Mantan Wakil Gubernur Bali I Ketut Sudikerta bersama dengan dua terdakwa lainnya, I Wayan Wakil dan Anak Agung Ngurah Agung, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis.
Ketiga terdakwa diadili karena diduga terlibat dalam kasus penipuan atau penggelapan dan/atau menggunakan surat/dokumen yang diduga seolah-olah asli, dan/atau pencucian uang.
Di hadapan majelis hakim PN Denpasar yang diketuai Esthar Oktavi, jaksa penuntut umum Eddy Arta Wijaya bersama dengan jaksa I Ketut Sujaya dan jaksa Martinus T. Suluh mengatakan, "Atas perbuatannya, para terdakwa diatur dan diancam sebagaimana dimaksud dalam beberapa pasal, di antaranya Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya, Pasal 132 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 263 Ayat (2) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus terdakwa I Ketut Sudikerta, kata JPU, diatur dan diancam dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebelum ketiga terdakwa dihadiri dalam persidangan perdana, JPU menguraikan bahwa kasus bermula pada bulan Mei 2011, terdakwa I Ketut Sudikerta, bersama dengan Anak Agung Ngurah Agung dan I Wayan Wakil, melakukan penggantian sertifikat hak milik seluas 38.629 meter persegi atas nama Pura Luhur/Jurit Uluwatu Pecatu.
"Permohonan penggantian itu dilakukan oleh Ida Ayu Massukerti QQ Anak Agung Ngurah Agung, untuk melakukan penggantian sertifikat tanah seluas 38.650 meter persegi yang terletak di Kelurahan Jimbaran,atas nama Pura Luhur/Jurit Uluwatu Pecatu, di atas meterai 6.000," jelas JPU.
Terdakwa I Ketut Sudikerta bersama dengan dua terdakwa lainnya melakukan penggantian SHM karena mengetahui bahwa asli SHM tersimpan di Kantor Notaris Ni Nyoman Sudjarni dititipkan pada bulan Agustus 2000 sesuai dengan kesepakatan I Gede Made Subakat, A.A. Ngurah Gede Agung (almarhum), I Made Rame dengan tujuan sertifikat itu diamankan agar tidak bisa diambil sepihak.
"Penggantian sertifikat dilakukan para terdakwa untuk mendapat keuntungan dengan tujuan akan menjual tanah sehingga mereka terdakwa melakukan penggantian sertifikat tanpa sepengetahuan I Gede Made Subakat sebagai pihak yang berkepentingan," kata jaksa Eddy.
Baca juga: Polisi limpahkan mantan Wagub Bali ke Kejaksaan
Selanjutnya, pada bulan Januari 2013 saksi korban Alim Markus bersama I Wayan Santosa menemui terdakwa I Ketut Sudikerta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Bupati Badung.
Pada saat itu, saksi korban menyampaikan keinginannya untuk berinvestasi di Bali dan terdakwa I Ketut Sudikerta menyampaikan bahwa dirinya memiliki tanah seluas 38.650 meter persegi. Pura Luhur/Jurit Uluwatu Pecatu dan 3.300 meter persegi. I Wayan Wakil di daerah Balangan dan menawarkan kepada saksi korban berinvestasi.
Pertemuan berlanjut di awal Juni 2013 di sebuah rumah makan, Jalan Drupadi, Denpasar, bahwa terdakwa I Ketut Sudikerta bertemu dengan Alim Markus, Henry Kaunang dan I Wayan Santoso membicarakan tanah di Balangan dan memastikan tanah itu tidak ada sengketa.
Pada akhir Juni 2013, di salah satu hotel di Surabaya, terdakwa I Ketut Sudikerta bertemu dengan saksi korban, Henry Kaunang dan I Wayan Santoso untuk membicarakan soal tanah dan terdakwa mengakui dua bidang tanah itu adalah miliknya. Selain itu, untuk keabsahan kepemilikan nantinya memakai nama PT Pecatu Bangun Gemilang yang diwakili oleh istrinya, Ida Ayu Ketut Sri Sumiatini sebagai komisaris utama.
Pertemuan dilakukan sebanyak enam kali, di tempat yang berbeda.
