Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Internasional Dewan Pers Agus Sudibyo mengatakan wartawan adalah profesi yang tidak bisa berhenti di saat pandemi COVID-19 sedang melanda.

"Justru diharapkan bekerja lebih keras dalam memasok informasi, termasuk hiburan kepada masyarakat," kata dia saat diskusi daring yang diadakan ANTARA dengan tema Aman dan Sehat Kala Bekerja: Wartawan Garda Terdepan Industri Media di Jakarta, Selasa.

Profesi wartawan saat ini, ujar dia, sama halnya dengan posisi dokter yang terus bekerja untuk menyampaikan informasi-informasi yang dibutuhkan banyak pihak, sebab, pada saat masa-masa di tengah pandemi COVID-19 ini kebutuhan akan informasi makin besar akibat masyarakat jarang keluar dan hal itu hanya dapat dilakukan oleh wartawan.

Baca juga: ANTARA pastikan keselamatan dan kesehatan wartawan yang utama

Kesadaran akan pentingnya posisi wartawan tersebut terutama di tengah pandemi disadari betul oleh sejumlah negara-negara demokrasi.

Sebab, negara-negara demokrasi menyadari untuk menghadapi pandemi COVID-19 komunikasi publik menjadi kunci penting. Oleh karena itu, wartawan dan media massa dibutuhkan sekali keberadaannya.

Sebagai contoh Uni Eropa mengeluarkan kebijakan insentif yakni dana bantuan darurat bagi perusahaan media untuk melawan misinformasi dan disinformasi di tengah pandemi. Kemudian Norwegia mengeluarkan kebijakan insentif, yaitu paket bantuan kepada media massa yang diperkirakan dapat menutup 60 persen kerugian finansial sebesar 27 juta Euro.

Di Selandia Baru, pemerintahnya membelanjakan 50 juta dolar atau sekitar Rp425 miliar untuk bisnis media yang menderita kerugian finansial akibat pandemi COVID-19.

Baca juga: Peran media massa di era media sosial dikupas lewat diskusi virtual

Khusus di Indonesia keadaan industri media cukup memprihatinkan dimana 50 persen perusahaan pers cetak telah memotong gaji karyawan dengan besaran 2 hingga 30 persen.

Selanjutnya 38,6 persen perusahaan pers cetak sudah atau sedang mempertimbangkan opsi melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada karyawan. Jumlah karyawan yang sudah dan sedang proses PHK berkisar 25 hingga 100 orang di setiap perusahaannya.

"Data ini telah kita berikan kepada pemerintah melalui Wakil Presiden dan Presiden," katanya.

Dengan kondisi tersebut, komunitas pers nasional mengharapkan perhatian negara terhadap industri pers sebagaimana yang telah ditunjukkan negara-negara demokratis lain.

Sementara itu, Ketua Umum AJI Indonesia, Abdul Manan, dalam forum yang sama, menegaskan bahwa wartawan itu memang rentan terpapar COVID-19, karena secara natural mmg selalu ingin ada di lokasi,  termasuk saat ada bencana.

"Solusinya,  perusahaan media perlu punya SOP perlindungan, baik yang bersifat antisipasi, seperti penyediaan masker,  hand sanitizer,  hingga APD,  lalu bila ada yang terkena harus dikendalikan agar jumlahnya tidak bertambah banyak.  Kalau jumlah karyawan yang terpapar ada 4-5 orang itu masih wajar, karena sifat natural tadi,  apalagi fotografer dan videografer,  tapi kalau sampai puluhan karyawan itu berarti sudah terkait kredibilitas perusahaan," katanya.
 

Pewarta: Muhammad Zulfikar

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020