KH Hasyim Asy'ari dalam Jilid I dan Jilid II Kamus Sejarah Indonesia itu.

Baca juga: LKBN ANTARA luncurkan buku "Indonesia Bergerak 1900-1942"

Menurut dia, jika dicermati lebih dalam, narasi yang dibangun dalam kedua jilid Kamus Sejarah Indonesia tersebut juga tidak sesuai dengan kenyataan sejarah, karena cenderung mengunggulkan organisasi tertentu dan mendiskreditkan organisasi yang lain.

"Hal ini menunjukkan bahwa naskah tersebut tidak layak menjadi rujukan para praktisi pendidikan dan pelajar Indonesia. Di luar itu, banyak kelemahan substansial dan redaksional yang harus dikoreksi dari konten Kamus Sejarah Indonesia tersebut," tegas dia.

Sejarah sebuah bangsa, tambah dia, sangat penting untuk membangun peradaban di masa yang akan datang.

"Tidak ada satu bangsa yang menjadi besar tanpa memahami dan mempelajari sejarah leluhurnya. Karena itu, penulisan sejarah yang jujur merupakan tanggung jawab semua elemen bangsa," kata dia.

Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, kata dia, menuntut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk menarik kembali naskah tersebut dan meminta maaf kepada seluruh bangsa Indonesia.

"Pesantren Tebuireng menuntut agar menarik kembali naskah itu dan meminta maaf atas kecerobohan, kelalaian dalam penulisan kamus sejarah tersebut," pungkas dia.

Baca juga: Bali dan "National-Building" dalam Pusaran Sejarah Indonesia

Dirjen Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Hilmar Farid di Jakarta menyampaikan permohonan maaf atas keteledoran dengan tidak mencantumkan nama tokoh pendiri Nahdlatul Ulama (NU), Syekh Hasyim Asy'ari pada Kamus Sejarah Indonesia dua Jilid I dan II terbitan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud).

Ia mengatakan dalam substansi Kamus Sejarah Indonesia yang saat ini menjadi permasalahan, ditegaskan bahwa sama sekali tidak ada niatan untuk menghilangkan tokoh sejarah Syekh Hasyim Asy'ari.

Ia menjelaskan di dalam buku yang sama juga sudah dimuatkan informasi pada beberapa bagian tentang pendiri dari NU termasuk di dalamnya ada Syekh Hasyim Asy'ari. 
 

Pewarta: Asmaul Chusna

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2021