Sekretaris Daerah Provinsi Bali Dewa Made Indra meminta kesadaran atau hati nurani warga Samsam, Kabupaten Tabanan, untuk bisa menerima pekerja migran Indonesia yang mayoritas anak buah kapal pesiar yang kembali ke Pulau Dewata dan akan dikarantina di wilayah itu.
"Mereka adalah anak-anak kita, penyelamat ekonomi kita, dan mereka orang baik-baik. Tidak bijak kalau kita menolak mereka, karena mereka bukan penyakit, dan bukan pembawa penyakit," kata Dewa Indra yang juga Ketua Satgas Penanggulangan COVID-19 Provinsi Bali itu di Denpasar, Kamis.
Untuk di Bali, setidaknya ada empat titik yang akan dijadikan tempat karantina bagi pekerja migran Indonesia setibanya di Pulau Dewata. Empat titik itu adalah Gedung Diklat BPSDM Bali yang berlokasi di Jalan Hayam Wuruk Denpasar; Balai Pelatihan Kesehatan Masyarakat (Bapelkesmas) Tangtu di Denpasar; BLPP Sesetan, Denpasar dan Politeknik Angkutan Darat Bali (Poltrada) yang berlokasi di wilayah Desa Samsam, Kabupaten Tabanan.
Namun, warga Samsam menyatakan menolak desanya dijadikan tempat karantina ODP COVID-19. Bahkan penolakan itu dinyatakan dengan spanduk yang dipasang di tiga titik, yakni di jalan utama Denpasar-Gilimanuk, tepatnya sebelah barat jalan, di pertigaan menuju Banjar Samsam 2 dan di pinggir jalan Banjar Samsam 1. Dalam spanduk tersebut, tertulis pernyataan "Kami Masyarakat Desa Samsam, Menolak Tegas Wilayah Kami Dijadikan Tempat Karantina COVID-19".
"Mereka (para ABK kapal pesiar-red) itu pekerja ulet dan tangguh, mereka pahlawan devisa, penopang ekonomi keluarganya, dan mereka telah mengambil inisiatif menyelamatkan ekonomi Bali. Selama ini mereka dibanggakan oleh orang tuanya dan kampungnya, tetapi hari ini ketika ada pandemi COVID-19, sehingga mengharuskan mereka pulang," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Dewa Indra, sudah selayaknya kita semua menerima mereka dengan tangan terbuka.
"Saya menyesalkan sebagian masyarakat yang menolak daerahnya untuk dijadikan tempat karantina. Saya tidak sepenuhnya menyalahkan, karena mungkin tidak sepenuhnya mendapat pemahaman yang utuh soal COVID-19, meskipun berbagai media sudah menjelaskan, bagaimana penularan COVID-19 ini medianya melalui droplet atau percikan bersin dan batuk," ucapnya.
Baca juga: 100 WNI ABK kapal pesiar tiba di Bandara Ngurah Rai
Para ABK yang sejauh ini sudah kembali, saat berada di luar negeri sesungguhnya perusahaan yang mempekerjakan sudah menerapkan dengan ketat protokol kesehatan COVID-19 dan mereka sudah melalui pemeriksaan kesehatan hingga karantina, bahkan mengantongi sertifikat kesehatan.
"Sesungguhnya tidak perlu mereka ditakuti. Dari hasil rapid test yang dilakukan di karantina dan bandara, hampir semuanya negatif, hanya satu atau dua orang yang positif, jadi mengapa ditolak?" ujarnya.
Jika pandangan masyarakat bahwa COVID-19 menular melalui udara, kata Dewa Indra, maka sudah tentu anggota Satgas maupun petugas karantina yang terjangkit duluan, tetapi kenyataannya mereka tidak seperti itu.
Dia menegaskan, karantina bukan tempat orang sakit, melainkan tempat menampung sementara. Para ABK itu sudah membawa health certificate, tetapi karena pihaknya ingin meyakinkan betul-betul mereka sehat, maka dilakukan tes ulang di tempat karantina.
"Jadi, tidak bijak melakukan penolakan. Saya ingin tanya, kalau sekiranya ABK adalah anak Anda, apa yang dipikirkan? Bukankah kita diajakarkan Tat Twam Asi, dimana itu semua?," ucap Dewa Indra mempertanyakan.
Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak menerima dengan lapang dada karena COVID-19 ini musibah dan sungguh tidak baik jika hanya ingin selamat sendiri.
