Bontang (Antara Bali) - Kepala Balai Taman Nasional Kutai (TNK), Asep Sugiharta, mengatakan, keberadaan orangutan di TNK yang menyukai daratan "alluvial" atau daerah aliran sungai dan hutan rawa gambut, kini kian terdesak seiring pembukaan hutan untuk perkebunan.

"Yang menjadi masalah karena pemanfaatan lahan kini makin meluas untuk aktivitas sosial, ekonomi dan budaya manusia umumnya, sehingga berakibat fatal bagi orangutan dengan menyempitnya daerah sebaran mereka," kata Kepala Balai TNK, Asep Sugiharta, di Bontang, Sabtu.

Untuk itu, Balai TNK akan menggelar seminar tentang orangutan pada Selasa (10/4) dengan pembicara dua peneliti orangutan, yakni Dr Yaya Rayadin dari Universitas Mulawarman yang membawakan materi konservasi orangutan di Kalimantan dan Prof Anne E Russon yang membawakan materi perilaku ekologi orangutan di TNK.

Prof Anne adalah peneliti asal Kanada yang telah bertahun-tahun melakukan penelitian orangutan di Camp Bendili Mentoko Kutai Timur, kawasan TNK.

Menurut Asep, kecenderungan dari perubahan tutupan hutan yang berada di TNK dan sekitarnya yang semakin lama semakin sedikit ditambah dengan konflik orangutan dengan manusia yang semakin meningkat perlu segera dicegah.

Saat ini jenis kera besar ini hanya bisa ditemui di Sumatera dan Borneo Kalimantan, 90 persen ada di Indonesia. Sebanyak 70 Persen berada di areal perkebunan, sisanya di TNK, cagar Muara Kaman  Kukar, Sungai Wain Balikpapan hasil konservasi.(LHS/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012