Ketua Umum Gerakan Suluh Kebangsaan Mahfud MD menyatakan referendum itu tidak diperbolehkan secara hukum nasional dan internasional, termasuk di Papua.

"Ada dua alasan hukum, satu hukum nasional dan dua hukum internasional. Ini sudah saya katakan dua hari sesudah peristiwa Papua itu," kata Mahfud MD setelah mengisi acara Halaqah Alim Ulama dengan tema "Menguatkan Ukhuwah Melalui Pendekatan Ibroh" di Solo, Sabtu.

Sesuai dengan konstitusi, tidak boleh ada referendum di Papua, karena hukum Indonesia tidak mengenal referendum untuk penentuan nasib sendiri dari daerah yang sudah dikuasainya.

Selain itu, dikatakannya, hal itu juga sesuai dengan konvensi internasional yaitu konvensi tentang hak politik, hak sipil, dan hak ekonomi, sosial, budaya.

Ia mengatakan pada konvensi tersebut dikatakan bahwa sebuah negara yang berkuasa secara sah atas wilayahnya boleh melakukan langkah apapun termasuk langkah militer untuk mempertahankan negaranya.

"Itu konvensi yang sudah dideklarasikan pada tahun 2006 dengan UU Nomor 12 dengan ratifikasi yang ditandatangani oleh SBY (Susilo Bambang Yudhoyono, red)," katanya.

Ia mengatakan UU tersebut menjelaskan bahwa seluruh daerah di NKRI yang ada sekarang ini harus dipertahankan dengan langkah apapun.

Sementara itu, ia juga menampik kaitannya dengan isu bahwa Mahfud terkesan diam saat menyikapi kondisi di Papua. "Tanggal 21 Agustus saya sudah bicara itu di beberapa media, bahwa Papua adalah bagian sah dari NKRI. Jadi jangan lagi ada yang clometan seakan-akan saya diam," katanya.

Pewarta: Aris Wasita

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019