Kepala Bagian Litigasi dan Non-Litigasi Biro Hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Efi Laila Kholis mengungkapkan selama dua tahun terakhir terdapat 33 persen saksi kasus korupsi yang dikriminalisasi.
"Sejak 2 tahun belakangan ini dari pengamatan tim kami sebanyak 33 persen dari saksi yang kita lindungi itu dikriminalisasi," kata Efi dalam webinar "Kemajuan Perlindungan Pelapor (Whistleblowers) di Indonesia: Tantangan Saat ini dan Rencana ke Depan" yang disiarkan akun Youtube KPK, Senin.
Selain itu, Tim Biro Hukum KPK juga mencatat ada 67 persen saksi korupsi yang diintimidasi.
Lebih lanjut, ia pun mengungkapkan bahwa menjadi saksi kasus korupsi merupakan tantangan yang sangat besar seperti mendapat ancaman teror.
"Jadi, bisa bayangkan ketika seseorang menjadi saksi betul-betul tantangan nya sangat besar bukan hanya dijadikan tersangka tetapi juga mendapat ancaman teror kemudian keluarganya, pekerjaannya," ungkap Efi.
Selain itu, ia menyatakan dari 33 persen saksi yang dikriminalisasi itu terdapat 1 persen saksi yang mendapatkan hukuman atas kesaksian nya karena mendapatkan "balas dendam" dari pelaku atau pihak lain yang secara tidak langsung melaporkan saksi yang akan dilindungi tersebut.
"Untuk 33 persen yang mengalami kriminalisasi, Tim Biro Hukum KPK ada di garda terdepan, ketika seseorang mendapatkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dari APH (Aparat Penegak Hukum) lain, kami lakukan kooordinasi dengan APH lain," ujar Efi.
Ia mengatakan selama ini koordinasi tersebut berjalan cukup optimal dengan mengirimkan surat meminta proses penanganan perkara saksi yang dijadikan tersangka tersebut ditunda terlebih dahulu.
"Ketika saksi tersebut ditetapkan dijadikan tersangka, minimal kita bersurat. Kita minta proses penanganan perkara yang bersangkutan ditunda terlebih dahulu karena yang bersangkutan masih memberikan kesaksian di KPK," ujarnya.
Atas hal tersebut, kata dia, KPK pun menargetkan tidak ada lagi saksi-saksi kasus korupsi yang justru dikriminalisasi.
"Ini menjadi target buat kami yang 33 persen itu menjadi 0 sehingga setiap orang menjadi aman, merasa percaya diri untuk bisa bersaksi di persidangan," ungkap Efi.
Selain saksi, ia juga mengungkapkan ahli yang dipakai oleh KPK di persidangan juga mendapatkan tekanan seperti digugat secara perdata.
"Digugat perdata juga bukan main-main, itu gugatan nya pun sampai kepada kerugian materiil sampai miliaran (rupiah). Ini siapa pun ahlinya berpikir ulang apakah dengan kesaksian saya ini, KPK bisa maksimal. Kami juga sudah 3 kali digugat perdata dan KPK secara intensif mendampingi, KPK masuk dalam perkara tersebut sehingga para ahli tidak perlu ragu bahwa kami nanti akan digugat perdata atau dipidanakan itu bisa kami tanggulangi," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Sejak 2 tahun belakangan ini dari pengamatan tim kami sebanyak 33 persen dari saksi yang kita lindungi itu dikriminalisasi," kata Efi dalam webinar "Kemajuan Perlindungan Pelapor (Whistleblowers) di Indonesia: Tantangan Saat ini dan Rencana ke Depan" yang disiarkan akun Youtube KPK, Senin.
Selain itu, Tim Biro Hukum KPK juga mencatat ada 67 persen saksi korupsi yang diintimidasi.
Lebih lanjut, ia pun mengungkapkan bahwa menjadi saksi kasus korupsi merupakan tantangan yang sangat besar seperti mendapat ancaman teror.
"Jadi, bisa bayangkan ketika seseorang menjadi saksi betul-betul tantangan nya sangat besar bukan hanya dijadikan tersangka tetapi juga mendapat ancaman teror kemudian keluarganya, pekerjaannya," ungkap Efi.
Selain itu, ia menyatakan dari 33 persen saksi yang dikriminalisasi itu terdapat 1 persen saksi yang mendapatkan hukuman atas kesaksian nya karena mendapatkan "balas dendam" dari pelaku atau pihak lain yang secara tidak langsung melaporkan saksi yang akan dilindungi tersebut.
"Untuk 33 persen yang mengalami kriminalisasi, Tim Biro Hukum KPK ada di garda terdepan, ketika seseorang mendapatkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) dari APH (Aparat Penegak Hukum) lain, kami lakukan kooordinasi dengan APH lain," ujar Efi.
Ia mengatakan selama ini koordinasi tersebut berjalan cukup optimal dengan mengirimkan surat meminta proses penanganan perkara saksi yang dijadikan tersangka tersebut ditunda terlebih dahulu.
"Ketika saksi tersebut ditetapkan dijadikan tersangka, minimal kita bersurat. Kita minta proses penanganan perkara yang bersangkutan ditunda terlebih dahulu karena yang bersangkutan masih memberikan kesaksian di KPK," ujarnya.
Atas hal tersebut, kata dia, KPK pun menargetkan tidak ada lagi saksi-saksi kasus korupsi yang justru dikriminalisasi.
"Ini menjadi target buat kami yang 33 persen itu menjadi 0 sehingga setiap orang menjadi aman, merasa percaya diri untuk bisa bersaksi di persidangan," ungkap Efi.
Selain saksi, ia juga mengungkapkan ahli yang dipakai oleh KPK di persidangan juga mendapatkan tekanan seperti digugat secara perdata.
"Digugat perdata juga bukan main-main, itu gugatan nya pun sampai kepada kerugian materiil sampai miliaran (rupiah). Ini siapa pun ahlinya berpikir ulang apakah dengan kesaksian saya ini, KPK bisa maksimal. Kami juga sudah 3 kali digugat perdata dan KPK secara intensif mendampingi, KPK masuk dalam perkara tersebut sehingga para ahli tidak perlu ragu bahwa kami nanti akan digugat perdata atau dipidanakan itu bisa kami tanggulangi," tuturnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020