Badan Pengawas Pemilu Kota Denpasar berdasarkan hasil pengawasan dan koordinasi jajarannya mendapati banyak pemilih yang sudah dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) pada Pemilu 2019 tetap masuk dalam dokumen model A-KWK yang menjadi dasar untuk tahap pencocokan dan penelitian (coklit) data pemilih di Pilkada 2020.
"Kami berharap KPU Kota Denpasar dalam penyusunan Daftar Pemilih Hasil Pemuktahiran (DPHP) Pilwali Kota Denpasar 2020 dapat memperhatikan hal itu," kata anggota Bawaslu Kota Denpasar I Nyoman Gede Putra Wiratma di Denpasar, Jumat.
Data pemilih dalam dokumen atau form A-KWK itu, lanjut dia, disusun berdasarkan DP4 (data penduduk potensial pemilih pemilu) dari Kemendagri dan data pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019.
Baca juga: Cegah pelanggaran pilkada, Bawaslu Bali canangkan Desa Sadar Hukum Pemilu di Bangli
Menurut Wiratma yang akrab disapa Dodo, pemilih dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) bisa disebabkan sejumlah faktor, di antaranya karena meninggal dunia ataupun sudah menjadi anggota TNI dan Polri.
Selain itu, dalam tahap coklit mulai 15 Juli hingga 13 Agustus 2020, berdasarkan hasil koordinasi dan pengawasan mendapatkan masih adanya pemilih yang tidak masuk ke dalam form A-KWK.
"Kemudian ada juga pemilih yang belum melakukan perekaman KTP elektronik di Kota Denpasar," ucapnya di sela-sela Rapat Pokja Pengawasan Daftar Pemilih untuk Pilwali Kota Denpasar itu.
Berdasarkan hasil komunikasi dengan pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Denpasar, kata Dodo, salah satu penyebab adanya data pemilih yang meninggal dunia masuk di dokumen A-KWK karena namanya masih tercantum dalam database kependudukan di Kementerian Dalam Negeri.
Nama dan NIK dalam database kependudukan itu, kata dia, akan dihapus jika seseorang yang meninggal dunia sudah dinyatakan dengan bukti akta kematian.
"Meskipun sudah meninggal dunia, jika pihak keluarga belum mengurus akta kematian, tetap yang meninggal dunia itu tercatat dalam database," kata Koordinator Divisi Pengawasan, Hubungan Masyarakat, dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kota Denpasar ini.
Baca juga: Bawaslu Bali dorong perempuan jadi pengawas TPS Pilkada 2020
Untuk menghapus identitas seseorang dalam database kependudukan, kata Dodo, tidak bisa hanya berdasarkan surat keterangan meninggal yang dikeluarkan oleh dusun atau desa setempat.
Oleh karena itu, pihaknya mengajak masyarakat, khususnya warga Kota Denpasar bagi yang memiliki anggota keluarga telah meninggal dunia agar segera mengurus akta kematian familinya.
Dengan demikian, lanjut dia, masih ditemukan daftar pemilih yang tidak memenuhi syarat bukan berarti jajaran KPU dan Bawaslu tidak bekerja untuk memuktahirkan data pemilih.
"Data itu sudah 'bersih' untuk setiap pemilu atau pilkada. Namun, pada pemilu berikutnya menjadi 'kotor' karena masuk lagi dalam DP4 mereka yang sudah meninggal dunia itu," katanya yang didampingi anggota Bawaslu Kota Denpasar I Wayan Sudarsana dan Achmad Baidhowi itu.
Ia mengusulkan ke depannya agar ada perubahan regulasi yang mengatur bahwa untuk daftar pemilih di setiap pilkada atau pemilu bisa dimulai dari data di bawah.
"Data kependudukan dari kepala dusun atau lingkungan baru naik ke jenjang yang lebih tinggi atau istilahnya bottom up, tidak seperti selama ini yang top down diturunkan dari DP4, yang bisa jadi tidak menghapus data mereka yang sudah meninggal dunia," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Kami berharap KPU Kota Denpasar dalam penyusunan Daftar Pemilih Hasil Pemuktahiran (DPHP) Pilwali Kota Denpasar 2020 dapat memperhatikan hal itu," kata anggota Bawaslu Kota Denpasar I Nyoman Gede Putra Wiratma di Denpasar, Jumat.
Data pemilih dalam dokumen atau form A-KWK itu, lanjut dia, disusun berdasarkan DP4 (data penduduk potensial pemilih pemilu) dari Kemendagri dan data pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019.
Baca juga: Cegah pelanggaran pilkada, Bawaslu Bali canangkan Desa Sadar Hukum Pemilu di Bangli
Menurut Wiratma yang akrab disapa Dodo, pemilih dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS) bisa disebabkan sejumlah faktor, di antaranya karena meninggal dunia ataupun sudah menjadi anggota TNI dan Polri.
Selain itu, dalam tahap coklit mulai 15 Juli hingga 13 Agustus 2020, berdasarkan hasil koordinasi dan pengawasan mendapatkan masih adanya pemilih yang tidak masuk ke dalam form A-KWK.
"Kemudian ada juga pemilih yang belum melakukan perekaman KTP elektronik di Kota Denpasar," ucapnya di sela-sela Rapat Pokja Pengawasan Daftar Pemilih untuk Pilwali Kota Denpasar itu.
Berdasarkan hasil komunikasi dengan pihak Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kota Denpasar, kata Dodo, salah satu penyebab adanya data pemilih yang meninggal dunia masuk di dokumen A-KWK karena namanya masih tercantum dalam database kependudukan di Kementerian Dalam Negeri.
Nama dan NIK dalam database kependudukan itu, kata dia, akan dihapus jika seseorang yang meninggal dunia sudah dinyatakan dengan bukti akta kematian.
"Meskipun sudah meninggal dunia, jika pihak keluarga belum mengurus akta kematian, tetap yang meninggal dunia itu tercatat dalam database," kata Koordinator Divisi Pengawasan, Hubungan Masyarakat, dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kota Denpasar ini.
Baca juga: Bawaslu Bali dorong perempuan jadi pengawas TPS Pilkada 2020
Untuk menghapus identitas seseorang dalam database kependudukan, kata Dodo, tidak bisa hanya berdasarkan surat keterangan meninggal yang dikeluarkan oleh dusun atau desa setempat.
Oleh karena itu, pihaknya mengajak masyarakat, khususnya warga Kota Denpasar bagi yang memiliki anggota keluarga telah meninggal dunia agar segera mengurus akta kematian familinya.
Dengan demikian, lanjut dia, masih ditemukan daftar pemilih yang tidak memenuhi syarat bukan berarti jajaran KPU dan Bawaslu tidak bekerja untuk memuktahirkan data pemilih.
"Data itu sudah 'bersih' untuk setiap pemilu atau pilkada. Namun, pada pemilu berikutnya menjadi 'kotor' karena masuk lagi dalam DP4 mereka yang sudah meninggal dunia itu," katanya yang didampingi anggota Bawaslu Kota Denpasar I Wayan Sudarsana dan Achmad Baidhowi itu.
Ia mengusulkan ke depannya agar ada perubahan regulasi yang mengatur bahwa untuk daftar pemilih di setiap pilkada atau pemilu bisa dimulai dari data di bawah.
"Data kependudukan dari kepala dusun atau lingkungan baru naik ke jenjang yang lebih tinggi atau istilahnya bottom up, tidak seperti selama ini yang top down diturunkan dari DP4, yang bisa jadi tidak menghapus data mereka yang sudah meninggal dunia," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020