Tidak seperti biasanya para pakar dan profesional media dari berbagai negara serumpun di kawasan Asia Tenggara dan China berkumpul untuk membahas pemberantasan kemiskinan di tengah pandemi.
Undangan yang diterima ANTARA pada 14 Agustus 2020 juga tidak seperti biasanya dengan pokok pembahasan lebih mengarah pada penguatan kerja sama media di negara-negara anggota ASEAN dan China.
Demikian halnya dengan surat undangan yang disampaikan melalui WeChat itu terdapat dua jadwal yang juga tidak seperti biasanya.
Dalam surat undangan berstempel tulisan Mandarin dalam lingkaran merah "Zhong Guo Ri Bao Wangzhan" atau portal berita China Daily tercantum jadwal rekaman melalui aplikasi Zoom pada tanggal 18 September 2020 dan jadwal penyiaran di media tersebut pada tanggal 28 September 2020.
Baca juga: Gubernur Koster apresiasi China bantu penanganan COVID-19
Disertakan pula pesan dari si pengundang agar ANTARA perwakilan Beijing menyampaikan materi dalam acara tersebut.
Beberapa acara sejenis yang biasanya juga mengundang ANTARA sebagai pembicara tidak seperti itu. Maksudnya, hanya satu jadwal hari-H. Kalau pun ada, biasanya H-1 pihak panitia menjadwalkan untuk uji coba teknis yang menyangkut kualitas sinyal internet karena faktor jarak dan waktu.
Di sinilah bedanya acara yang digelar China Daily, media arus utama di negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa itu.
Topiknya pun berbeda. Beberapa awak media dari ASEAN dan China menyampaikan gagasan dan pandangannya mengenai pengentasan orang dari kemiskinan berdasarkan pengalaman di negaranya masing-masing.
"Pandemi virus corona telah memberikan dampak yang cukup dahsyat terhadap ekonomi global dan menjadi tantangan tersendiri bagi dunia yang sedang berupaya memberantas kemiskinan," Wakil Pemred China Daily, Wang Hao, saat membuka konferensi media internasional terkait pengentasan kemiskinan di ASEAN-China yang disiarkan Senin (28/9).
Baca juga: MPR: Kerja sama Indonesia-China "belt and road" harus setara
Dalam menghadapi dua tantangan sekaligus, Wang mengajak media di China dan ASEAN untuk menyuguhkan laporan untuk meningkatkan kepercayaan diri pemerintah masing-masing dan masyarakatnya dalam pemecahan kemiskinan dan pemberantasan pandemi.
Dalam forum yang disponsori oleh Pusat ASEAN-China (ACC) itu, Wang menyebutkan pemerintah China telah berhasil mengentaskan 800 juta jiwa masyarakatnya dari jurang kemiskinan.
"Ini setara dengan 70 persen kontribusi China terhadap pemberantasan kemiskinan global," ujar pimpinan media milik Departemen Komunikasi Partai Komunis China (CPC) itu.
Kenapa ASEAN?
Dalam beberapa bulan terakhir ASEAN mencatatkan kenaikan nilai perdagangan yang cukup signifikan dengan China.
"Dalam semester pertama 2020, volume perdagangan ASEAN-China tumbuh 5,6 persen," sebut Sekretaris Jenderal ACC Chen Dehai dalam paparannya dalam forum tersebut.
Catatan itu sangat menggembirakan mengingat terjadi di tengah pandemi COVID-19 yang melumpuhkan lalu lintas perdagangan global.
Bahkan dengan pertumbuhan itu pula, ASEAN telah menggeser Uni Eropa sebagai partner dagang terbesar China.
"Tentu saja hal ini memberikan peluang yang lebih besar lagi kepada ASEAN dan China untuk meningkatkan dan menguatkan kerja sama," ujar Chen.
Catatan positif di sektor perdagangan tersebut tidak berarti apa-apa, manakala masyarakat di kawasan dibayangi oleh kemiskinan akibat resesi ekonomi global.
Baca juga: Seniman Indonesia gelar pameran di Nanjing, China
Negara-negara anggota ASEAN memiliki catatan yang gemilang dalam pengentasan kemiskinan sebelum badai COVID-19 melanda.
Angka kemiskinan di kawasan tersebut turun dari 47 persen pada 1990 menjadi hanya 15 persen pada 2015.
Oleh karenanya sebelum pandemi, ASEAN sangat yakin masalah kemiskinan akan bisa teratasi pada 2030.
Sayangnya, keyakinan tersebut perlahan-lahan luntur oleh pandemi yang telah menelan biaya triliunan dolar AS untuk memulihkan perekonomian global.
Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara hanya akan tumbuh 1 persen.
