Semarapura (Antara Bali) - Lima keluarga Desa Adat Sulang, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, yang menjadi korban pengucilan atau "kesepekang" merayakan Galungan di tempat pengungsian.

Lima keluarga yang dikucilkan karena dianggap melanggar peraturan desa adat (awig-awig) itu bakal merayakan Galungan secara sederhana di pengungsiannya, Graha Sanggraha, Semarapura, Kabupaten Klungkung, Rabu (1/2).

"Galungan kali ini sangat bermakna bagi kami karena dirayakan dengan sangat sederhana," kata Gusti Ketut Natih, salah satu kepala keluarga pengungsi, di Graha Sanggraha, Selasa.

Sambil menunggu permohonan mereka dikabulkan pihak Desa Adat Sulang, mereka melakukan persiapan menjelang persembahyangan Galungan di Graha Sanggraha.

Kalau diizinkan, maka mereka akan meminta pengawalan petugas kepolisian untuk mengawal persembahyangan Galungan di desa asal mereka."Secara pribadi sebenarnya kami tidak takut untuk pulang sembahyang…karena selama ini kami merasa tidak pernah membuat masalah di kampung," kata Jro Ketut Karmini, kepala keluarga lainnya.

Sementara itu, Wakil Bupati Klungkung Tjokorda Gde Agung memanggil prajuru Desa Adat Sulang untuk meminta pendapat terkait korban kesepekang itu."Tapi, tampaknya keputusan Desa Adat Sulang sudah bulat. Mereka tetap menolak keinginan lima KK untuk pulang," kata Wabup.

Bupati Klungkung Wayan Candra sebelumnya mengaku kesulitan dalam mengatasi persoalan tersebut, meskipun kelima KK sudah meminta maaf dan bersedia membayar denda serta menaati "awig-awig".

"Kami tidak bisa memaksakan keputusan agar desa pakraman bisa menerima mereka," kata Bupati yang baru saja meraih gelar doktor dari perguruan tinggi swasta di Kota Surabaya itu.(M038)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012