Majelis Hakim PN Jakarta Pusat menyatakan bahwa penanganan perselisihan ketenagakerjaan di Perum LKBN ANTARA telah sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku.

Dalam keterangan pers yang diterima, Rabu, majelis hakim memberikan putusan untuk tiga kasus berbeda bahwa tindakan yang diambil manajemen LKBN ANTARA telah melalui prosedur dan sesuai dengan ketentuan, termasuk di antaranya kasus mutasi karyawan pusat ke LKBN ANTARA Biro Bali.

Risalah putusan Perkara Nomor: 348/Pdt.SusPHI/2019/PN.JKT.PST tanggal 20 Mei 2020 yaitu atas kasus dari para penggugat Dayang Anom Meilasari dkk (lima orang) mengenai alih tugas (mutasi) menyatakan bahwa Surat Keputusan (SKEP) yang dikeluarkan Direksi Perum LKBN Antara adalah sah dan berdasarkan hukum.

Keputusan tersebut telah melalui penilaian bahwa mutasi adalah hak prerogatif perusahaan serta proses mutasi telah dilakukan atas dasar kebutuhan perusahaan dalam rangka peningkatan produktivitas dan kemajuan perusahaan.

Para penggugat juga telah dinyatakan melanggar disiplin kerja dan melanggar Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Sebagai pengurus dan anggota Serikat Pekerja, majelis hakim berpendapat bahwa seharusnya kelima orang tersebut menjadi contoh dalam mematuhi norma dan PKB dengan bersedia dimutasi.

Dengan keputusan tersebut maka hubungan kerja antara para penggugat dengan perusahaan dinyatakan putus.

Baca juga: Jajaran Direksi ANTARA terima kunjungan Komisi IX DPR

Dalam kasus lain yakni pemutusan kontrak karyawan PKWT, Keputusan Majelis Hakim PN Jakarta Pusat juga menyatakan bahwa telah sah dan berdasarkan hukum.

Putusan tersebut diberikan kepada gugatan 11 mantan karyawan PKWT yakni Sdr Fery Rizki Pratama dkk terhadap Perum LKBN Antara atas pemutusan kontrak pada 31 Januari 2019.

Dalam Risalah Putusan Perkara Nomor: 40/Pdt.Sus-PHI/2020/PN.JKT.PST tanggal 8 Juni 2020, Majelis Hakim Perkara memutuskan untuk menolak putusan sela para penggugat dan menolak petitum primer para penggugat.

Baca juga: Deputi: Kominfo-ANTARA jadi ujung tombak lawan hoaks dan satukan negeri

Majelis Hakim juga menyatakan dalam putusannya bahwa hubungan kerja antara perusahaan dan 11 orang tersebut putus sejak tanggal 31 Januari 2019, sesuai masa berakhirnya kontrak.

Namun pengadilan juga memutuskan bahwa perusahaan akan membayar pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak serta tunjangan jasa produksi tahun 2019 setelah dikurangkan uang terima kasih yang telah dibayarkan kepada para mantan karyawan sebesar Rp10 juta perorang.

Total jumlah yang dibayarkan oleh perusahaan sebesar Rp188.255.138 untuk seluruh penggugat.

Keputusan tersebut diambil Majelis Hakim melalui beberapa pertimbangan yaitu bahwa PKWT yang dilakukan oleh Perum LKBN Antara telah sesuai dengan Pasal 59 ayat 4 UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pembaruan kontrak yang diselingi "masa jeda" terbukti tidak melanggar aturan dan tidak dapat dianggap sebagai "bekerja terus menerus".

Baca juga: DPR dukung ANTARA jadi sentral distribusi informasi terpercaya

Selain itu, uang terima kasih yang dibayarkan telah diterima dan tidak pernah disampaikan keberatan atau dikembalikan sehingga dianggap sebagai pengakuan terjadinya PHK (disharmonis) sehingga pemutusan kontrak tersebut dianggap sah dan berdasar hukum.

Kasus lain yakni tuntutan dari Sdr Erwin Andreas mengenai pemutusan kontrak juga telah diputuskan melalui Risalah Putusan Perkara Nomor : 334/Pdt.Sus-PHI.G/2019/PN.JKT.PST tanggal 19 Februari 2020.

Dalam keputusan tersebut, Majelis Hakim menyatakan hubungan kerja antara Erwin Andreas dengan Perum LKBN Antara berakhir (PHK) sejak dibacakan putusan.

Manajemen juga harus membayar uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, uang penggantian hak serta uang cuti tahunan menggunakan UMP DKI tahun 2020 sebagai upah pengali. (*/Humas)

Pewarta: Arie Novarina/Humas

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020