Itu berarti banyak di antara masyarakat yang benar-benar sudah terentaskan dari garis kemiskinan akan berisiko jatuh kembali ke jurang kemiskinan.
Memang kemiskinan yang terjadi di Indonesia tidak separah negara-negara lain yang sama-sama sedang berjuang menghadapi pandemi.
Hal tersebut salah satunya karena sekitar 40 persen dana stimulus dari pemerintah Indonesia dialokasikan untuk perlindungan kesehatan dan program sosial masyarakat.
Kemudian 35 persen diberikan dalam bentuk bantuan langsung tunai, bantuan pangan, menggratiskan atau memberikan potongan rekening listrik, dan insentif bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di tengah pandemi ini.
Pemerintah Indonesia pun mendesak terjalinnya solidaritas dan kerja sama global dalam mengatasi kemiskinan.
"Fokuskan program stimulus pada bantuan langsung yang bisa mengatasi dampak pandemi terhadap masyarakat miskin dan masyarakat yang lebih rentan agar tetap mendapatkan perlindungan kesehatan dan sosial sambil terus berupaya memulihkan perekonomian dan mata pencaharian masyarakat," demikian pernyataan ANTARA dalam forum tersebut.
Kamboja dan Laos menyambut positif ikhtiar tersebut karena melalui solidaritas dan kerja sama internasional, masalah kemiskinan bisa teratasi.
Kerja sama media dalam mendukung program pengentasan orang dari kemiskinan di ASEAN dan China juga sangat diperlukan.
"Kami sangat percaya eratnya jalinan kerja sama media di Indonesia dan China akan sangat membantu kedua negara dalam memerangi kemiskinan," demikian pernyataan ANTARA dikutip China Daily dari forum yang juga diikuti oleh perwakilan dari Kedutaan Besar RI di Beijing, Kedutaan Besar Kamboja, Kedutaan Besar Laos, Kantor Berita Vietnam VNA, Kantor Berita Filipina PNA, dan sejumlah akademisi dari China itu.
Percuma saja sektor perdagangan antara ASEAN dan China memberikan catatan yang positif di tengah ancaman resesi akibat pandemi.
Apalagi dalam berbagai kesempatan, China telah berkomitmen menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat bersama di ASEAN, baik yang mendapatkan investasi proyek pembangunan infrastruktur Prakarsa Sabuk- Jalan (BRI) maupun program kerja sama bilateral lainnya.
Kini, saatnya Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara lainnya menagih janji itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Undangan yang diterima ANTARA pada 14 Agustus 2020 juga tidak seperti biasanya dengan pokok pembahasan lebih mengarah pada penguatan kerja sama media di negara-negara anggota ASEAN dan China.
Demikian halnya dengan surat undangan yang disampaikan melalui WeChat itu terdapat dua jadwal yang juga tidak seperti biasanya.
Dalam surat undangan berstempel tulisan Mandarin dalam lingkaran merah "Zhong Guo Ri Bao Wangzhan" atau portal berita China Daily tercantum jadwal rekaman melalui aplikasi Zoom pada tanggal 18 September 2020 dan jadwal penyiaran di media tersebut pada tanggal 28 September 2020.
Baca juga: Gubernur Koster apresiasi China bantu penanganan COVID-19
Disertakan pula pesan dari si pengundang agar ANTARA perwakilan Beijing menyampaikan materi dalam acara tersebut.
Beberapa acara sejenis yang biasanya juga mengundang ANTARA sebagai pembicara tidak seperti itu. Maksudnya, hanya satu jadwal hari-H. Kalau pun ada, biasanya H-1 pihak panitia menjadwalkan untuk uji coba teknis yang menyangkut kualitas sinyal internet karena faktor jarak dan waktu.
Di sinilah bedanya acara yang digelar China Daily, media arus utama di negara berpenduduk 1,4 miliar jiwa itu.
Topiknya pun berbeda. Beberapa awak media dari ASEAN dan China menyampaikan gagasan dan pandangannya mengenai pengentasan orang dari kemiskinan berdasarkan pengalaman di negaranya masing-masing.
"Pandemi virus corona telah memberikan dampak yang cukup dahsyat terhadap ekonomi global dan menjadi tantangan tersendiri bagi dunia yang sedang berupaya memberantas kemiskinan," Wakil Pemred China Daily, Wang Hao, saat membuka konferensi media internasional terkait pengentasan kemiskinan di ASEAN-China yang disiarkan Senin (28/9).
Baca juga: MPR: Kerja sama Indonesia-China "belt and road" harus setara
Dalam menghadapi dua tantangan sekaligus, Wang mengajak media di China dan ASEAN untuk menyuguhkan laporan untuk meningkatkan kepercayaan diri pemerintah masing-masing dan masyarakatnya dalam pemecahan kemiskinan dan pemberantasan pandemi.