Sekda Bali mengemukakan, terhitung dari 22 Maret-2 April 2020, jumlah pekerja migran yang kembali ke Pulau Dewata sudah di atas 3.400 orang, dengan rata-rata kedatangan tiap hari sekitar 300-an orang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Mereka adalah anak-anak kita, penyelamat ekonomi kita, dan mereka orang baik-baik. Tidak bijak kalau kita menolak mereka, karena mereka bukan penyakit, dan bukan pembawa penyakit," kata Dewa Indra yang juga Ketua Satgas Penanggulangan COVID-19 Provinsi Bali itu di Denpasar, Kamis.
Untuk di Bali, setidaknya ada empat titik yang akan dijadikan tempat karantina bagi pekerja migran Indonesia setibanya di Pulau Dewata. Empat titik itu adalah Gedung Diklat BPSDM Bali yang berlokasi di Jalan Hayam Wuruk Denpasar; Balai Pelatihan Kesehatan Masyarakat (Bapelkesmas) Tangtu di Denpasar; BLPP Sesetan, Denpasar dan Politeknik Angkutan Darat Bali (Poltrada) yang berlokasi di wilayah Desa Samsam, Kabupaten Tabanan.
Namun, warga Samsam menyatakan menolak desanya dijadikan tempat karantina ODP COVID-19. Bahkan penolakan itu dinyatakan dengan spanduk yang dipasang di tiga titik, yakni di jalan utama Denpasar-Gilimanuk, tepatnya sebelah barat jalan, di pertigaan menuju Banjar Samsam 2 dan di pinggir jalan Banjar Samsam 1. Dalam spanduk tersebut, tertulis pernyataan "Kami Masyarakat Desa Samsam, Menolak Tegas Wilayah Kami Dijadikan Tempat Karantina COVID-19".
"Mereka (para ABK kapal pesiar-red) itu pekerja ulet dan tangguh, mereka pahlawan devisa, penopang ekonomi keluarganya, dan mereka telah mengambil inisiatif menyelamatkan ekonomi Bali. Selama ini mereka dibanggakan oleh orang tuanya dan kampungnya, tetapi hari ini ketika ada pandemi COVID-19, sehingga mengharuskan mereka pulang," ujarnya.
Oleh karena itu, kata Dewa Indra, sudah selayaknya kita semua menerima mereka dengan tangan terbuka.
"Saya menyesalkan sebagian masyarakat yang menolak daerahnya untuk dijadikan tempat karantina. Saya tidak sepenuhnya menyalahkan, karena mungkin tidak sepenuhnya mendapat pemahaman yang utuh soal COVID-19, meskipun berbagai media sudah menjelaskan, bagaimana penularan COVID-19 ini medianya melalui droplet atau percikan bersin dan batuk," ucapnya.
Baca juga: 100 WNI ABK kapal pesiar tiba di Bandara Ngurah Rai
Para ABK yang sejauh ini sudah kembali, saat berada di luar negeri sesungguhnya perusahaan yang mempekerjakan sudah menerapkan dengan ketat protokol kesehatan COVID-19 dan mereka sudah melalui pemeriksaan kesehatan hingga karantina, bahkan mengantongi sertifikat kesehatan.
"Sesungguhnya tidak perlu mereka ditakuti. Dari hasil rapid test yang dilakukan di karantina dan bandara, hampir semuanya negatif, hanya satu atau dua orang yang positif, jadi mengapa ditolak?" ujarnya.
Jika pandangan masyarakat bahwa COVID-19 menular melalui udara, kata Dewa Indra, maka sudah tentu anggota Satgas maupun petugas karantina yang terjangkit duluan, tetapi kenyataannya mereka tidak seperti itu.
Dia menegaskan, karantina bukan tempat orang sakit, melainkan tempat menampung sementara. Para ABK itu sudah membawa health certificate, tetapi karena pihaknya ingin meyakinkan betul-betul mereka sehat, maka dilakukan tes ulang di tempat karantina.
"Jadi, tidak bijak melakukan penolakan. Saya ingin tanya, kalau sekiranya ABK adalah anak Anda, apa yang dipikirkan? Bukankah kita diajakarkan Tat Twam Asi, dimana itu semua?," ucap Dewa Indra mempertanyakan.
Oleh karena itu, dia mengajak semua pihak menerima dengan lapang dada karena COVID-19 ini musibah dan sungguh tidak baik jika hanya ingin selamat sendiri.
Sekda Bali mengemukakan, terhitung dari 22 Maret-2 April 2020, jumlah pekerja migran yang kembali ke Pulau Dewata sudah di atas 3.400 orang, dengan rata-rata kedatangan tiap hari sekitar 300-an orang.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020