Nahdlatul Ulama (NU) sepakat membangun kerja sama pendidikan dengan Yayasan Maarif, Turki, yang ditetapkn pada saat kunjungan Rais Aam Syuriah NU KH Miftahul Achyar, ke Kantor Pusat Yayasan Maarif di Istanbul, Kamis.

Dalam pertemuan tersebut, Rais Aam diterima langsung oleh Ketua Yayasan Maarif Profesor Birol Akgun dan duta besar Zekeriya Akcam serta anggota dewan pembina yayasan lainnya.

Sementara itu, Rais Aam, selain didampingi okeh Duta Besar RI untuk Turki Lalu Muhamad Iqbal dan Konjen RI di Istanbul Herry Sudradjat, juga didampingi oleh Katib/Sekretaris Syuriah KH Zulfa Mustofa, serta para pengurus Majelis Syuriah NU lainnya seperti KH Manarul Hidayat, Achmaf Sudrajat Salim, dan Mahbud Maafi.

Beberapa area kerja sama pendidikan yang dibahas antara lain pemberian beasiswa di bidang-bidang sains dan teknologi di berbagai universitas di Turki serta penjajakan pengembangan sekolah bersama, termasuk pesantren vokasi.

Kedua pihak sepakat untuk nantinya menuangkan rencana tersebut dalam sebuah nota kesepahaman bersama.

"NU akan mendukung sepenuhnya visi Presiden. Presiden dalam lima tahun ke depan mau memperkuat SDM, khususnya pendidikan vokasi. Jadi, NU dengan jaringan pesantrennya juga ingin ikut mengisi visi Presiden itu", kata Rais Aam NU dalam keterangan tertulis KBRI Ankara, Kamis.

Turki disebutnya sebagai salah satu negara berpenduduk mayoritas Muslim yang sangat maju industrinya, dengan sekolah-sekolah vokasi yang setiap tahun meluluskan ratusan ribu tenaga teknis yang handal yang langsung dapat diserap oleh industri mereka.

"NU ingin belajar pengalaman itu, karena sebagian besar basis NU saat ini menjadi kawasan-kawasan industri. Lagipula NU mudah bekerjasama dengan Turki karena sebagai sesama penganut Ahlussunah wal jamaah, pemahaman keislamannya sudah sama", kata KH Miftahul Achyar saat ditanya mengapa memilih Turki.

Yayasan Maarif memandang kerja samanya dengan NU sebagai sesuatu yang sangat penting dalam pengembangan programnya ke depan.

"Kami memiliki 99 kerja sama internasional dengan pemerintah dan organisasi Islam non-pemerintah. Ini belum lengkap tanpa Indonesia dalam peta tersebut. Kerja sama dengan NU dan Muhammadiyah akan menjadi komponen sangat penting, apalagi NU adalah organisasi Islam terbesar di dunia saat ini", ujar Ketua Yayasan Maarif Prof. Birol Akgun.

Rais 'Aam NU melakukan kunjungan ke Turki dalam rangka ziarah dan sekaligus melakukan pembahasan kerja sama dengan berbagai pihak di Turki.

Baca juga: Presiden Jokowi: NU terdepan jaga Pancasila

Selain bertemu Yayasan Maarif, Rais 'Aam juga dijadwalkan bertemu dengan Wakil Menteri Agama Turki (DIANET) dan Presiden YTB (lembaga pemberi beasiswa) di Turki.

Selain itu Rais 'Aam juga dijadwalkan bersilaturrahmi dengan masyarakat Indonesia di Turki dalam rangka syukuran atas lancarnya pelaksanaan Pemilu 2019.

Yayasan Maarif adalah yayasan yang dibentuk pemerintah Turki melalui undang-undang pada tahun 2016.

Yayasan tersebut diberikan kewenangan untuk melakukan kerja sama pendidikan serta mendirikan dan mengelola pendidikan di luar negeri, mulai dari tingkat pra-sekolah hingga perguruan tinggi. Yayasan ini didukung sepenuhnya oleh kementerian-kementerian terkait di Turki.

