Harga minyak jatuh ke level terendah dalam lebih dari satu tahun pada akhir perdagangan Rabu (Kamis pagi WIB), setelah ratusan kasus COVID-19 baru dilaporkan di Eropa dan Timur Tengah memicu kekhawatiran bahwa permintaan energi akan menurun, dan di tengah kekhawatiran bahwa virus tersebut dapat menyebar ke seluruh Amerika Serikat.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April ditutup pada 53,43 dolar AS per barel, merosot 1,52 dolar AS atau 2,77 persen. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April menetap di 48,73 dolar AS per barel, turun 1,17 dolar AS atau 2,34 persen.
Di awal sesi, kedua acuan mencapai titik terendah sejak Januari 2019, dengan Brent turun ke 53,03 dolar AS per barel dan WTI merosot ke 48,30 dolar AS per barel.
Minyak mengikuti ekuitas lebih rendah setelah laporan bahwa 83 orang sedang dipantau di New York untuk kemungkinan paparan COVID-19.
Kasus-kasus pertama virus dikonfirmasi di negara-negara termasuk Yunani, Georgia, dan Brazil, sementara pihak berwenang memberlakukan lebih banyak pembatasan perjalanan dan karantina di berbagai benua.
Minyak pemanas AS mencapai titik terendah sejak 2017, mencerminkan penurunan permintaan diesel karena penyebaran virus.
Harga sempat berubah positif setelah pemerintah AS melaporkan penurunan persediaan bensin pekan lalu. Stok minyak mentah naik 452.000 barel menjadi 443,3 juta barel, Badan Informasi Energi AS mengatakan, lebih rendah dari yang diperkirakan analis untuk kenaikan dua juta barel.
"Ini masih tentang virus di sini," kata Bob Yawger, direktur berjangka energi di Mizuho di New York. "Akan sulit bagi aset berisiko untuk mengumpulkan momentum."
Goldman Sachs memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak 2020 menjadi 600.000 barel per hari (bph) dari 1,2 juta barel per hari, dan menurunkan perkiraan Brent menjadi 60 dolar AS per barel dari 63 dolar AS.
Pihak berwenang di seluruh dunia berjuang untuk mencegah penyebaran COVID-19 yang telah ditemukan di setidaknya di 30 negara.
Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sementara peningkatan tiba-tiba dalam kasus virus corona baru "sangat memprihatinkan," virus itu masih bisa diatasi dan tidak dianggap sebagai pandemi.
Presiden AS Donald Trump mengatakan dia akan mengadakan konferensi pers mengenai virus corona pada pukul 06.00 sore waktu setempat.
Ekonomi Jerman mendekati stagnasi karena wabah itu, lembaga ekonomi DIW mengatakan pada Rabu ((26/2/2020).
Pasar juga mengamati kemungkinan pemangkasan produksi yang lebih dalam oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+.
OPEC+ dijadwalkan bertemu di Wina pada 5-6 Maret.
"Namun tidak ada jaminan bahwa pembeli akan keluar dari tempat tak terduga sekalipun OPEC+ semakin memperketat keran minyak," kata Stephen Brennock dari broker minyak PVM.
Prospek Badan Energi Internasional (IEA) tentang pertumbuhan permintaan minyak global telah jatuh ke level terendah dalam satu dekade, kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol, Selasa (25/2/2020).
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman April ditutup pada 53,43 dolar AS per barel, merosot 1,52 dolar AS atau 2,77 persen. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April menetap di 48,73 dolar AS per barel, turun 1,17 dolar AS atau 2,34 persen.
Di awal sesi, kedua acuan mencapai titik terendah sejak Januari 2019, dengan Brent turun ke 53,03 dolar AS per barel dan WTI merosot ke 48,30 dolar AS per barel.
Minyak mengikuti ekuitas lebih rendah setelah laporan bahwa 83 orang sedang dipantau di New York untuk kemungkinan paparan COVID-19.
Kasus-kasus pertama virus dikonfirmasi di negara-negara termasuk Yunani, Georgia, dan Brazil, sementara pihak berwenang memberlakukan lebih banyak pembatasan perjalanan dan karantina di berbagai benua.
Minyak pemanas AS mencapai titik terendah sejak 2017, mencerminkan penurunan permintaan diesel karena penyebaran virus.
Harga sempat berubah positif setelah pemerintah AS melaporkan penurunan persediaan bensin pekan lalu. Stok minyak mentah naik 452.000 barel menjadi 443,3 juta barel, Badan Informasi Energi AS mengatakan, lebih rendah dari yang diperkirakan analis untuk kenaikan dua juta barel.
"Ini masih tentang virus di sini," kata Bob Yawger, direktur berjangka energi di Mizuho di New York. "Akan sulit bagi aset berisiko untuk mengumpulkan momentum."
Goldman Sachs memangkas perkiraan pertumbuhan permintaan minyak 2020 menjadi 600.000 barel per hari (bph) dari 1,2 juta barel per hari, dan menurunkan perkiraan Brent menjadi 60 dolar AS per barel dari 63 dolar AS.
Pihak berwenang di seluruh dunia berjuang untuk mencegah penyebaran COVID-19 yang telah ditemukan di setidaknya di 30 negara.
Kepala Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sementara peningkatan tiba-tiba dalam kasus virus corona baru "sangat memprihatinkan," virus itu masih bisa diatasi dan tidak dianggap sebagai pandemi.
Presiden AS Donald Trump mengatakan dia akan mengadakan konferensi pers mengenai virus corona pada pukul 06.00 sore waktu setempat.
Ekonomi Jerman mendekati stagnasi karena wabah itu, lembaga ekonomi DIW mengatakan pada Rabu ((26/2/2020).
Pasar juga mengamati kemungkinan pemangkasan produksi yang lebih dalam oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya termasuk Rusia, sebuah kelompok yang dikenal sebagai OPEC+.
OPEC+ dijadwalkan bertemu di Wina pada 5-6 Maret.
"Namun tidak ada jaminan bahwa pembeli akan keluar dari tempat tak terduga sekalipun OPEC+ semakin memperketat keran minyak," kata Stephen Brennock dari broker minyak PVM.
Prospek Badan Energi Internasional (IEA) tentang pertumbuhan permintaan minyak global telah jatuh ke level terendah dalam satu dekade, kata Direktur Eksekutif IEA Fatih Birol, Selasa (25/2/2020).
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020