Oleh I Ketut Sutika
Denpasar (Antara Bali) - Sosok pria sederhana itu kesehariannya terkesan pendiam, namun pembawaan itu akan berubah total jika tampil di atas pangung memainkan alat musik tradisional Bali, gamelan, mengiringi olah gerak tari yang lincah di atas pentas.
Sebelum dinobatkan sebagai pemimpin upacara ritual keagamaan umat Hindu, sosok Putu Geria adalah seniman tabuh dan tari Bali yang andal, dengan senang hati mengajarkan keahlian yang dimilikinya kepada siapa saja yang berminat, dengan harapan dapat meneruskan dan melestarikan seni budaya Bali.
Kader-kader penerus seni budaya Bali itu dinilai mempunyai peran yang sangat strategis, dengan harapan seni budaya Bali tetap kokoh dan eksis di tengah gempuran serta pengaruh budaya global yang dibawa langsung wisatawan mancanegara saat berliburan ke Pulau Dewata.
Putu Geria (66), pria kelahiran Banjar Segah, Desa Nonggan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, daerah ujung timur Pulau Bali sebelum dinobatkan sebagai Jero Mangku, pemimpin upacara keagamaan umat Hindu itu, dikenal sebagai seniman serba bisa, baik tabuh maupun tari.
Meskipun hanya mengenyam pendidikan formal setingkat Sekolah Dasar (SD), namun kemampuannya dalam bidang pengembangan seni budaya tidak diragukan. Suami dari Ni Made Suparti (63) itu pernah melatih puluhan sekaa (grup) kesenian maupun sekaa gong di sejumlah banjar dan desa di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem dan sekitarnya.
Pria yang cukup piawai memainkan semua alat musik tradisional Bali itu dengan senang hati melatih sekaa gong yang telah dilakoninya hampir selama setengah abad, sejak usia 13 tahun.
Sukses melatih sekaa gong dalam satu banjar, dilanjutkan ke banjar lainnya dan beberapa sekaa lainnya dengan sabar antri menunggu giliran dibina, sehingga jadwal untuk memberikan latihan dalam mencetak kader penerus seni budaya Bali itu cukup padat.
"Masuk banjar ke luar banjar pada malam hari untuk melatih sekaa gong, hasilnya hanya bisa dinilai dengan kepuasan oleh saya sendiri," tutur ayah dari tiga putra itu.
Ketiga putranya itu terdiri atas I Putu Jati, I Nyoman Gunayasa dan I Wayan Sisandiyasa juga telah mewarisi keahlian dalam bidang tabuh dan tari.
Pria yang tampak sehat bugar dalam usia "berkepala enam" itu selain melatih juga aktif sebagai penabuh gamelan untuk kepentingan berbagai kegiatan, termasuk kelengkapan kegiatan ritual.
Khusus pelatih
Sosok Putu Geria sejak dinobatkan menjadi pemimpin upacara keagamaan umat Hindu, keahlian yang dimiliki dalam bidang tabuh dan tari Bali itu hampir tidak pernah lagi dipraktekkan, kecuali hanya memberikan pembinaan dan latihan kepada sekaa gamelan dan tari Bali.
Pria yang cukup enerjik dan senang bermasyarakat itu berawal dari tahun 1958, ketika berusia 13 tahun ikut menjadi anggota sekaa angklung di desa tempat kelahirannya, Banjar Segah, Desa Nonggan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem.
Ia banyak mendapat pengalaman dalam bidang tabuh, kemudian bergabung dengan sekaa gong kebyar, sekaligus menjadi pembina sekaa tersebut hingga akhirnya meraih juara pertama tingkat kecamatan Rendang dan Kabupaten Karangasem.
Selain itu juga belajar sebagai dalang wayang kulit, hingga akhirnya sering pentas untuk menghibur masyarakat, sekaligus untuk kelengkapan kegiatan ritual di berbagai desa di wilayah Bali timur.
Sosok Jero Mangku Putu Geria juga memiliki keterampilan membuat bade, kerangka pengusungan jenazah untuk keperluan upacara ngaben, membuat banten kegiatan ritual berskala besar.
Darah seni Jero Mangku Putu Geria kini "mengalir" kepada putra-putranya dan puluhan, bahkan ratusan kader yang berhasil dicetak sebagai generasi penerus seni budaya Bali.
Semua itu berkat kesenangannya sejak kecil terhadap tabuh dan tari Bali. Teknik tabuh dan tari Bali yang dipelajarinya dapat dikuasasinya dengan baik.
Hal itu menjadi modal baginya dalam membina dan melatih sekaa-sekaa gong dan kesenian di sejumlah desa di Kabupaten Karangasem dan sejumlah kabupaten/kota lainnya di Bali.
Berkat kesungguhan dan keseriusan itu mampu mengantarkan dirinya sebagai sosok seorang seniman yang tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan seni kerawitan Bali umumnya.
Berkat prestasi, dedikasi dan pengabdian dalam mengembangkan dan melestarikan seni budaya Bali, khususnya di Kabupaten Karangasem, sosok Jro Mangku Putu Geria pernah mendapat anugrah Seni Darma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali.(**)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011
Denpasar (Antara Bali) - Sosok pria sederhana itu kesehariannya terkesan pendiam, namun pembawaan itu akan berubah total jika tampil di atas pangung memainkan alat musik tradisional Bali, gamelan, mengiringi olah gerak tari yang lincah di atas pentas.
