Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid menjelaskan kemungkinan adanya Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN), semakin mengerucut dan menuju pada kenyataan.
“Indonesia ini terlalu luas, tidak mungkin hanya menggantungkan visi misi presiden. Apalagi jika presiden terpilih tidak sampai mendapatkan suara mayoritas. Dikhawatirkan terlalu banyak aspirasi masyarakat yang tidak terakomodasi,” kata Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat menerima kunjungan delegasi Panitia Rapimnas II Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Tahun 2019 di ruang kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III lantai 9 Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa.
Hidayat menjelaskan, ketiadaan GBHN pascareformasi menyebabkan ketiadaan keberlanjutan pembangunan.
Padahal pembangunan Indonesia bukan hanya untuk masa lima tahun, tapi juga jangka panjang. Karena itu kehadiran GBHN sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan rencana pembangunan jangka panjang.
Sementara menyangkut perubahan Undang-Undang (UU) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hidayat mengingatkan agar tujuannya adalah penguatan terhadap KPK. Jangan sampai UU tentang KPK diubah untuk melemahkan lembaga anti rasuah tersebut.
Namun, Hidayat juga memberikan catatan yang mesti diperhatikan KPK sendiri, antara lain KPK harus lebih berhati-hati dalam menetapkan status tersangka, karena KPK tidak bisa mengeluarkan SP3.
“Ada orang yang tetap menjadi tersangka dan tidak pernah disidangkan, ini juga catatan yang kurang baik. Selain itu, KPK harus bisa membuktikan bahwa lembaga tersebut tidak tebang pilih dalam menjalankan tugasnya,” kata Hidayat.
Baca juga: PKB : GBHN perlu untuk arah pembangunan
Pada pertemuan tersebut, delegasi Panitia Rapimnas II KAMMI Tahun 2019 dipimpin Ketua Umumnya Irfan Ahmad Fauzi, menyampaikan permohonan untuk membuka Rapimnas II KAMMI akhir September nanti.
Selain itu, Irfan juga menyampaikan beberapa persoalan yang saat ini menjadi perhatian KAMMI dan akan dibahas pada saat Rapimnas II, antara lain menyoal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), perubahan UU tentang KPK dan rencana pemindahan Ibu Kota Negara, serta wacana kembalinya GBHN dan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Baca juga: MPR: Masyarakat mau ada GBHN
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
“Indonesia ini terlalu luas, tidak mungkin hanya menggantungkan visi misi presiden. Apalagi jika presiden terpilih tidak sampai mendapatkan suara mayoritas. Dikhawatirkan terlalu banyak aspirasi masyarakat yang tidak terakomodasi,” kata Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid saat menerima kunjungan delegasi Panitia Rapimnas II Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Tahun 2019 di ruang kerja Wakil Ketua MPR, Gedung Nusantara III lantai 9 Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Selasa.
Hidayat menjelaskan, ketiadaan GBHN pascareformasi menyebabkan ketiadaan keberlanjutan pembangunan.
Padahal pembangunan Indonesia bukan hanya untuk masa lima tahun, tapi juga jangka panjang. Karena itu kehadiran GBHN sangat dibutuhkan untuk menjamin keberlangsungan rencana pembangunan jangka panjang.
Sementara menyangkut perubahan Undang-Undang (UU) tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Hidayat mengingatkan agar tujuannya adalah penguatan terhadap KPK. Jangan sampai UU tentang KPK diubah untuk melemahkan lembaga anti rasuah tersebut.
Namun, Hidayat juga memberikan catatan yang mesti diperhatikan KPK sendiri, antara lain KPK harus lebih berhati-hati dalam menetapkan status tersangka, karena KPK tidak bisa mengeluarkan SP3.
“Ada orang yang tetap menjadi tersangka dan tidak pernah disidangkan, ini juga catatan yang kurang baik. Selain itu, KPK harus bisa membuktikan bahwa lembaga tersebut tidak tebang pilih dalam menjalankan tugasnya,” kata Hidayat.
Baca juga: PKB : GBHN perlu untuk arah pembangunan
Pada pertemuan tersebut, delegasi Panitia Rapimnas II KAMMI Tahun 2019 dipimpin Ketua Umumnya Irfan Ahmad Fauzi, menyampaikan permohonan untuk membuka Rapimnas II KAMMI akhir September nanti.
Selain itu, Irfan juga menyampaikan beberapa persoalan yang saat ini menjadi perhatian KAMMI dan akan dibahas pada saat Rapimnas II, antara lain menyoal RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS), perubahan UU tentang KPK dan rencana pemindahan Ibu Kota Negara, serta wacana kembalinya GBHN dan perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Baca juga: MPR: Masyarakat mau ada GBHN
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019