Oleh  Aat Surya Safaat*

Jakarta (Antara Bali) - Selama 2011, hubungan dua bangsa serumpun dan bertetangga Indonesia - Malaysia mengalami fluktuasi, dari masalah perbatasan dan tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia hingga persoalan seni budaya, dan bahkan olahraga. Masalah ini tentu tidak boleh dibiarkan berulang pada tahun 2012.

Meski hubungan antar-rakyat di kedua negara kurang harmonis, hubungan antarpemerintah ternyata relatif baik, terlebih tahun lalu Indonesia menduduki posisi sebagai Ketua Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN), bahkan Indonesia relatif berhasil mendamaikan konflik Kamboja-Thailand terkait dengan masalah perbatasan kedua negara.   
          
Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia tetap berpegang pada politik luar negeri bebas aktif. Politik luar negeri bebas aktif itu sendiri secara historis merupakan pengejawantahan dari buah pemikiran Bung Hatta yang terangkum dalam karya legendarisnya dengan judul "Mendayung di Antara Dua Karang".
           
Sementara itu, politik luar negeri bebas aktif secara harfiah memiliki makna dasar sebagai suatu kondisi bebas dan tidak terikat, namun tetap bersikap aktif dalam konteks hubungan antarbangsa, baik pada tingkat regional (seperti dalam lingkup ASEAN) maupun internasional.
          
Dalam konteks hubungan RI-Malaysia, para diplomat Indonesia dituntut kepiawaiannya dalam menjalankan politik luar negeri dengan tetap berpedoman pada politik luar negeri bebas aktif serta tetap mengedepankan kepentingan nasional. Di lain pihak, upaya untuk terus menumbuhkan semangat dan solidaritas ASEAN merupakan tantangan tersendiri dalam situasi internasional yang dinamis dan terkadang diwarnai turbulensi.
    
Situasi internasional itu sendiri adalah keadaan atau kondisi internasional yang berkembang pada suatu periode tertentu. Salah satu indikator dari situasi internasional yang dinamis itu ialah adanya kerja sama atau terjadinya peningkatan hubungan antara satu negara dengan negara lainnya, baik dalam kerangka bilateral maupun multilateral. Dan, baik dengan sesama negara berkembang maupun dengan negara maju di bidang politik, ekonomi atau militer.
    
Indikator lain ialah adanya peningkatan ketegangan (konflik) antara satu negara dengan negara lainnya, baik antarsesama negara berkembang, antara negara berkembang dengan negara maju, maupun antarnegara maju yang sifatnya global. Semua perkembangan itu harus selalu diantisipasi oleh setiap negara agar pelaksanaan politik luar negerinya tidak menemui hambatan.  
    
Pengaruh media

Mengenai hubungan antar-rakyat Indonesia-Malaysia yang kurang baik selama 2011, ada sementara kalangan yang menganggap bahwa ketegangan hubungan itu terjadi karena pengaruh pemberitaan media massa, khususnya media massa di Indonesia yang terkadang kurang akurat dan mementingkan sensasi.
          
Salah satu contoh, tahun lalu terjadi demonstrasi besar-besaran dari beberapa pihak, termasuk Front Pembela Islam  (FPI), di depan kantor Kedutan Besar Malaysia di Jakarta. Dengan nasionalismenya yang tinggi, mereka menyatakan siap dikirim ke Ambalat karena pihak Malaysia dianggap menyerobot daerah milik Indonesia itu.
          
Padahal, Ambalat itu sendiri adalah kependekan dari Ambang Batas Laut, yakni satu blok di dasar laut (yang diprediksi kaya minyak) di daerah perbatasan laut Indonesia-Malaysia. Pertanyaannya, apakah mungkin FPI atau organisasi massa lainnya mengirimkan orang-orangnya ke dasar laut?
          
Pemahaman yang keliru ini terjadi karena pemberitaan media massa yang kurang akurat. Hal yang sama terjadi dalam soal Reog Ponorogo sebagai suatu warisan seni dan budaya nenek moyang. Apakah terlarang bagi orang-orang Malaysia keturunan Ponorogo untuk memainkan seni budaya dari tanah leluhurnya sendiri?
          
Sementara itu, masyarakat Tionghoa di Republik Rakyat China (RRC) ternyata sama sekali tidak mempermasalahkan permainan seni barongsai yang dikembangkan kalangan Tionghoa di Indonesia, di Malaysia, ataupun di negara-negara lainnya. Mereka malahan bangga kesenian leluhurnya dikembangkan di mancanegara.  
          
