Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai penolakannya terhadap wacana pemulangan kombatan eks ISIS telah sesuai dengan UU Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI.
Pasal 23 ayat d UU tersebut menyatakan bahwa WNI kehilangan kewarganegaraannya jika masuk dalam dinas tentara asing tanpa izin terlebih dahulu dari presiden.
Bunyi pasal tersebut menjadi dasar bagi PBNU dalam menyampaikan penolakannya terkait wacana kepulangan kombatan eks ISIS, karena ISIS dinilai gerakan asing yang bertentangan dengan pandangan atau ideologi politik bangsa Indonesia.
“Dari pendekatan itu saja sebetulnya sudah jelas, sudah bisa menjadi payung hukum bagi pemerintah untuk menolak pemulangan eks ISIS,” kata Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini di Jakarta, Selasa.
Baca juga: DPR mengacu UU Nomor 12/2006 soal eks ISIS
Kombatan eks ISIS juga dianggap telah mengabaikan konstitusi negara dan dengan kemauan sendiri telah melepaskan kewarganegaraan mereka.
“Mereka sudah membakar paspor, bahkan mereka atas nama agama telah melakukan aksi-aksi yang di luar batas kemanusiaan seperti pembunuhan dan pemerkosaan,” kata Helmy.
Menurut PBNU, kepulangan kombatan eks ISIS justru akan mengganggu ketenangan dan keamanan 260 juta penduduk Indonesia, sehingga wacana ini harus betul-betul dipertimbangkan oleh pemerintah.
Baca juga: Mahfud tolak pemulangan 660 WNI bekas anggota ISIS
Sebelumnya, muncul wacana untuk mengembalikan WNI yang pernah bergabung dengan ISIS dan sekarang tinggal di kamp-kamp penampungan yang di Suriah.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), berdasarkan informasi yang mereka dapatkan dari komunitas internasional dan saluran intelijen, ada sekitar 600 orang yang mengaku sebagai WNI, meski belum terverifikasi.
Pemerintah Indonesia sampai saat ini belum menentukan sikap terkait wacana pemulangan itu meski sejumlah pihak seperti Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD bahkan Presiden Joko Widodo mengatakan secara pribadi menolak wacana tersebut.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020