Sebelum dinobatkan sebagai pemimpin upacara ritual keagamaan umat Hindu, sosok Putu Geria adalah seniman tabuh dan tari Bali yang andal, dengan senang hati mengajarkan keahlian yang dimilikinya kepada siapa saja yang berminat, dengan harapan dapat meneruskan dan melestarikan seni budaya Bali.
Kader-kader penerus seni budaya Bali itu dinilai mempunyai peran yang sangat strategis, dengan harapan seni budaya Bali tetap kokoh dan eksis di tengah gempuran serta pengaruh budaya global yang dibawa langsung wisatawan mancanegara saat berliburan ke Pulau Dewata.
Putu Geria (66), pria kelahiran Banjar Segah, Desa Nonggan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem, daerah ujung timur Pulau Bali sebelum dinobatkan sebagai Jero Mangku, pemimpin upacara keagamaan umat Hindu itu, dikenal sebagai seniman serba bisa, baik tabuh maupun tari.
Meskipun hanya mengenyam pendidikan formal setingkat Sekolah Dasar (SD), namun kemampuannya dalam bidang pengembangan seni budaya tidak diragukan. Suami dari Ni Made Suparti (63) itu pernah melatih puluhan sekaa (grup) kesenian maupun sekaa gong di sejumlah banjar dan desa di Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem dan sekitarnya.
Pria yang cukup piawai memainkan semua alat musik tradisional Bali itu dengan senang hati melatih sekaa gong yang telah dilakoninya hampir selama setengah abad, sejak usia 13 tahun.
Sukses melatih sekaa gong dalam satu banjar, dilanjutkan ke banjar lainnya dan beberapa sekaa lainnya dengan sabar antri menunggu giliran dibina, sehingga jadwal untuk memberikan latihan dalam mencetak kader penerus seni budaya Bali itu cukup padat.
"Masuk banjar ke luar banjar pada malam hari untuk melatih sekaa gong, hasilnya hanya bisa dinilai dengan kepuasan oleh saya sendiri," tutur ayah dari tiga putra itu.
Ketiga putranya itu terdiri atas I Putu Jati, I Nyoman Gunayasa dan I Wayan Sisandiyasa juga telah mewarisi keahlian dalam bidang tabuh dan tari.
Pria yang tampak sehat bugar dalam usia "berkepala enam" itu selain melatih juga aktif sebagai penabuh gamelan untuk kepentingan berbagai kegiatan, termasuk kelengkapan kegiatan ritual.
Khusus pelatih
Sosok Putu Geria sejak dinobatkan menjadi pemimpin upacara keagamaan umat Hindu, keahlian yang dimiliki dalam bidang tabuh dan tari Bali itu hampir tidak pernah lagi dipraktekkan, kecuali hanya memberikan pembinaan dan latihan kepada sekaa gamelan dan tari Bali.
Pria yang cukup enerjik dan senang bermasyarakat itu berawal dari tahun 1958, ketika berusia 13 tahun ikut menjadi anggota sekaa angklung di desa tempat kelahirannya, Banjar Segah, Desa Nonggan, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem.
Ia banyak mendapat pengalaman dalam bidang tabuh, kemudian bergabung dengan sekaa gong kebyar, sekaligus menjadi pembina sekaa tersebut hingga akhirnya meraih juara pertama tingkat kecamatan Rendang dan Kabupaten Karangasem.
Selain itu juga belajar sebagai dalang wayang kulit, hingga akhirnya sering pentas untuk menghibur masyarakat, sekaligus untuk kelengkapan kegiatan ritual di berbagai desa di wilayah Bali timur.
Sosok Jero Mangku Putu Geria juga memiliki keterampilan membuat bade, kerangka pengusungan jenazah untuk keperluan upacara ngaben, membuat banten kegiatan ritual berskala besar.
Darah seni Jero Mangku Putu Geria kini "mengalir" kepada putra-putranya dan puluhan, bahkan ratusan kader yang berhasil dicetak sebagai generasi penerus seni budaya Bali.
Semua itu berkat kesenangannya sejak kecil terhadap tabuh dan tari Bali. Teknik tabuh dan tari Bali yang dipelajarinya dapat dikuasasinya dengan baik.
Hal itu menjadi modal baginya dalam membina dan melatih sekaa-sekaa gong dan kesenian di sejumlah desa di Kabupaten Karangasem dan sejumlah kabupaten/kota lainnya di Bali.
Berkat kesungguhan dan keseriusan itu mampu mengantarkan dirinya sebagai sosok seorang seniman yang tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan seni kerawitan Bali umumnya.
Berkat prestasi, dedikasi dan pengabdian dalam mengembangkan dan melestarikan seni budaya Bali, khususnya di Kabupaten Karangasem, sosok Jro Mangku Putu Geria pernah mendapat anugrah Seni Darma Kusuma, penghargaan tertinggi dalam bidang seni dari Pemerintah Provinsi Bali.(**)
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2011