Pemberitaan yang lebih "hingar-bingar" terjadi saat media massa di Indonesia, khususnya stasiun-stasiun televisi swasta dalam tayangan Infotainment berulang kali menyiarkan berita tentang masalah yang dihadapi artis Manohara Odelia Pinot, mantan menantu Raja Kelantan Malaysia. Berbeda dengan di Indonesia, di media massa Malaysia ternyata masalah Manohara dengan mantan suaminya sama sekali tidak diberitakan, sementara di dalam negeri Manohara mendapatkan banyak simpati.
          
Memang tidak semua yang disiarkan media massa di Indonesia tentang Malaysia itu salah, tetapi juga tidak semua benar. Namun, terlepas dari masalah tersebut, pemberitaan media masa tidak dapat dianggap enteng karena mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap sikap dan cara pandang khalayak (publik).
          
Dalam kaitan ini Direktur Jenderal Biro Tata Negara Jabatan Perdana Menteri Malaysia Datuk Raja Arif Bin Raja Ali di sela "Pertemuan Serantau One Region" di Kuala Lumpur menjelang akhir tahun lalu menyatakan, "Media massa di Malaysia dan di Indonesia harus adil dalam menyampaikan informasi."
          
Menurut Datuk Raja Arif, media massa di kedua negara sangat berpengaruh dalam meningkatkan hubungan baik kedua negara. Oleh karena itu, media massa harus menyampaikan informasi berdasarkan fakta serta berlaku adil dengan tidak membesar-besarkan permasalahan kecil. Atau, sebaliknya mengecilkan persoalan yang berpotensi menjadi besar.
          
Sementara itu, Ketua Ikatan Setiakawan Wartawan Malaysia-Indonesia (ISWAMI) untuk Indonesia, M. Saiful Hadi menyampaikan perlunya kesadaran media massa di kedua negara untuk membantu menyelesaikan permasalahan dengan menyampaikan informasi sesuai dengan fakta serta tidak mengedepankan kepentingan politik jangka pendek atau sesaat.
          
Menurut Saiful, ISWAMI akan terus bekerja keras untuk memperbaiki komunikasi antarmedia kedua negara, termasuk menjembatani hubungan kerja sama di bidang sosial dan budaya kedua negara. Oleh karena itu, dalam beberapa kesempatan saling kunjung, ISWAMI mengikutsertakan delegasi dari beberapa organisasi massa (ormas) berpengaruh di masing-masing negara.
         
Dari Indonesia, delegasi yang datang ke Malaysia, di antaranya utusan dari Pemuda Anshor, Pemuda Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, PB Mathla`ul Anwar, Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nasyiatul Aisyiyah, dan bahkan sejarawan dari Universitas Indonesia. Dari ormas Malaysia sebagai mitranya, di antaranya dari Jaringan Melayu Malaysia, Persatuan Pengguna Islam Malaysia, dan Puteri Umno Malaysia.
          
Sementara itu, dari kalangan media massa di Indonesia, turut hadir wartawan senior dari LKBN ANTARA, Jurnal Indonesia, dan Check and Recheck, sedangkan dari Malaysia adalah wartawan senior dari  Kantor Berita Bernama, Harian Utusan, dan TV3 Malaysia.
          
Terkait dengan pertemuan antarwarga dan antarormas serta antarwartawan Malaysia-Indonesia, Senator Mohamad Ezam Mohd Noor mengatakan bahwa jembatan kerja sama antara rakyat Malaysia dan Indonesia sudah dibuka oleh ISWAMI. Senator Ezam menyatakan bangga bahwa ISWAMI telah merajut kembali hubungan baik kedua bangsa bersaudara yang mulai retak.
          
Memang, kini sudah waktunya hubungan antarwarga (people to people) Malaysia dan Indonesia lebih dikembangkan lagi. Pengembangannya tentu tidak didorong dari atas (top down) melainkan dari bawah (bottom up). Dan, didukung dengan pemberitaan yang positif dari media massa di kedua negara, sehingga hubungan Indonesia-Malaysia ke depan menjadi bertambah baik. *Wartawan Senior ANTARA.(IGT/T007)

Pewarta:

Editor : Nyoman Budhiana


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2012