Baca juga: Polda Bali tangkap Sudikerta di bandara
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
Ketiga terdakwa diadili karena diduga terlibat dalam kasus penipuan atau penggelapan dan/atau menggunakan surat/dokumen yang diduga seolah-olah asli, dan/atau pencucian uang.
Di hadapan majelis hakim PN Denpasar yang diketuai Esthar Oktavi, jaksa penuntut umum Eddy Arta Wijaya bersama dengan jaksa I Ketut Sujaya dan jaksa Martinus T. Suluh mengatakan, "Atas perbuatannya, para terdakwa diatur dan diancam sebagaimana dimaksud dalam beberapa pasal, di antaranya Pasal 378 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Selanjutnya, Pasal 132 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP, Pasal 263 Ayat (2) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Khusus terdakwa I Ketut Sudikerta, kata JPU, diatur dan diancam dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sebelum ketiga terdakwa dihadiri dalam persidangan perdana, JPU menguraikan bahwa kasus bermula pada bulan Mei 2011, terdakwa I Ketut Sudikerta, bersama dengan Anak Agung Ngurah Agung dan I Wayan Wakil, melakukan penggantian sertifikat hak milik seluas 38.629 meter persegi atas nama Pura Luhur/Jurit Uluwatu Pecatu.
"Permohonan penggantian itu dilakukan oleh Ida Ayu Massukerti QQ Anak Agung Ngurah Agung, untuk melakukan penggantian sertifikat tanah seluas 38.650 meter persegi yang terletak di Kelurahan Jimbaran,atas nama Pura Luhur/Jurit Uluwatu Pecatu, di atas meterai 6.000," jelas JPU.
Terdakwa I Ketut Sudikerta bersama dengan dua terdakwa lainnya melakukan penggantian SHM karena mengetahui bahwa asli SHM tersimpan di Kantor Notaris Ni Nyoman Sudjarni dititipkan pada bulan Agustus 2000 sesuai dengan kesepakatan I Gede Made Subakat, A.A. Ngurah Gede Agung (almarhum), I Made Rame dengan tujuan sertifikat itu diamankan agar tidak bisa diambil sepihak.
"Penggantian sertifikat dilakukan para terdakwa untuk mendapat keuntungan dengan tujuan akan menjual tanah sehingga mereka terdakwa melakukan penggantian sertifikat tanpa sepengetahuan I Gede Made Subakat sebagai pihak yang berkepentingan," kata jaksa Eddy.
Baca juga: Polisi limpahkan mantan Wagub Bali ke Kejaksaan
Selanjutnya, pada bulan Januari 2013 saksi korban Alim Markus bersama I Wayan Santosa menemui terdakwa I Ketut Sudikerta yang saat itu menjabat sebagai Wakil Bupati Badung.
Pada saat itu, saksi korban menyampaikan keinginannya untuk berinvestasi di Bali dan terdakwa I Ketut Sudikerta menyampaikan bahwa dirinya memiliki tanah seluas 38.650 meter persegi. Pura Luhur/Jurit Uluwatu Pecatu dan 3.300 meter persegi. I Wayan Wakil di daerah Balangan dan menawarkan kepada saksi korban berinvestasi.
Pertemuan berlanjut di awal Juni 2013 di sebuah rumah makan, Jalan Drupadi, Denpasar, bahwa terdakwa I Ketut Sudikerta bertemu dengan Alim Markus, Henry Kaunang dan I Wayan Santoso membicarakan tanah di Balangan dan memastikan tanah itu tidak ada sengketa.
Pada akhir Juni 2013, di salah satu hotel di Surabaya, terdakwa I Ketut Sudikerta bertemu dengan saksi korban, Henry Kaunang dan I Wayan Santoso untuk membicarakan soal tanah dan terdakwa mengakui dua bidang tanah itu adalah miliknya. Selain itu, untuk keabsahan kepemilikan nantinya memakai nama PT Pecatu Bangun Gemilang yang diwakili oleh istrinya, Ida Ayu Ketut Sri Sumiatini sebagai komisaris utama.
Pertemuan dilakukan sebanyak enam kali, di tempat yang berbeda.
Baca juga: Polda Bali tangkap Sudikerta di bandara
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019