Senior Vice President ACT N. Imam Akbari menyatakan kekeringan atau kemarau pada 2020 akan melanda sebagian besar wilayah Pulau Jawa yang berada pada zona kuning atau kritis, karena itu pihaknya mengajak masyarakat Indonesia untuk  langsung beraksi dengan kondisi yang ada lewat aksi #DermawanAtasiKekeringan.

"Sesungguhnya, apa yang kita keluarkan sebenarnya untuk diri kita. Apabila kita memberikan kebaikan, maka sebuah kebaikan itu akan kembali kediri kita, termasuk keburukan. Alam semesta itu tergantung respons kita. Sejatinya, kita adalah seberapa besar apa yang kita lakukan untuk orang lain, itulah yang memaknai seberapa hebat hati kita," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa.

Oleh karena itu, ACT mengajak semua masyarakat untuk bahu-membahu mengirimkan bantuannya melalui aksi-aksi nyata untuk saudara-saudara sebangsa melalui bit.ly/DermawanAtasiKekeringan. "Mari kita atasi kekeringan yang mematikan dengan menjadi dermawan, mari atasi kekeringan," katanya.

Dari tahun ke tahun, Perubahan Iklim menjadi ancaman bagi kehidupan manusia. Salah satunya adalah ancaman kekeringan dan kelangkaan air bersih bagi umat manusia. Di tahun 2025, sekitar 2,7 miliar orang atau sekitar sepertiga populasi dunia akan menghadapi kekurangan air dalam tingkat yang parah.

Tahun 1998, seorang peneliti mencatat Pulau Jawa akan mengalami defisit air sepanjang tahun (12 bulan) di tahun 2025, lalu tahun 2050 diperkirakan 2/3 penduduk bumi akan mengalami kekurangan air. Indonesia merupakan salah satu negara terkaya dalam sumber daya air karena menyimpan 6 persen potensi air dunia, tetapi pulau terpadat di negara ini terancam kehabisan air.

"Sumber air melimpah Indonesia tercantum dalam laporan badan kerja sama lintas negara, Water Environment Partnership in Asia (WEPA). Pemerintah memprediksi kemarau tahun 2019 akan mengakibatkan 48.491.666 jiwa terancam kekeringan di 28 provinsi. Hingga, diprediksi kemarau tahun ini akan lebih kering dari 2018," katanya.

Baca juga: BMKG : 10 daerah terancam kekeringan, termasuk Bali

Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), kemarau yang melanda sejumlah wilayah di Indonesia mulai Juli sampai Oktober 2019 mengakibatkan sebanyak 64,94 persen wilayah Indonesia mengalami curah hujan kategori rendah (di bawah 100 mm/bulan) pada bulan Agustus 2019.

BMKG menyatakan kemarau tahun 2019 akan menyebabkan kekeringan panjang akibat beberapa faktor yaitu fenomena El Nino, kuatnya Muson Australia, dan anomali peningkatan suhu udara akibat perubahan iklim.

Merujuk data ketersediaan air yang disusun Pusat Litbang Sumber Daya Air (SDA) Kementerian PUPR, satu orang di Jawa misalnya saat ini bisa mendapat 1.169 meter kubik air per tahun. Ketersediaan air yang setara 58 truk tangki air berbobot 20 ribu liter itu dilabeli status 'ada tekanan' bahkan ketersediaan air untuk setiap satu penduduk Jawa diprediksi akan terus menurun hingga mencapai 476 meter kubik per tahun pada 2040. Angka itu dikategorikan kelangkaan total.

"Dengan kemarau akan ada kualitas kehidupan sosial yang terdampak. Misalnya, debit air yang berkurang, akan mempengaruhi konsumsi air. Sedangkan, air adalah kebutuhan vital manusia. Manusia sendiri masih bisa bertahan ketika tidak makan, namun ketika tidak ada air (tidak minum), hanya akan bertahan dalam hitungan hari, tentu hal ini jangan sampai terjadi. Melalui Mobile Water Tank dan Sumur Wakaf, kami terus berinovasi memberikan bantuan yang sifatnya jangka pendek hingga jangka panjang," katanya.

Baca juga: 2.500 Hektare Sawah Di Badung Terancam Kekeringan

Pewarta: ANTARA News Bali

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019