Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi Kementerian ESDM FX Sutijastoto mengapresiasi upaya Provinsi Bali menjadi salah satu daerah terdepan dalam upaya pengembangan energi bersih dengan diterbitkannya Peraturan Gubernur Nomor 45 Tahun 2019 tentang Energi Bersih.

"Saya mengapresiasi Gubernur Bali Wayan Koster dengan penerbitan peraturan tersebut. Karena dalam peraturan tersebut turut mengatur tentang pengembangan bangunan hijau, bangunan yang memiliki keseimbangan antara energi yang dihasilkan serta energi yang digunakan (zero energy building)," katanya di Denpasar, Senin, saat PT Indonesia Power mengembangkan dan memasang PLTS Atap dengan total daya sebesar 226 kWp di kompleks perkantoran Bali Power Generation Unit. .

Ia mengatakan salah satu poin yang termuat dalam peraturan tersebut adalah bahwa bangunan pemerintah pusat dan daerah, serta bangunan komersial industri, sosial dan rumah tangga dengan luas lantai lebih dari 500 M2 diwajibkan untuk memasang sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap.

Adapun tenggat waktu yang diberikan pada bangunan-bangunan tersebut terbilang beragam mulai dari 2021 hingga 2024.

Baca juga: Kementerian ESDM akan bangun 90 titik PLTS di Bali untuk 2020

Direktur Utama PT Indonesia Power M. Ahsin Sidqi mengatakan pengembangan teknologi PLTS Atap ini digagas oleh PT Indo Tenaga Hijau, salah satu anak perusahaan PT Indonesia Power, sejak pertengahan tahun 2019.

 Dengan memanfaatkan modul fotovoltaik yang dipasang pada atap bangunan perkantoran Bali Power Generation Unit, teknologi ini menjadi salah satu jalan untuk menurunkan emisi yang dihasilkan oleh unit pembangkit. PLTS Atap Bali Power Generation Unit yang terpasang di dua titik, masing-masing berdaya 130 kWp di PLTDG Pesanggaran dan 96 kWp di PLTG Pemaron, diperkirakan mampu memangkas nilai emisi hingga 41T CO2.

Selain itu, kata dia, keberadaan PLTS Atap turut membantu memenuhi kebutuhan energi sendiri, sehingga dapat meningkatkan nilai efisiensi unit pembangkit Indonesia Power.

Mengenai prinsip kerja PLTS Atap, kata dia, adalah sebagai substitusi pemakaian sendiri di unit pembangkit PT Indonesia Power dengan sistem terkoneksi jaringan.

Sistem ini akan tetap terhubung dengan jaringan PLN dengan mengoptimalkan pemanfaatan energi fotovoltaik untuk menghasilkan energi listrik semaksimal mungkin.

Baca juga: PLN dukung SPKLU di tol Bali Mandara dorong kendaraan listrik dan energi bersih

Ia menjelaskan pada siang hari, modul surya akan mengonversi sinar matahari menjadi energi listrik arus searah (DC). Selanjutnya sebuah komponen yang disebut "grid-inverter" mengubah listrik arus searah (DC) dari fotovoltaik menjadi listrik arus bolak-balik (AC) yang kemudian akan langsung disalurkan ke grid (Jala-Jala PLN).

Selama tegangan dan frekuensi jala-jala masih dalam "range" tegangan dan frekuensi operasi "grid inverter", maka energi akan dipenetrasi seoptimal mungkin dengan teknologi MPPT (Maximum Power Point Tracker). Teknologi ini dapat meningkatkan kuantitas energi yang tersalurkan hingga 20 persen lebih tinggi dibandingkan teknologi konvensional.

Pada saat malam hari di mana tidak terdapat cahaya matahari, maka "grid inverter" akan "stand by" tetapi tidak berfungsi sebagai beban.

Hal ini disebabkan adanya sistem proteksi "reverse current". Jika terjadi "blackout" atau fail" pada jala-jala, maka inverter juga akan padam, sebab memiliki proteksi "anti- islanding" yang mencegah inverter tetap menyala pada saat kondisi grid fail, demikian FX Sutijastoto.



 

Pewarta: I Komang Suparta

Editor : Adi Lazuardi


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020