Peneliti PolGov Research Centre Universitas Gadjah Mada (UGM) Ignasius Jaques Juru berpendapat peran oposisi sebagai alat kontrol pemerintah akan tetap efektif meskipun hanya dua partai, yakni Partai Gerindra dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
"Kalau alat kontrol dalam konteks ‘wacana’, kuantitas tidak menjadi masalah, yang penting kualitas wacananya," kata Ignasius, saat dihubungi, di Jakarta, Selasa.
Ia mencontohkan PDI Perjuangan merupakan partai yang tetap bertahan sebagai oposisi di bawah Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan berhasil membuktikan perannya membentuk wacana-wacana kritis.
"Saya kira dari sisi itu (wacana kritis) yang penting apakah mereka bisa memproduksi wacana-wacana konstruktif ke depan atau tidak," ujar dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM itu pula.
Wacana atau gagasan, seperti diungkapkan Ignasius, menjadi gugatan penting sebagai kontrol politik supaya terjadi proses demokrasi deliberatif atau produksi kebijakan-kebijakan publik yang dekat dengan aspirasi masyarakat tanpa ada kepentingan antarpartai.
Baca juga: Jokowi minta TKN dan TKD terus jaga persatuan
Baca juga: Akademisi: bersihkan ruang publik dari hoaks
Sementara itu, terkait peluang oposisi yang ingin merapat dalam koalisi pendukung pemerintah, Ignasius menilai Jokowi sudah didukung oleh koalisi yang besar dan kuat, sehingga kemungkinan diterima kecil.
"Dari sisi itu (kekuatan koalisi), kondisinya tidak memungkinkan karena dari sisi support kekuasaan di parlemen saya kira Jokowi sudah mendapatkannya," ujarnya lagi.
Berbeda dengan Pilpres 2014 ketika Jokowi menang sebagai Presiden, tetapi tidak menguasai suara di parlemen, maka peluang oposisi bergabung dalam koalisi cukup besar.
Sejauh ini, setelah Prabowo membubarkan koalisi parpol pendukungnya pada Pilpres 2019, hanya Gerindra dan PKS yang telah menyatakan akan tetap menjadi oposisi. Sedangkan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Demokrat masib belum menyatakan sikap dan arah politiknya secara jelas.
Namun PAN dan Demokrat disebut berpeluang merapat dalam koalisi pemerintahan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019
"Kalau alat kontrol dalam konteks ‘wacana’, kuantitas tidak menjadi masalah, yang penting kualitas wacananya," kata Ignasius, saat dihubungi, di Jakarta, Selasa.
Ia mencontohkan PDI Perjuangan merupakan partai yang tetap bertahan sebagai oposisi di bawah Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), dan berhasil membuktikan perannya membentuk wacana-wacana kritis.
"Saya kira dari sisi itu (wacana kritis) yang penting apakah mereka bisa memproduksi wacana-wacana konstruktif ke depan atau tidak," ujar dosen Departemen Politik dan Pemerintahan UGM itu pula.
Wacana atau gagasan, seperti diungkapkan Ignasius, menjadi gugatan penting sebagai kontrol politik supaya terjadi proses demokrasi deliberatif atau produksi kebijakan-kebijakan publik yang dekat dengan aspirasi masyarakat tanpa ada kepentingan antarpartai.
Baca juga: Jokowi minta TKN dan TKD terus jaga persatuan
Baca juga: Akademisi: bersihkan ruang publik dari hoaks
Sementara itu, terkait peluang oposisi yang ingin merapat dalam koalisi pendukung pemerintah, Ignasius menilai Jokowi sudah didukung oleh koalisi yang besar dan kuat, sehingga kemungkinan diterima kecil.
"Dari sisi itu (kekuatan koalisi), kondisinya tidak memungkinkan karena dari sisi support kekuasaan di parlemen saya kira Jokowi sudah mendapatkannya," ujarnya lagi.
Berbeda dengan Pilpres 2014 ketika Jokowi menang sebagai Presiden, tetapi tidak menguasai suara di parlemen, maka peluang oposisi bergabung dalam koalisi cukup besar.
Sejauh ini, setelah Prabowo membubarkan koalisi parpol pendukungnya pada Pilpres 2019, hanya Gerindra dan PKS yang telah menyatakan akan tetap menjadi oposisi. Sedangkan Partai Amanat Nasional (PAN) dan Demokrat masib belum menyatakan sikap dan arah politiknya secara jelas.
Namun PAN dan Demokrat disebut berpeluang merapat dalam koalisi pemerintahan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bali 2019