Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI) menyarankan kepada pemerintah untuk membuat aturan atau regulasi terkait rokok elektrik, bukan melakukan pelarangan.
Sejumlah asosiasi rokok elektrik mengkritik sikap pejabat di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang tidak menggandeng pelaku usaha dalam pembahasan rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
“Kami sangat menyayangkan pejabat di Kemenkes yang tidak melibatkan pelaku usaha untuk menyampaikan pendapatnya terhadap rencana revisi PP 109/2012. Secara undang-undang, kami memiliki hak untuk menyampaikan pendapat,” ucap Ketua APVI Aryo Andrianto di Jakarta, Sabtu.
Aryo berharap dengan adanya Menteri Kesehatan yang baru, dr Terawan, Kementerian Kesehatan dapat lebih terbuka dan memberikan kesempatan untuk berdiskusi langsung dengan industri untuk mencari solusi yang efektif.
“Kami atas nama asosiasi vape (APVI) juga sudah mengirimkan surat kepada Menkes untuk bisa bertemu dan berdialog secara konstruktif mengenai rokok elektrik,” lanjutnya.
Menurutnya, berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan Pasal 96 Ayat 1 menyatakan masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Adapun masyarakat, menurut Ayat 3, adalah perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi rancangan peraturan perundang-undangan tersebut.
Aryo khawatir tidak dilibatkannya pelaku usaha dalam revisi tersebut akan menghasilkan regulasi yang justru memberatkan industri yang baru mulai dan belum berkembang ini. Sebab, informasi yang beredar di publik bahwa rokok elektrik akan dilarang.
“Karena kami tidak mendapatkan informasi langsung dari Kemenkes, isu yang beredar justru pelarangan total. Kami merasa dirugikan jika itu benar terjadi karena industri akan hancur lantaran tidak diberikan ruang untuk menyuarakan pendapat,” ujarnya.
Senada dengan Aryo, Ketua Asosiasi Vapers Bali (AVB), I Gede Agus Mahartika, mengatakan langkah Kemenkes melakukan rencana revisi agar rokok elektrik masuk ke dalam PP 109/2012 kurang tepat. Alasannya, kajian ilmiah terhadap rokok elektrik yang dilakukan di Indonesia masih tergolong minim.
Jika mengacu kepada kajian dari luar negeri, perlu diuji lagi kebenarannya. “Kami berharap revisi ini dibatalkan karena belum adanya kajian ilmiah yang komprehensif,” ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Sejumlah asosiasi rokok elektrik mengkritik sikap pejabat di Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang tidak menggandeng pelaku usaha dalam pembahasan rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 tahun 2012 (PP 109/2012) tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
“Kami sangat menyayangkan pejabat di Kemenkes yang tidak melibatkan pelaku usaha untuk menyampaikan pendapatnya terhadap rencana revisi PP 109/2012. Secara undang-undang, kami memiliki hak untuk menyampaikan pendapat,” ucap Ketua APVI Aryo Andrianto di Jakarta, Sabtu.
Aryo berharap dengan adanya Menteri Kesehatan yang baru, dr Terawan, Kementerian Kesehatan dapat lebih terbuka dan memberikan kesempatan untuk berdiskusi langsung dengan industri untuk mencari solusi yang efektif.
“Kami atas nama asosiasi vape (APVI) juga sudah mengirimkan surat kepada Menkes untuk bisa bertemu dan berdialog secara konstruktif mengenai rokok elektrik,” lanjutnya.
Menurutnya, berdasarkan Undang Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang Undangan Pasal 96 Ayat 1 menyatakan masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Adapun masyarakat, menurut Ayat 3, adalah perseorangan atau kelompok orang yang mempunyai kepentingan atas substansi rancangan peraturan perundang-undangan tersebut.
Aryo khawatir tidak dilibatkannya pelaku usaha dalam revisi tersebut akan menghasilkan regulasi yang justru memberatkan industri yang baru mulai dan belum berkembang ini. Sebab, informasi yang beredar di publik bahwa rokok elektrik akan dilarang.
“Karena kami tidak mendapatkan informasi langsung dari Kemenkes, isu yang beredar justru pelarangan total. Kami merasa dirugikan jika itu benar terjadi karena industri akan hancur lantaran tidak diberikan ruang untuk menyuarakan pendapat,” ujarnya.
Senada dengan Aryo, Ketua Asosiasi Vapers Bali (AVB), I Gede Agus Mahartika, mengatakan langkah Kemenkes melakukan rencana revisi agar rokok elektrik masuk ke dalam PP 109/2012 kurang tepat. Alasannya, kajian ilmiah terhadap rokok elektrik yang dilakukan di Indonesia masih tergolong minim.
Jika mengacu kepada kajian dari luar negeri, perlu diuji lagi kebenarannya. “Kami berharap revisi ini dibatalkan karena belum adanya kajian ilmiah yang komprehensif,” ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019