Gubernur Tokyo Yuriko Koike, Kamis menggagas perlunya "penyederhanaan" Olimpiade tahun depan karena adanya dampak pandemi virus corona dan para penyelenggara pun sudah mendiskusikan kemungkinan perubahan tersebut.
Komentar Koike muncul setelah surat kabar Yomiuri melaporkan bahwa berbagai opsi, seperti mewajibkan pengujian virus corona (COVID-19) dan jumlah penonton yang lebih sedikit, sedang dipertimbangkan panitia penyelenggara.
Kepala Inspektorat Komite Olimpiade Internasional (IOC) untuk Tokyo, John Coates mengatakan kurangnya pertahanan terhadap virus corona jenis baru ini kembali mengancam gelaran Olimpiade dan panitia penyelenggara harus mulai merencanakan kemungkinan menjadikan Olimpiade "sangat berbeda" dari sebelumnya. Hal ini karena belum terlihat adanya tanda-tanda wabah COVID-19 mereda.
Koike tidak merinci apa yang dimaksudkannya namun dia hanya mengatakan diskusi semacam itu diperlukan.
Baca juga: IOC dukung Queensland tunda pencalonan Olimpiade 2032
Baca juga: WADA: tak ada kaitan TUE dengan memenangi medali Olimpiade
"Menyelenggarakan Olimpiade dan Paralimpiade ini akan menghadirkan simpati dan pemahaman tentang Tokyo dan orang-orang Jepang," kata Koike kepada wartawan sebagaimana dilansir dari Reuters.
"Untuk itu kita harus merasionalisasi apa yang bisa dirasionalisasi dan menyederhanakan apa yang perlu disederhanakan."
Yomiuri, mengutip sumber-sumber pemerintah dan panitia penyelenggara, mengatakan bahwa perlu adanya tes reaksi cepat (PCR) untuk semua penonton - selain atlet dan staf - serta membatasi pergerakan keluar dan masuk pemukiman atlet sebagai opsi-opsi yang akan dibahas Jepang dengan IOC.
IOC dan pemerintah Jepang pada Maret silam telah mengambil keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menunda Olimpiade, yang akan dimulai pada bulan Juli, selama satu tahun karena wabah virus corona.
Penundaan lebih lanjut Olimpiade di luar tahun 2021 telah dikesampingkan.
Virus corona jenis baru ini telah menginfeksi lebih dari 6,4 juta orang dan menewaskan sekitar 380 ribu orang di seluruh dunia. Sementara Jepang terus berupaya menghindari ledakan wabah sebagaimana terjadi di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Brazil, dengan sekitar 17.000 infeksi dan 900 kematian tercatat sampai saat ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Komentar Koike muncul setelah surat kabar Yomiuri melaporkan bahwa berbagai opsi, seperti mewajibkan pengujian virus corona (COVID-19) dan jumlah penonton yang lebih sedikit, sedang dipertimbangkan panitia penyelenggara.
Kepala Inspektorat Komite Olimpiade Internasional (IOC) untuk Tokyo, John Coates mengatakan kurangnya pertahanan terhadap virus corona jenis baru ini kembali mengancam gelaran Olimpiade dan panitia penyelenggara harus mulai merencanakan kemungkinan menjadikan Olimpiade "sangat berbeda" dari sebelumnya. Hal ini karena belum terlihat adanya tanda-tanda wabah COVID-19 mereda.
Koike tidak merinci apa yang dimaksudkannya namun dia hanya mengatakan diskusi semacam itu diperlukan.
Baca juga: IOC dukung Queensland tunda pencalonan Olimpiade 2032
Baca juga: WADA: tak ada kaitan TUE dengan memenangi medali Olimpiade
"Menyelenggarakan Olimpiade dan Paralimpiade ini akan menghadirkan simpati dan pemahaman tentang Tokyo dan orang-orang Jepang," kata Koike kepada wartawan sebagaimana dilansir dari Reuters.
"Untuk itu kita harus merasionalisasi apa yang bisa dirasionalisasi dan menyederhanakan apa yang perlu disederhanakan."
Yomiuri, mengutip sumber-sumber pemerintah dan panitia penyelenggara, mengatakan bahwa perlu adanya tes reaksi cepat (PCR) untuk semua penonton - selain atlet dan staf - serta membatasi pergerakan keluar dan masuk pemukiman atlet sebagai opsi-opsi yang akan dibahas Jepang dengan IOC.
IOC dan pemerintah Jepang pada Maret silam telah mengambil keputusan yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menunda Olimpiade, yang akan dimulai pada bulan Juli, selama satu tahun karena wabah virus corona.
Penundaan lebih lanjut Olimpiade di luar tahun 2021 telah dikesampingkan.
Virus corona jenis baru ini telah menginfeksi lebih dari 6,4 juta orang dan menewaskan sekitar 380 ribu orang di seluruh dunia. Sementara Jepang terus berupaya menghindari ledakan wabah sebagaimana terjadi di negara-negara seperti Amerika Serikat dan Brazil, dengan sekitar 17.000 infeksi dan 900 kematian tercatat sampai saat ini.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020