Perwakilan siswa-siswi SMP di Kota Denpasar akan diuji kepiawaiannya dalam lomba "mesatua banyol" atau bercerita menggunakan bahasa Bali dengan disisipi dagelan/humor dalam rangkaian kegiatan Pekan Generasi Sadar Aksara (Parasara) pada 8-9 Februari 2020.
"Materi dagelan atau banyolan tidak boleh mengandung unsur porno dan SARA dan peserta diwajibkan bercerita menggunakan bahasa Bali," kata Kelihan (Ketua) Rumah Budaya Penggak Men Mersi Kadek Wahyudita di sela-sela pelaksanaan pertemuan teknis lomba tersebut, di Denpasar, Rabu.
Rangkaian kegiatan bertajuk Parasara yang digagas Rumah Budaya Penggak Men Mersi bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Pemuda dan Olahraga Kota Denpasar itu bertujuan untuk mendukung program Pemerintah Provinsi Bali tentang pelaksanaan Bulan Bahasa Bali yang berlangsung selama bulan Februari 2020 dan mendukung program Kota Denpasar sebagai Kota Kreatif yang Berwawasan Budaya.
"Intinya untuk memupuk kesadaran generasi muda untuk melestarikan budaya Bali khususnya bahasa Bali. Kami berharap pawimba (lomba) ini dapat memberikan manfaat bagi generasi muda untuk lebih mengenal dan mencintai bahasa Bali, serta menjadi sumber pendidikan norma dan etika, serta memupuk kreativitas sejak dini," ucap pria yang sedang menempuh pendidikan S2 di ISI Surakarta itu.
Wahyudita melihat fenomena semakin minim generasi muda Bali yang menggunakan bahasa Ibunya itu dalam keseharian, karena pengaruh era global dan penggunaan bahasa asing.
"Oleh karena itu, kami berusaha menyosialisasikan penggunaan bahasa, aksara, dan sastra Bali dengan cara sederhana melalui lomba 'mesatua banyol' ini. Dengan 'mesatua banyol', selain mengajak adik-adik pelajar menggunakan bahasa Bali, mereka tetap diberikan kebebasan menggunakan kosa kata bahasa sesuai dengan minat mereka," ujarnya.
Jadi, lanjut Wahyudita, anak-anak tetap bisa "happy" dan tidak ada kesan "mencekam" untuk menggunakan bahasa Bali yang terkadang dipandang sebagai bahasa yang rumit oleh generasi milenial.
"Kami juga bersyukur dalam beberapa tahun terakhir telah ada gerakan dari pemerintah untuk mengatasi secara perlahan eksistensi bahasa Bali dengan kehadiran generasi penyuluh bahasa Bali, ditambah dengan adanya Pergub Bali No 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali," katanya.
Terkait dengan lomba "mesatua banyol" itu, tambah Wahyudita, memang khusus peserta ditujukan bagi siswa SMP kelas VII-IX. Mereka akan menyajikan sebuah garapan pertunjukan drama lucu yang sumber cerita dapat digali dari cerita atau "satua" Bali yang telah ada atau pun dibuat baru. Masing-masing peserta menyajikan garapan dengan durasi 5-10 menit.
Masing-masing perwakilan SMP, dibatasi 3 - 5 orang dengan iringan musik "live" atau bisa juga "playback". "Satua yang diiringi instrumen musik memiliki bobot penilaian yang lebih tinggi," ujarnya.
Sementara itu, I Putu Suryadi, Ketua Panitia Pekan Generasi Sadar Aksara (Parasara) menambahkan untuk kostum peserta menyesuaikan kebutuhan garapan dan disiapkan sendiri oleh peserta.
Ide dan konsepnya harus jelas, demikian juga bentuknya mesti mempertimbangkan teknik, komposisi, dan kreativitas. Penampilan juga harus mpertimbangkan ekspresi, keutuhan, rias, busana, dan keharmonisan.
"Masing-masing pemenang akan mendapatkan piagam penghargaan dan uang tunai untuk juara I, II dan juara III," ucapnya.
Hingga saat ini ada 12 kelompok dari 12 SMP Negeri di Kota Denpasar sudah mendaftarkan diri sebagai peserta lomba "mesatua banyol". Pendaftaran untuk menjadi peserta masih dibuka hingga Kamis (6/2) dan lomba ini tentunya terbuka juga untuk siswa-siswa SMP swasta.
Parasara selain diisi dengan lomba "mesatua banyol", pada Minggu (9/2) juga diisi dengan kegiatan Aguron-guron (workshop), Pabligbagan (diskusi), dan Sasolahan (pergelaran seni). Semua rangkaian kegiatan akan dilaksanakan di Rumah Budaya Penggak Men Mersi, Jalan WR Supratman No 169 Denpasar.
Workshop dengan tema "Nyobyahang Aksara Bali Mapiranti Maplalianan" akan menghadirkan narasumber Made Taro, dan para pesertanya para guru SD di Kota Denpasar.