Baca juga: PBNU desak kurikulum agama dikaji


Nilai Islam
Di Turki, Jumat (26/7), Rais 'Aam Nahdlatul Ulama (NU) KH Miftahul Akhyar mempromosikan nilai Islam, pluralisme, dan demokrasi dalam diskusi bertema "Mempertahankan Demokrasi  dalam masyarakat yang beragam: catatan pasca-pemilu oleh Nahdlatul Ulama (Sustaining Democracy in A Plural Society: A Post-Election Notes from Nahdlatul Ulama) di Institute of Strategic Thinking (SDE) di Ankara, Turki.

“Sepanjang sejarah Indonesia, NU sudah membuktikan bahwa Islam bukan hanya sejalan tetapi juga menjadi penjaga demokrasi," kata KH Miftahul Akhyar saat menyampaikan paparannya, seperti dikutip dari keterangan tertulis KBRI Ankara. Sebelumnya, Rais 'Aam dan delegasi NU telah berkunjung ke lembaga pengelola pendidikan Yayasan Maarif di Istanbul, Kamis (25/7). Di Ankara, delegasi NU juga telah bertemu dengan Presiden YTB (lembaga pemberi beasiswa) dan Wakil Menteri Agama Turki (DIANET).

Dalam paparannya, Rais ‘Aam juga menjelaskan bahwa dalam pemikiran politik NU, mencintai agama dan mencintai negara adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Selain Rais ‘Aam, ikut menyampaikan pandangan pada kesempatan tersebut Sekretaris Dewan Syuriah NU KH Zulfa Mustofa.

Dalam paparannya Kyai Zulfa menjelaskan bahwa hubungan Islam dan negara di Indonesia pernah mengalami periode naik dan turun. “Meskipun demikian, umat Islam, khususnya NU, selalu menemukan dan menjaga nilai-nilai demokratis dalam menyelesaikannya”, kata Kyai Zulfa dalam diskusi yang dimoderatori bersama oleh Duta Besar RI untuk Turki Lalu Muhammad Iqbal dan Presiden SDE Muhammet Savas Kafkasyali.

Sebagai tuan rumah, Presiden SDE menyampaikan apresiasi kepada Ketua NU Indonesia bersama jajarannya yang telah hadir untuk berdialog mengenai isu Islam dan bernegara.

Menurut dia, banyak pelajaran yang dapat dipetik dari pengalaman Indonesia sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar.

Diskusi tersebut dihadiri oleh sejumlah peneliti SDE, kalangan media serta pengamat politik di Turki, termasuk beberapa orang mantan petinggi angkatan bersenjata Turki. “Indonesia adalah gambaran demokrasi paling berkesinambungan di dunia Islam," kata salah seorang peserta diskusi menanggapi paparan Rais ‘Aam. “Turki dan dunia Islam bisa belajar banyak dari eksperimen demokrasi yang begitu kaya di Indonesia," peserta itu menambahkan.

Di akhir pertemuan, diskusi tersebut juga membahas berbagai tantangan yang dihadapi oleh dunia Islam saat ini seperti masalah konflik, munculnya kelompok-kelompok minoritas muslim ekstrem, dan keterbelakangan sosial. Untuk mencari solusi dari berbagai persoalan tersebut, diperlukan adanya dialog yang berkesinambungan.

Kunjungan NU untuk ke Kantor SDE di Ankara juga dipandang sebagai langkah awal dari rangkaian kerja sama dan dialog yang dapat dikembangkan di kemudian hari antara Indonesia dan Turki.

Institute of Strategic Thinking (SDE) merupakan lembaga think tank di Turki yang didirikan pada 3 Maret 2009. Lembaga ini berfokus dalam melakukan kajian mengenai kebijakan dalam negeri maupun luar negeri Turki, serta mengenai berbagai isu regional dan global yang tengah mengemuka.

 

Pewarta: Yashinta Difa Pramudyani

Editor : Edy M Yakub


COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019