Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Yohannes Nangoi menyampaikan bahwa infrastruktur pendukung mutlak dibangun sebelum industri otomotif memproduksi mobil listrik secara masif.
"Mobil listrik murni dengan baterai dikhawatirkan kalau infrastrukturnya belum terbentuk ya bahaya, karena kalau di tengah jalan kehabisan listrik ya bubar," kata Yohannes ditemui pada gelaran Gaikindo International Automotive Conferences (GIIAS) di Tangerang, Rabu.
Yohannes menyampaikan hal tersebut saat menghadiri seminar bertajuk "Future Technology Motion" pada gelaran Gaikindo International Auto Show di ICE BSD, Tangerang.
Yohannes menyampaikan bahwa mobil listrik pada dasarnya bisa dikembangkan di Indonesia, namun secara bertahap, artinya melalui masa produksi mobil plug in hybrid dan hybrid.
"Mobil listrik sebetulnya segera bisa jalan, elektrik kan termasuk hybrid. Tapi bertahap, dunia juga belum tentu arahnya 100 persen electric vehicle (ev)," ujar Yohannes.
Dalam hal ini, Yohannes juga mempertimbangkan imbas dari penggunaan baterai pada mobil listrik murni, yang memiliki masa pemakaian. Setelah itu, baterai mobil listrik akan menjadi limbah yang mengkhawatirkan.
"EV emisi bersih memang, tapi setelah dipakai sekian tahun baterainya akan menjadi masalah. Bayangkan, pemakaian mobil di Indonesia 1,2 juta -1,3 juta. Bisa-bisa 10 tahun lagi ada 1 juta baterai yang harus dibuang," ungkap Yohannes.
Diketahui, dalam waktu dekat, Pemerintah Indonesia akan meluncurkan penerbitan pajak harmonisasi baru dan juga Perpres tentang percepatan kendaraan listrik (BEV).
"Kami berharap inisiatif kebijakan fiskal itu akan menarik lebih banyak investasi," kata Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin Harjanto.
Dengan demikian, Kemenperin optimistis bahwa Indonesia akan menjadi pusat manufaktur kuat ASEAN didasarkan pada kenyataan bahwa banyak sektor industri yang memiliki struktur dalam di negara ini, yang mengalir dari hulu ke hilir.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Mobil listrik murni dengan baterai dikhawatirkan kalau infrastrukturnya belum terbentuk ya bahaya, karena kalau di tengah jalan kehabisan listrik ya bubar," kata Yohannes ditemui pada gelaran Gaikindo International Automotive Conferences (GIIAS) di Tangerang, Rabu.
Yohannes menyampaikan hal tersebut saat menghadiri seminar bertajuk "Future Technology Motion" pada gelaran Gaikindo International Auto Show di ICE BSD, Tangerang.
Yohannes menyampaikan bahwa mobil listrik pada dasarnya bisa dikembangkan di Indonesia, namun secara bertahap, artinya melalui masa produksi mobil plug in hybrid dan hybrid.
"Mobil listrik sebetulnya segera bisa jalan, elektrik kan termasuk hybrid. Tapi bertahap, dunia juga belum tentu arahnya 100 persen electric vehicle (ev)," ujar Yohannes.
Dalam hal ini, Yohannes juga mempertimbangkan imbas dari penggunaan baterai pada mobil listrik murni, yang memiliki masa pemakaian. Setelah itu, baterai mobil listrik akan menjadi limbah yang mengkhawatirkan.
"EV emisi bersih memang, tapi setelah dipakai sekian tahun baterainya akan menjadi masalah. Bayangkan, pemakaian mobil di Indonesia 1,2 juta -1,3 juta. Bisa-bisa 10 tahun lagi ada 1 juta baterai yang harus dibuang," ungkap Yohannes.
Diketahui, dalam waktu dekat, Pemerintah Indonesia akan meluncurkan penerbitan pajak harmonisasi baru dan juga Perpres tentang percepatan kendaraan listrik (BEV).
"Kami berharap inisiatif kebijakan fiskal itu akan menarik lebih banyak investasi," kata Direktur Jenderal Industri Logam Mesin Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin Harjanto.
Dengan demikian, Kemenperin optimistis bahwa Indonesia akan menjadi pusat manufaktur kuat ASEAN didasarkan pada kenyataan bahwa banyak sektor industri yang memiliki struktur dalam di negara ini, yang mengalir dari hulu ke hilir.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019