Sedangkan untuk diskusi akan menghadirkan narasumber I Gede Agus Darmaputra (dosen IHDN Denpasar). Diskusi akan membahas mengenai lontar dan para peserta tidak harus menggunakan bahasa Bali alus, tetapi bisa menggunakan bahasa Bali yang digunakan dalam percakapan sehari-hari, maupun sesuai dengan kekhasan masing-masing kabupaten/kota di Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020
"Materi dagelan atau banyolan tidak boleh mengandung unsur porno dan SARA dan peserta diwajibkan bercerita menggunakan bahasa Bali," kata Kelihan (Ketua) Rumah Budaya Penggak Men Mersi Kadek Wahyudita di sela-sela pelaksanaan pertemuan teknis lomba tersebut, di Denpasar, Rabu.
Rangkaian kegiatan bertajuk Parasara yang digagas Rumah Budaya Penggak Men Mersi bekerjasama dengan Dinas Pendidikan dan Pemuda dan Olahraga Kota Denpasar itu bertujuan untuk mendukung program Pemerintah Provinsi Bali tentang pelaksanaan Bulan Bahasa Bali yang berlangsung selama bulan Februari 2020 dan mendukung program Kota Denpasar sebagai Kota Kreatif yang Berwawasan Budaya.
"Intinya untuk memupuk kesadaran generasi muda untuk melestarikan budaya Bali khususnya bahasa Bali. Kami berharap pawimba (lomba) ini dapat memberikan manfaat bagi generasi muda untuk lebih mengenal dan mencintai bahasa Bali, serta menjadi sumber pendidikan norma dan etika, serta memupuk kreativitas sejak dini," ucap pria yang sedang menempuh pendidikan S2 di ISI Surakarta itu.
Wahyudita melihat fenomena semakin minim generasi muda Bali yang menggunakan bahasa Ibunya itu dalam keseharian, karena pengaruh era global dan penggunaan bahasa asing.
"Oleh karena itu, kami berusaha menyosialisasikan penggunaan bahasa, aksara, dan sastra Bali dengan cara sederhana melalui lomba 'mesatua banyol' ini. Dengan 'mesatua banyol', selain mengajak adik-adik pelajar menggunakan bahasa Bali, mereka tetap diberikan kebebasan menggunakan kosa kata bahasa sesuai dengan minat mereka," ujarnya.
Jadi, lanjut Wahyudita, anak-anak tetap bisa "happy" dan tidak ada kesan "mencekam" untuk menggunakan bahasa Bali yang terkadang dipandang sebagai bahasa yang rumit oleh generasi milenial.
"Kami juga bersyukur dalam beberapa tahun terakhir telah ada gerakan dari pemerintah untuk mengatasi secara perlahan eksistensi bahasa Bali dengan kehadiran generasi penyuluh bahasa Bali, ditambah dengan adanya Pergub Bali No 80 Tahun 2018 tentang Pelindungan dan Penggunaan Bahasa, Aksara dan Sastra Bali serta Penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali," katanya.
Terkait dengan lomba "mesatua banyol" itu, tambah Wahyudita, memang khusus peserta ditujukan bagi siswa SMP kelas VII-IX. Mereka akan menyajikan sebuah garapan pertunjukan drama lucu yang sumber cerita dapat digali dari cerita atau "satua" Bali yang telah ada atau pun dibuat baru. Masing-masing peserta menyajikan garapan dengan durasi 5-10 menit.
Masing-masing perwakilan SMP, dibatasi 3 - 5 orang dengan iringan musik "live" atau bisa juga "playback". "Satua yang diiringi instrumen musik memiliki bobot penilaian yang lebih tinggi," ujarnya.
Sementara itu, I Putu Suryadi, Ketua Panitia Pekan Generasi Sadar Aksara (Parasara) menambahkan untuk kostum peserta menyesuaikan kebutuhan garapan dan disiapkan sendiri oleh peserta.
Ide dan konsepnya harus jelas, demikian juga bentuknya mesti mempertimbangkan teknik, komposisi, dan kreativitas. Penampilan juga harus mpertimbangkan ekspresi, keutuhan, rias, busana, dan keharmonisan.
"Masing-masing pemenang akan mendapatkan piagam penghargaan dan uang tunai untuk juara I, II dan juara III," ucapnya.
Hingga saat ini ada 12 kelompok dari 12 SMP Negeri di Kota Denpasar sudah mendaftarkan diri sebagai peserta lomba "mesatua banyol". Pendaftaran untuk menjadi peserta masih dibuka hingga Kamis (6/2) dan lomba ini tentunya terbuka juga untuk siswa-siswa SMP swasta.
Parasara selain diisi dengan lomba "mesatua banyol", pada Minggu (9/2) juga diisi dengan kegiatan Aguron-guron (workshop), Pabligbagan (diskusi), dan Sasolahan (pergelaran seni). Semua rangkaian kegiatan akan dilaksanakan di Rumah Budaya Penggak Men Mersi, Jalan WR Supratman No 169 Denpasar.
Workshop dengan tema "Nyobyahang Aksara Bali Mapiranti Maplalianan" akan menghadirkan narasumber Made Taro, dan para pesertanya para guru SD di Kota Denpasar.
Sedangkan untuk diskusi akan menghadirkan narasumber I Gede Agus Darmaputra (dosen IHDN Denpasar). Diskusi akan membahas mengenai lontar dan para peserta tidak harus menggunakan bahasa Bali alus, tetapi bisa menggunakan bahasa Bali yang digunakan dalam percakapan sehari-hari, maupun sesuai dengan kekhasan masing-masing kabupaten/kota di Bali.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2020