Dalam forum yang disponsori oleh Pusat ASEAN-China (ACC) itu, Wang menyebutkan pemerintah China telah berhasil mengentaskan 800 juta jiwa masyarakatnya dari jurang kemiskinan.
"Ini setara dengan 70 persen kontribusi China terhadap pemberantasan kemiskinan global," ujar pimpinan media milik Departemen Komunikasi Partai Komunis China (CPC) itu.
Kenapa ASEAN?
Dalam beberapa bulan terakhir ASEAN mencatatkan kenaikan nilai perdagangan yang cukup signifikan dengan China.
"Dalam semester pertama 2020, volume perdagangan ASEAN-China tumbuh 5,6 persen," sebut Sekretaris Jenderal ACC Chen Dehai dalam paparannya dalam forum tersebut.
Catatan itu sangat menggembirakan mengingat terjadi di tengah pandemi COVID-19 yang melumpuhkan lalu lintas perdagangan global.
Bahkan dengan pertumbuhan itu pula, ASEAN telah menggeser Uni Eropa sebagai partner dagang terbesar China.
"Tentu saja hal ini memberikan peluang yang lebih besar lagi kepada ASEAN dan China untuk meningkatkan dan menguatkan kerja sama," ujar Chen.
Catatan positif di sektor perdagangan tersebut tidak berarti apa-apa, manakala masyarakat di kawasan dibayangi oleh kemiskinan akibat resesi ekonomi global.
Baca juga: Seniman Indonesia gelar pameran di Nanjing, China
Negara-negara anggota ASEAN memiliki catatan yang gemilang dalam pengentasan kemiskinan sebelum badai COVID-19 melanda.
Angka kemiskinan di kawasan tersebut turun dari 47 persen pada 1990 menjadi hanya 15 persen pada 2015.
Oleh karenanya sebelum pandemi, ASEAN sangat yakin masalah kemiskinan akan bisa teratasi pada 2030.
Sayangnya, keyakinan tersebut perlahan-lahan luntur oleh pandemi yang telah menelan biaya triliunan dolar AS untuk memulihkan perekonomian global.
Bank Pembangunan Asia (ADB) memperkirakan pertumbuhan ekonomi di Asia Tenggara hanya akan tumbuh 1 persen.
Itu berarti banyak di antara masyarakat yang benar-benar sudah terentaskan dari garis kemiskinan akan berisiko jatuh kembali ke jurang kemiskinan.
Memang kemiskinan yang terjadi di Indonesia tidak separah negara-negara lain yang sama-sama sedang berjuang menghadapi pandemi.
Hal tersebut salah satunya karena sekitar 40 persen dana stimulus dari pemerintah Indonesia dialokasikan untuk perlindungan kesehatan dan program sosial masyarakat.
Kemudian 35 persen diberikan dalam bentuk bantuan langsung tunai, bantuan pangan, menggratiskan atau memberikan potongan rekening listrik, dan insentif bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di tengah pandemi ini.
Pemerintah Indonesia pun mendesak terjalinnya solidaritas dan kerja sama global dalam mengatasi kemiskinan.
"Fokuskan program stimulus pada bantuan langsung yang bisa mengatasi dampak pandemi terhadap masyarakat miskin dan masyarakat yang lebih rentan agar tetap mendapatkan perlindungan kesehatan dan sosial sambil terus berupaya memulihkan perekonomian dan mata pencaharian masyarakat," demikian pernyataan ANTARA dalam forum tersebut.
Kamboja dan Laos menyambut positif ikhtiar tersebut karena melalui solidaritas dan kerja sama internasional, masalah kemiskinan bisa teratasi.
Kerja sama media dalam mendukung program pengentasan orang dari kemiskinan di ASEAN dan China juga sangat diperlukan.
"Kami sangat percaya eratnya jalinan kerja sama media di Indonesia dan China akan sangat membantu kedua negara dalam memerangi kemiskinan," demikian pernyataan ANTARA dikutip China Daily dari forum yang juga diikuti oleh perwakilan dari Kedutaan Besar RI di Beijing, Kedutaan Besar Kamboja, Kedutaan Besar Laos, Kantor Berita Vietnam VNA, Kantor Berita Filipina PNA, dan sejumlah akademisi dari China itu.
Percuma saja sektor perdagangan antara ASEAN dan China memberikan catatan yang positif di tengah ancaman resesi akibat pandemi.
Apalagi dalam berbagai kesempatan, China telah berkomitmen menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat bersama di ASEAN, baik yang mendapatkan investasi proyek pembangunan infrastruktur Prakarsa Sabuk- Jalan (BRI) maupun program kerja sama bilateral lainnya.
Kini, saatnya Indonesia dan negara-negara di Asia Tenggara lainnya menagih janji itu.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020